Pengangguran Tingkatkan Depresi Tiga Kali Lipat
A
A
A
Stres menjadi masalah kesehatan yang sering dialami oleh kebanyakan masyarakat kota. Hal ini dikarenakan tekanan pekerjaan di kota lebih berat dibanding di daerah lainnya.
Namun, tekanan ini tak seberapa dibanding mereka yang tidak bekerja sama sekali alias menganggur. Pengangguran pada dewasa muda berisiko stres tiga kali lipat dibanding teman-temannya yang tertekan akibat sibuk bekerja. Terlebih lagi, mereka yang sudah menghabiskan banyak waktu hanya untuk mencari pekerjaan, sedangkan rekan-rekannya sudah mempunyai penghasilan tetap.
Tingkat stres kemungkinan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2014 sebanyak 7,24 juta jiwa atau berkurang sebanyak 170.000 jiwa dibanding jumlah pengangguran pada Agustus 2013. Namun, jika dibandingkan dengan data Februari 2014, jumlah pengangguran naik sebanyak 90.000 jiwa.
“Pengangguran dan depresi mempunyai hubungan yang signifikan akibat pertumbuhan jumlah orang dewasa muda yang terus meningkat,” ujar Robin McGee, dari Rollins School of Public Health at Emory University di Atlanta sebagaimana yang dilansir situs Healthday . Hanya, yang belum dapat dipastikan dari pernyataannya, apakah penyebab depresi juga dapat memengaruhi yang lain.
“Berdasarkan hasil tersebut, kita tidak tahu apakah pengangguran berkontribusi terhadap depresi atau tingkat depresi yang justru berkontribusi terhadap tingkat pengangguran,” kata McGee. Usia dewasa muda sebetulnya masa yang paling produktif yang bisa dimanfaatkan untuk beberapa lapangan pekerjaan. Perlu adanya intervensi dari beberapa instansi untuk turut memperhatikan potensi ini.
“Seandainya intervensi instansi terkait segera tersedia, mereka bisa saja mengajarkan dan memberikan keterampilan baru yang bisa memberikan pengaruh terhadap kehidupan mereka,” tambah McGee. Hasil temuan ini diterbitkan pada Maret terkait pencegahan penyakit kronis.
Untuk penelitian ini, McGee dan rekannya Nancy Thompson, seorang profesor di Emory, menggunakan 2.010 data dari Behavioral Risk Factor Surveillance System, sebuah survei nasional yang menilai perilaku berisiko kesehatan. Mereka secara khusus melihat orang dewasa muda yang berusia 18 sampai 25 yang berpotensi meningkatkan potensi depresi di kalangan orang dewasa muda yang menganggur.
Depresi yang terjadi pada pengangguran dalam usia dewasa muda bisa jadi berhubungan dengan stres akibat tertundanya tujuan hidup ataupun cita-cita mereka. Mereka menemukan sekitar 12% orang dewasa muda mengalami depresi dan sekitar 23% orang dewasa muda adalah pengangguran. Risiko depresi bisa mencapai tiga kali lipat lebih tinggi dari bagi pengangguran usia muda dibanding yang sudah bekerja meskipun sibuk sekalipun.
Tidak dapat dipungkiri, menjadi pengangguran memang sangat tidak mengenakkan dan bisa menimbulkan rasa iri hati yang bisa memicu stres.
Larissa huda
Namun, tekanan ini tak seberapa dibanding mereka yang tidak bekerja sama sekali alias menganggur. Pengangguran pada dewasa muda berisiko stres tiga kali lipat dibanding teman-temannya yang tertekan akibat sibuk bekerja. Terlebih lagi, mereka yang sudah menghabiskan banyak waktu hanya untuk mencari pekerjaan, sedangkan rekan-rekannya sudah mempunyai penghasilan tetap.
Tingkat stres kemungkinan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah pengangguran. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2014 sebanyak 7,24 juta jiwa atau berkurang sebanyak 170.000 jiwa dibanding jumlah pengangguran pada Agustus 2013. Namun, jika dibandingkan dengan data Februari 2014, jumlah pengangguran naik sebanyak 90.000 jiwa.
“Pengangguran dan depresi mempunyai hubungan yang signifikan akibat pertumbuhan jumlah orang dewasa muda yang terus meningkat,” ujar Robin McGee, dari Rollins School of Public Health at Emory University di Atlanta sebagaimana yang dilansir situs Healthday . Hanya, yang belum dapat dipastikan dari pernyataannya, apakah penyebab depresi juga dapat memengaruhi yang lain.
“Berdasarkan hasil tersebut, kita tidak tahu apakah pengangguran berkontribusi terhadap depresi atau tingkat depresi yang justru berkontribusi terhadap tingkat pengangguran,” kata McGee. Usia dewasa muda sebetulnya masa yang paling produktif yang bisa dimanfaatkan untuk beberapa lapangan pekerjaan. Perlu adanya intervensi dari beberapa instansi untuk turut memperhatikan potensi ini.
“Seandainya intervensi instansi terkait segera tersedia, mereka bisa saja mengajarkan dan memberikan keterampilan baru yang bisa memberikan pengaruh terhadap kehidupan mereka,” tambah McGee. Hasil temuan ini diterbitkan pada Maret terkait pencegahan penyakit kronis.
Untuk penelitian ini, McGee dan rekannya Nancy Thompson, seorang profesor di Emory, menggunakan 2.010 data dari Behavioral Risk Factor Surveillance System, sebuah survei nasional yang menilai perilaku berisiko kesehatan. Mereka secara khusus melihat orang dewasa muda yang berusia 18 sampai 25 yang berpotensi meningkatkan potensi depresi di kalangan orang dewasa muda yang menganggur.
Depresi yang terjadi pada pengangguran dalam usia dewasa muda bisa jadi berhubungan dengan stres akibat tertundanya tujuan hidup ataupun cita-cita mereka. Mereka menemukan sekitar 12% orang dewasa muda mengalami depresi dan sekitar 23% orang dewasa muda adalah pengangguran. Risiko depresi bisa mencapai tiga kali lipat lebih tinggi dari bagi pengangguran usia muda dibanding yang sudah bekerja meskipun sibuk sekalipun.
Tidak dapat dipungkiri, menjadi pengangguran memang sangat tidak mengenakkan dan bisa menimbulkan rasa iri hati yang bisa memicu stres.
Larissa huda
(ftr)