Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 10 Bagian 10

Rabu, 16 Agustus 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Suling...
Suling Emas, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Suling Emas

"Ayah, aku tidak mau menikah dengan Kwee Seng! Tidak mau dengan raja muda di timur, pangeran di barat atau putera mahkota di utara! Aku hanya mau menikah dengan Kam Si Ek, biar dia jenderal tolol, biar dia laki-laki canggung, aku sudah cinta kepadanya, Ayah!"

Kam Si Ek duduk bengong di pinggir pembaringan. Bermacam perasaan teraduk dalam hatinya. Girang dan bahagia karena dalam igauannya ini Liu Lu Sian jelas membuka isi hatinya yang amat mencintainya. Bingung karena gadis itu makin malam makin hebat mengigau dan gelisah. Duka dan khawatir karena ia telah melukai gadis itu, melukai tubuh dan hatinya.

Lu Sian mengigau terus. Dalam igauannya itu malah ia menyebut-nyebut bahwa ia bersama Kam Si Ek akan pergi menemui Gubernur Li Ko Yung di Shan-si, untuk minta bantuan gubernur ini menjadi perantara meminangnya kepada ayahnya di Nan-cao.

Mendengar igauan ini, sadarlah Kam Si Ek bahwa itulah jalan terbaik. Ia memang tadinya menerima undangan atau panggilan Gubernur Li dan di tengah jalan ia dijebak dan dikhianati komplotan para perwira yang memberontak dan pasukan-pasukan kerajaan Liang. Hal itu perlu ia laporkan kepada Gubernur Li.

Di samping itu untuk mengajukan lamaran kepada ayah Liu Lu Sian yang selain menjadi Ketua Beng-kauw, juga menjadi koksu (guru negara) di Nan-cao, siapa lagi yang lebih tepat selain dengan perantaraan Gubernur Li?"

Ia memeluk Lu Sian dan mencium pipinya dengan mesra. "Moi-moi, tenangkanlah hatimu, kauampunkan kokomu yang tolol ini. Aku cinta kepadamu, Moi-moi, dan demi Tuhan, aku akan meminangmu dari tangan ayahmu." Ia lalu sibuk melepaskan perahu daripada ikatan, mendayung ke tengah lalu memasang layar. Biarpun bukan ahli, Kam Si Ek tidak asing dengan pelayaran, maka biarpun hari telah berganti malam, ia berani melayarkan perahunya di bawah sinar bulan.

Lu Sian membuka matanya dan tersenyum-senyum girang. Melihat Kam Si Ek sibuk mengemudikan perahu, ia lalu mengeluarkan bungkusannya, mengambil obat luka dan mengobati pundaknya. Kemudian ia mengusap-ngusap pipinya yang masih panas oleh ciuman Kam Si Ek, turun dari pembaringan perlahan-lahan lalu keluar dari dalam bilik.

"Koko (Kanda)......." ia berseru memanggil lirih. Kam Si Ek terkejut dan menoleh. Melihat gadis itu berdiri bersandar pintu bilik, ia terkejut, girang dan juga khawatir.

"Eh, kau sudah bangun, Moi-moi? Kau beristirahatlah, jangan keluar dulu, nanti kena angin...! Itu ada bubur di meja, kaumakanlah...!"

"Aku tidak lapar, Koko, dan aku sudah sembuh." Mana bisa ia merasa lapar kalau hatinya sebahagia itu? Pula, ketika ia berpura-pura pingsan dan mengigau, bukankah Kam Si Ek dengan amat telaten telah menyuapinya dengan bubur sampai kekenyangan? "Aku merasa seperti baru bangun dari mimpi. Eh, Koko kau melayarkan perahu ini ke manakah?"

Girang sekali hati Kam Si Ek melihat kekasihnya benar-benar telah sembuh, wajahnya berseri pipinya merah dan matanya bersinar-seinar. "Pundakmu tidak nyeri lagi, Moi-moi?"

Dengan gaya manja Lu Sian menggeleng kepalanya lalu berjalan menghampiri. Dengan satu tangan Kam Si Ek memegang tali layar, tangan ke dua meraih lengan gadis itu dan mereka berpegang tangan, saling pandang penuh kasih.

"Sian-moi, kau tahu bahwa aku dipanggil oleh Gubernur Li akan tetapi oleh pasukan yang berkhianat dan bersekongkol dengan Raja Liang, aku diculik. Hal ini harus kulaporkan kepada Gubernur Li, maka aku sekarang hendak pergi ke Shan-si untuk berunding dengan beliau. Kuharap kau suka ikut denganku ke sana, selain berunding urusan pengkhianatan itu, akupun perlu minta bantuannya." Sampai di sini pemuda itu berhenti bicara dan mukanya menjadi merah.

"Bantuan apa, Koko?" Lu Sian bertanya, pura-pura tidak tahu akan tetapi diam-diam girang sekali karena agaknya akalnya "mengigau" itu berhasil baik.

"Moi-moi." Tangan Kam Si Ek menggenggam erat-erat tangan Lu Sian. "Aku hendak mohon bantuannya untuk menjadi orang perantara, mengajukan pinangan atas dirimu dari tangan ayahmu, Pat-jiu Sin-ong Liu Gan di Nan-cao."

Girang sekali hati Lu Sian. "Koko, kemanapun juga kau pergi, aku suka ikut!"

Tidak ada kegembiraan yang lebih besar bagi muda-mudi daripada kegembiraan dua buah hati yang saling bertemu. Berhari-hari mereka menjalankan perahu sambil bersenda gurau, menceritakan keadaan masing-masing, menangkap ikan dan masak-masak lalu makan bersama. Kam Si Ek makin mendalam cinta dan kagumnya terhadap Lu Sian, mengagumi kecantikan dan kelincahan gadis ini, termasuk wataknya yang kadang-kadang aneh. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0388 seconds (0.1#10.140)