Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 16 Bagian 12

Jum'at, 03 November 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Suling...
Suling Emas, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Suling Emas

"Saudara-suadara sekalian telah kalah berjudi, bukan? Hentikanlah kebiasaan kalian gemar berjudi, karena percayalah, kalian tidak akan menang. Kalau kalian melanjutkan kegemaran buruk itu, pasti saudara sekalian akan menderita kesengsaraan lahir batin.

Pada lahirnya, Saudara akan habis-habisan yang akibatnya tentu kekacauan rumah tangga, kehancuran pekerjaan karena tidak terurus, kemiskinan yang akan menyeret kalian kepada kemaksiatan lainnya. Kerugian batin, Saudara akan menjadi orang yang suka melakukan kecurangan, menjauhkan rasa cinta sesama, menimbulkan sifat iri dan tamak. Nah, ini uang kubagi-bagikan di antara kalian untuk menebus kekalahan kalian, akan tetapi mulai saat ini harap kalian jangan suka berjudi lagi. Pergunakan sedikit uang ini untuk modal bekerja!" tentu saja ucapan Kwee Seng ini disambut sorak-sorai oleh mereka dan dengan adil Kwee Seng membagi-bagi semua uang kemenangannya berikut uangnya sendiri sampai habis, seorang kebagian dua puluh tail perak lebih!

Setelah membagi habis delapan pundi-pundi uang itu, Kwee Seng lalu berjalan pergi keluar dari kota itu, menuju ke selatan karena ia hendak mencari raja pengemis di Gunung Tapie-san.

"Paman, perbuatanmu itu semua sia-sia belaka, tiada gunanya sama sekali!" Ucapan ini keluar dari mulut seorang anak laki-laki yang semenjak tadi mengikuti Kwee Seng dari depan rumah judi. Kwee Seng sedang melamun, maka ia tidak memperhatikan langkah kaki seorang kanak-kanak yang mengikutinya dan sejak tadi melihat semua perbuatannya.

Ia melirik dan melihat anak kecil yang berwajah terang dan tampan, berpakaian sederhana namun bersih. Ia merasa heran dan tidak dapat menangkap arti kata-kata anak laki-laki yang usianya paling banyak sepuluh tahun ini.

"Apa kau bilang?" tanyanya sambil melangkah terus, diikuti oleh anak itu. "Aku bilang bahwa akan sia-sia saja perbuatan paman tadi di depan rumah judi, menghamburkan uang seperti orang melempar rabuk pada tanah kering!"

Kwee Seng melengak heran, lalu memandang lebih teliti sambil menghentikan langkahnya. Ia lalu tertawa bergelak karena mengenal anak ini sebagai anak yang pernah menaruh kasihan ketika ia ditawan oleh murid-murid guru silat Liong Keng!

"Ha-ha-ha-ha, kau bocah sinting itu muncul lagi?" tegurnya kepada anak laki-laki ini yang bukan lain adalah Kam Bu Song. "Eh, bocah, kenapa kau selalu bertemu denganku dan mencampuri urusanku?"

"Entah, Paman. Perjumpaan kita bukan kusengaja akan tetapi setiap kali kita bertemu, aku selalu tertarik kepadamu. Pertama dulu, aku tertarik karena merasa kasihan melihat kau diseret-seret orang. Sekarang, aku pun kasihan kepadamu karena melihat kau melakukan perbuatan yang sia-sia belaka akibat kau tidak mengerti."

Hampir Kwee Seng tidak percaya kepada telinganya sendiri. Dia seorang yang tinggi ilmunya mengenai sastra dan silat, kini diberi "kuliah" oleh seorang bocah yang berusia sepuluh tahun! Akan tetapi karena kata-kata anak ini disusun rapi, ia tertarik sekali, apalagi setelah ia perhatikan, anak ini mempunyai pembawaan dan pribadi yang amat menarik. Pada saat itu, mereka sudah tiba di luar kota dan di tempat yang sunyi itu Kwee Seng lalu pergi ke bawah pohon di pinggir jalan, menjatuhkan diri duduk di atas tanah. Anak itu pun mengikutinya, berdiri di depannya dengan pandang mata penuh perhatian. Kwee Seng tertawa lagi.

"Heh-heh, bocah sinting. Sekarang kaukatakan, mengapa perbuatanku tadi kaukatakan sia-sia belaka tidak ada gunanya?

"Karena perbuatan paman tadi bertentangan dengan dua hal," jawab anak itu tanpa ragu-ragu dan tanpa pikir-pikir lagi, tanda bahwa ia tahu akan apa yang diucapkannya dan tanda bahwa ia memang cerdas. "Pertama bertentangan dengan wejangan ini." Anak itu lalu membusungkan dada mengambil napas, berdongak dan bernyanyilah ia dengan suara keras nyaring.

"Diri sendiri melakukan kejahatan diri sendiri menimbulkan kesengsaraan. Diri sendiri menghindarkan kejahatan diri sendiri mendapatkan kebahagiaan. Suci atau tidak tergantung kepribadiannya orang lain mana mampu membersihkannya?"

Kwee Seng melongo. "Eh, apakah kau murid seorang hwesio (pendeta Buddha)? Nyanyianmu adalah kalimat suci dalam kitab Sang Buddha!" Ia mengenal sajak itu. Memang sajak ini adalah pelajaran dalam kitab Buddha Dhammapada. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0436 seconds (0.1#10.140)