Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 15 Bagian 12

Selasa, 24 Oktober 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 15 Bagian 12
Suling Emas, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Suling Emas

Kwee Seng terus diseret berlari-lari di belakang kuda sambil tetap menggerogoti daging paha. Setelah dagingnya habis semua tinggal tulang yang juga ia gigit pecah ujungnya untuk dihisap sum-sumnya, mendadak Kwee Seng berhenti dan berkata.

"Sudah cukup! Paha curian sudah habis, hukumanku pun habis!"

Kuda di depannya lari terus, akan tetapi penunggangnya, Si Muka Hitam yang memegangi ujung tali belenggu, tersentak ke belakang dan jatuh melalui ekor kuda! Ia kaget sekali, berseru keras dan tubuhnya membuat salto sehingga ia dapat jatuh melalui ekor kuda! Ia kaget sekali, berseru keras dan tubuhnya membuat salto sehingga ia dapat jatuh berdiri di atas tanah sambil membelalakkan matanya. Empat orang kawannya juga cepat melompat turun dan mencabut senjata masing-masing, sikap mereka mengancam, akan tetapi juga agak jerih.

Kwee Seng menggerakkan kedua tangannya dan "bret, brett" tali yang mengikat pergelangan kedua tangannya putus dengan mudah. Kembali lima orang itu terkejut, juga Si Tinggi Besar muka hitam sudah mencabut goloknya, siap menghadapi tawanan yang memberontak ini.

Kwee Seng tertawa bergelak, menoleh ke kanan kiri memandang lima orang yang mengurungnya. "heh-heh, habis makan tidak minum, sungguh tak enak sekali. Eh, sahabat-sahabat seperjalanan, siapa di antara kalian yang mempunyai arak? Aku ingin sekali minum!"

Empat orang itu sudah gatal-gatal tangannya hendak menerjang, akan tetapi Si Muka Hitam menggeleng kepala, menghampiri kudanya yang sudah dipegang oleh seorang temannya, mengeluarkan sebuah guci arak dan melemparkannya kepada Kwee Seng. Kwee Seng tertawa-tawa menyambut guci arak lalu menuangkan isinya ke mulut, meneguk arak dengan lahap sekali tak kunjung henti sampai akhirnya guci itu kosong!

"Heh-heh, arak tidak baik, tapi cukup menghilangkan dahaga!" katanya sambil mengusap mulut dengan lengan baju. "Nah, sekarang kita bicara. Aku memang mencuri paha panggang, maka aku suka kalian hukum diseret-seret. Akan tetapi sekarang barang curian itu sudah habis, maka sampai di sini pula hukumanku."

"Tidak perlu segala pura-pura ini!" Si Muka Hitam membentak. "Seorang gagah tidak akan menyangkal perbuatannya. Kau jelas seorang kang-ouw yang pura-pura gila, apakah tidak malu kalau bersikap pengecut? Kaulah satu-satunya orang yang mungkin melakukan pengacauan di rumah Suhu, oleh karena itu, kami harap supaya kau ikut baik-baik menghadap Suhu untuk menerima pengadilan. Kalau kau berkeras menolak, terpaksa kami akan menggunakan kekerasan pula!"

"Siapa guru kalian itu?" Kwee Seng bertanya tak acuh. "Suhu adalah guru silat yang mendirikan Silat Monyet Sakti, namanya terkenal sebagai seorang yang menghargai persahabatan dan tidak pernah mengganggu golongan lain."

"Aha! Kiranya Sin-kauw-jiu (Kepalan Monyet Sakti) Liong Keng Lo-enghiong di kota Sin-yang."

Lima orang itu cepat saling pandang dan wajah mereka berubah girang. "Hemm, kau sudah mengenal Suhu, sudah mengacau rumahnya tiga hari yang lalu, masih berpura-pura lagi!" tegur Si Muka Hitam.

"Ha-ha-ha! Liong-lo-enghiong memang patut menjadi monyet tua sakti, akan tetapi kalian ini benar-benar monyet buntung yang lancang sekali. Sudah kukatakan tadi, kalian hendak menangkap anjing, akan tetapi keliru menangkap hariamau, bukankah itu amat lucu? Sudahlah, aku hendak pergi!" Setelah berkata demikian, Kwee Seng melempar guci arak yang sudah kosong ke atas tanah, kemudian tanpa menoleh lagi ia berjalan melewati mereka dengan lenggang seenaknya dan bernyanyi-nyanyi!

"Kalau To menyuram, dianjurkan prikebajikan!

Prikebajikan muncul tampak pula kemunafikan!

Kalau rumah tangga hancur berantakan dianjurkan kerukunan!

"Setelah negara kacau, baru timbul pahlawan!

Hayaaaaa......! Hayaaaa...!

Hayaaaaa......!!!"

Nyanyian itu adalah ayat-ayat dalam kitab To-tek-khing pelajaran Nabi Lo Cu. Kwee Seng amat tertarik oleh pelajaran Agama To-kauw ini setelah selama tiga tahun ia berada di Neraka Bumi, dimana terkumpul banyak kitab-kitab kuno tentang To-kauw milik nenek penghuni Neraka Bumi, dan banyak pula kitab-kitab ini dibacanya. Agaknya pengaruh pelajaran To ini pulalah yang membuat Kwee Seng kini menjadi tak acuh akan keduniawian, bersikap bebas lepas seperti orang tidak normal!

Adapun lima orang itu ketika melihat Si Gila seperti hendak melarikan diri, cepat lari mengejar dan mengurungnya dengan senjata di tangan, sikap mengancam dan siap menerjang. Si Muka Hitam yang tinggi besar berdiri menghadapi Kwee Seng sambil membentak. "Kau tidak boleh pergi sebelum ikut kami menghadap Suhu!" (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0444 seconds (0.1#10.140)