Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 14 Bagian 10
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Suling Emas
Akan tetapi, begitu dua orang pengemis yang kalah di depan rumah makan itu melihat munculnya Lu Sian, mereka sudah lantas memaki dan memandang dengan mata melotot. Ini cukup menjadi isyarat bagi para pimpinan pengemis yang jumlahnya ada tujuh orang lagi. Serentak mereka itu bangkit dan mencabut senjata masing-masing. Tujuh orang pengemis ini semua adalah pengemis tua dan yang memiliki kepandaian tinggi. Lima di antara mereka, bersenjatakan tongkat mereka, sedangkan yang dua orang mencabut pedang.
Namun Lu Sian sama sekali tidak takut. Dengan tangan kiri bertolak pinggang dan tangan kanan yang memegang pedang menudingkan ujung pedangnya ke arah tujuh orang pengemis itu, ia membentak.
"Aku tidak ada tempo untuk berurusan dengan segala macam jembel tua bangka! Suruh Yu Jin Tianglo keluar untuk bicara denganku!"
Akan tetapi tujuh orang pengemis itu tidak ada yang menjawab atau peduli, bahkan mereka lalu membuat gerakan mengurung nona yang cantik dan galak ini. Lu Sian menjadi gemas sekali dan ia sudah siap menerjang untuk memberi hajaran ketika di belakangnya terdengar suara yang jelas dan nyaring.
"Nona, Yu Jin Tianglo yang kautanyakan itu sudah mati."
Kaget sekali Lu Sian mendengar hal ini. Ia memang mendengar dari dua orang pengemis bahwa para para pengemis sudah mempunyai ketua baru, akan tetapi tidak ia sangka bahwa Yu Jin Tianglo sudah mati. Cepat ia memutar tubuh menghadapi Si Pembicara yang bukan lain adalah Pouw Kee Lui. Ia melihat sorang laki-laki berusia tiga puluh tahun lebih, tubuhnya sedang, kumis dan jenggotnya pendek, wajahnya berkulit kasar akan tetapi tidaklah buruk bahkan mendekati tampan. Kelihatannya orang ini lemah dan tidak mempunyai kepandaian yang tinggi, akan tetapi sepasang matanya mencorong bagaikan mata srigala. Pakaiannya biar sederhana, namun tidak ada yang ditambal, maka ia sama sekali tidak kelihatan seperti anggota pengemis, apalagi seperti ketua pengemis.
"Mati...?" Lu Sian ketika memutar tubuhnya berseru.
"Ya, mati," kata Pouw Kee Lui dan senyum sinis muncul di bibirnya. "Tidak kebetulan sekali, ia mati melawan aku."
Diam-diam kagetlah Lu Sian. Siapa kira, orang macam ini mampu mengalahkan bahkan membunuh Yu Jin Tianglo yang terkenal berkepandaian tinggi? Tak masuk akal! Orang di depannya ini pantasnya seorang petani gunung, atau paling hebat seorang pedagang obat keliling.
"Hemmmm," akhirnya ia mendengus, "kau siapakah?" Akan tetapi pada saat itu, tiba-tiba tujuh orang pengemis tua sudah serentak maju menerjangnya. Terpaksa Lu Sian memutar pedangnya dan membalikkan tubuh menghadapi mereka yang sudah mengurungnya. Ia segera menggunakan jurus Delapan Iblis Menahan Hujan dari Ilmu Silat Pat-mo Kiam-hoat, sekaligus ia menangkis datangnya hujan senjata, bahkan sekaligus pula dapat balas menyerang! Terdengar suara nyaring beradunya senjata dan di antara berdentingan ini Lu Sian mendengar orang itu tertawa dan berkata dengan nada mengejek.
"Namaku Pouw Kee Lui, Nona, dan akulah sekarang Ketua Khong-sim kai-pang!"
Lu Sian marah sekali karena ia kini dapat menduga bahwa ketua baru yang kelihatan lemah itu amat curang. Tentu tadi selagi bicara memberi perintah kepada para pembantunya untuk menyerbunya, menggunakan kesempatan selagi ia agak jengah. Baiknya ia dapat menghindarkan diri dari serangan mendadak itu dan kemarahannya meluap-luap ketika ia memaki, "Pengecut tengik! Kalau tidak lekas dibebaskan puteri Tan Hui, akan kubasmi habis Khong-sim Kai-pang hari ini!"
Pouw Kee Lui memperhatikan gerakan pedang nona itu dan diam-diam ia terkejut dan heran karena ia sama sekali tidak mengenal gerakan ilmu pedang yang mirip Pat-sian Kiam-hoat itu. Ia sudah berpengalaman dan boleh dibilang mengenal ilmu pedang dari golongan manapun, baik dari partai bersih maupun dari golongan hitam. Akan tetapi ilmu pedang yang dimainkan nona ini sama sekali asing baginya dan ia harus akui bahwa ilmu pedang ini hebat!
Tiba-tiba tedengar suara "wesss-wessss" beberapa kali dan.... Seorang demi seorang pengemis tua yang mengeroyok Lu Sian, terjungkal roboh karena mereka merasa kaki mereka menjadi lumpuh secara mendadak. Lu Sian sendiri tidak tahu mengapa mereka itu pada roboh dengan sendirinya, maka ia tidak mau mengotori pedangnya dengan lawan yang robh bukan oleh dia. Dengan heran dia hanya menambah tendangan saja yang membuat amereka roboh mencelat keluar dari ruangan, hiruk pikik mereka memaki dan menyatakan rasa heran. (Bersambung)
Akan tetapi, begitu dua orang pengemis yang kalah di depan rumah makan itu melihat munculnya Lu Sian, mereka sudah lantas memaki dan memandang dengan mata melotot. Ini cukup menjadi isyarat bagi para pimpinan pengemis yang jumlahnya ada tujuh orang lagi. Serentak mereka itu bangkit dan mencabut senjata masing-masing. Tujuh orang pengemis ini semua adalah pengemis tua dan yang memiliki kepandaian tinggi. Lima di antara mereka, bersenjatakan tongkat mereka, sedangkan yang dua orang mencabut pedang.
Namun Lu Sian sama sekali tidak takut. Dengan tangan kiri bertolak pinggang dan tangan kanan yang memegang pedang menudingkan ujung pedangnya ke arah tujuh orang pengemis itu, ia membentak.
"Aku tidak ada tempo untuk berurusan dengan segala macam jembel tua bangka! Suruh Yu Jin Tianglo keluar untuk bicara denganku!"
Akan tetapi tujuh orang pengemis itu tidak ada yang menjawab atau peduli, bahkan mereka lalu membuat gerakan mengurung nona yang cantik dan galak ini. Lu Sian menjadi gemas sekali dan ia sudah siap menerjang untuk memberi hajaran ketika di belakangnya terdengar suara yang jelas dan nyaring.
"Nona, Yu Jin Tianglo yang kautanyakan itu sudah mati."
Kaget sekali Lu Sian mendengar hal ini. Ia memang mendengar dari dua orang pengemis bahwa para para pengemis sudah mempunyai ketua baru, akan tetapi tidak ia sangka bahwa Yu Jin Tianglo sudah mati. Cepat ia memutar tubuh menghadapi Si Pembicara yang bukan lain adalah Pouw Kee Lui. Ia melihat sorang laki-laki berusia tiga puluh tahun lebih, tubuhnya sedang, kumis dan jenggotnya pendek, wajahnya berkulit kasar akan tetapi tidaklah buruk bahkan mendekati tampan. Kelihatannya orang ini lemah dan tidak mempunyai kepandaian yang tinggi, akan tetapi sepasang matanya mencorong bagaikan mata srigala. Pakaiannya biar sederhana, namun tidak ada yang ditambal, maka ia sama sekali tidak kelihatan seperti anggota pengemis, apalagi seperti ketua pengemis.
"Mati...?" Lu Sian ketika memutar tubuhnya berseru.
"Ya, mati," kata Pouw Kee Lui dan senyum sinis muncul di bibirnya. "Tidak kebetulan sekali, ia mati melawan aku."
Diam-diam kagetlah Lu Sian. Siapa kira, orang macam ini mampu mengalahkan bahkan membunuh Yu Jin Tianglo yang terkenal berkepandaian tinggi? Tak masuk akal! Orang di depannya ini pantasnya seorang petani gunung, atau paling hebat seorang pedagang obat keliling.
"Hemmmm," akhirnya ia mendengus, "kau siapakah?" Akan tetapi pada saat itu, tiba-tiba tujuh orang pengemis tua sudah serentak maju menerjangnya. Terpaksa Lu Sian memutar pedangnya dan membalikkan tubuh menghadapi mereka yang sudah mengurungnya. Ia segera menggunakan jurus Delapan Iblis Menahan Hujan dari Ilmu Silat Pat-mo Kiam-hoat, sekaligus ia menangkis datangnya hujan senjata, bahkan sekaligus pula dapat balas menyerang! Terdengar suara nyaring beradunya senjata dan di antara berdentingan ini Lu Sian mendengar orang itu tertawa dan berkata dengan nada mengejek.
"Namaku Pouw Kee Lui, Nona, dan akulah sekarang Ketua Khong-sim kai-pang!"
Lu Sian marah sekali karena ia kini dapat menduga bahwa ketua baru yang kelihatan lemah itu amat curang. Tentu tadi selagi bicara memberi perintah kepada para pembantunya untuk menyerbunya, menggunakan kesempatan selagi ia agak jengah. Baiknya ia dapat menghindarkan diri dari serangan mendadak itu dan kemarahannya meluap-luap ketika ia memaki, "Pengecut tengik! Kalau tidak lekas dibebaskan puteri Tan Hui, akan kubasmi habis Khong-sim Kai-pang hari ini!"
Pouw Kee Lui memperhatikan gerakan pedang nona itu dan diam-diam ia terkejut dan heran karena ia sama sekali tidak mengenal gerakan ilmu pedang yang mirip Pat-sian Kiam-hoat itu. Ia sudah berpengalaman dan boleh dibilang mengenal ilmu pedang dari golongan manapun, baik dari partai bersih maupun dari golongan hitam. Akan tetapi ilmu pedang yang dimainkan nona ini sama sekali asing baginya dan ia harus akui bahwa ilmu pedang ini hebat!
Tiba-tiba tedengar suara "wesss-wessss" beberapa kali dan.... Seorang demi seorang pengemis tua yang mengeroyok Lu Sian, terjungkal roboh karena mereka merasa kaki mereka menjadi lumpuh secara mendadak. Lu Sian sendiri tidak tahu mengapa mereka itu pada roboh dengan sendirinya, maka ia tidak mau mengotori pedangnya dengan lawan yang robh bukan oleh dia. Dengan heran dia hanya menambah tendangan saja yang membuat amereka roboh mencelat keluar dari ruangan, hiruk pikik mereka memaki dan menyatakan rasa heran. (Bersambung)
(dwi)