Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 13 Bagian 7
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Suling Emas
Karena serangan kakek cebol ini memang hebat sekali, Kwee Seng tidak dapat memecah perhatian dan terpaksa ia melayani lagi dengan hati mendongkol. Ia tahu bahwa percuma saja bicara dengan kakek cebol ini. Jalan satu-satunya mengalahkan Si Cebol ini lebih dulu, baru nanti menghadapi Ban-pi Lo-cia. Akan tetapi ini hanya rencana saja, pelaksanaannya sukar setengah mati karena Si Cebol ini benar-benar sakti luar biasa.
Sementara itu, baru sekarang Ban-pi Lo-cia melihat tubuh Bayisan yang menggeletak di atas tanah. Ia kaget sekali dan tidak mempedulikan lagi mereka yang sedang bertempur. Cepat ia berlutut di dekat muridnya dan setelah melihat muka muridnya ia mengeluarkan suara tertahan, menotok dan mengurut sana-sini. Akhirnya Bayisan dapat bicara.
"Suhu (Guru)......" ia mengeluh. "Muridku, siapa yang melakukan ini padamu? Hayo katakan, siapa? Akan kubeset kulit mukanya!"
Dengan suara terputus-putus Bayisan bercerita terus terang kepada gurunya bagaimana ia tergila-gila kepada Tayami dan memasuki kamarnya, kemudian puteri mahkota itu menggunakan bubuk beracun mengenai mukanya. Ketika bicara agak panjang ini, Bayisan telah terlalu banyak mengerahkan tenaganya, maka begitu habis bicara, ia jatuh pingsan lagi. Ban-pi Lo-cia menarik napas panjang, menggeleng kepala dan berkata. "Ahhh, banyak wanita cantik di dunia ini, mengapa kau memilih Puteri Mahkota bangsa sendiri? Ah, tidak bisa aku menggangu Puteri Tayami. Tayami anak Kulu-khan, mengapa engkau begini kejam? Muridku, jangan penasaran. Aku akan menurunkan semua kepandaianku kepadamu agar kelak kau dapat menjagoi dan menjadi orang nomor satu di Khitan!" Setelah berkata demikian, Ban-pi Lo-cia memondong tubuh muridnya itu dan lari meninggalkan tempat itu tanpa peduli lagi kepada dua orang yang sedang bertanding.
"Ban-pi Lo-cia, kau hendak lari kemana?" Kwee Seng menusukkan tulang paha dengan jurus maut Pat-sian-toat-beng (Delapan Dewa Mencabut Nyawa) dari Ilmu Pedang Pat-sian Kiam-hoat. Baru sekarang ia menggunakan jurus Pat-sian Kiam-hoat karena tadi dalam menghadapi Bu Tek Lojin ia belum mau mempegunakan ilmunya ini yang telah diperbaiki dahulu oleh Bu Kek Siansu, sekarang ia ingin sekali mengejar Ban-pi Lo-cia, terpaksa ia menggunakan jurus ini. Kagetlah Bu Tek Lojin. Serangan ini memang hebat sekali dan tak mungkin ditangkis atau dielakkan. Tulang itu ujungnya tahu-tahu sudah mengancam ulu hati. Terpaksa Bu Tek Lojin menggunakan gerakan yang sebetulnya kalau tidak terpaksa, ahli silat tinggi enggan melakukannya, yaitu membuang diri ke belakang seperti batang pohon tumbang, lalu bergulingan di atas tanah.
Akan tetapi Kwee Seng memang hanya ingin membuat kakek cebol ini untuk sementara menjauhkan diri, langsung ia meloncat dengan gin-kangnya yang hebat ke arah Ban-pi Lo-cia yang sedang melarikan diri membawa muridnya, tulangnya menghantam ke arah lambung Ban-pi Lo-cia. Kakek gundul ini mendengar desir angin, menangkis dengan lengan karena tahu bahwa senjata lawan itu tidak tajam.
Dukkk!!" Tubuh Ban-pi Lo-cia terguling! Bukan main kagetnya hati Si Gundul, karena sama sekali tidak disangkanya Kwee Seng akan sekuat itu, jauh lebih kuat daripada beberapa tahun yang lalu. Tulang lengannya tidak patah akan tetapi rasa nyeri menusuk sampai ke jantung. Ia tidak berani main-main lagi dan karena ia memang amat kuat, sekali meloncat ia telah berada jauh di depan, lalu menggunakan ilmu lari cepatnya meninggalkan tempat itu.
Kwee Seng hendak mengejar, akan tetapi tiba-tiba ia mendengar geraman hebat dan kakek cebol sudah menerjangnya penuh kemarahan karena tadi dipaksa harus bergulingan sehingga pakaian dan rambut serta jenggotnya terkena debu. Terpaksa Kwee Seng mencurahkan perhatiannya kepada kakek cebol lagi dan karena mendongkol, kini ia segera mainkan Pat-sian Kiam-hoat dengan tulang di tangan kanan, sedangkan daun lebar di tangan kiri ia mainkan dengan Ilmu Silat Lo-hai-san-hoat. Kalau tiga empat tahun yang lalu saja sepasang ilmu ini dapat membuat ia terkenal dengan sebutan Kim-mo-eng, apalagi sekarang setelah ia memperoleh kemajuan pesat di Neraka Bumi. Hebat bukan main permainan pedang dan kipasnya. Dalam segebrakan saja Bu-tek Lojin sudah terdesak sampai sepuluh jurus lebih. Kwee Seng mengerahkan seluruh kepandaian karena maklum bahwa menghadapi kakek itu, sukar baginya untuk dapat mengalahkannya. Dalam hal tenaga sin-kang maupun keringanan tubuh, kakek cebol ini hebat sekali.
"Eh.... ohh.... tahan dulu.....!" Sambil mencelat ke sana-sini menghindarkan diri dari sambaran daun dan tulang, Bu Tek Lojin berteriak-teriak. Sebagai seorang pendekar, tentu saja Kwee Seng menurut dan menghentikan serangannya.
"Mau bicara apa lagi. Bukankah kau yang tadi mendesakku untuk bertanding sampai mati?" Kwee Seng menegur marah dan mendongkol.
"Mengapa gaya permainan silatmu seperti itu? Apakah kau murid Bu..... Bu Kek..... Siansu...?" (Bersambung)
Karena serangan kakek cebol ini memang hebat sekali, Kwee Seng tidak dapat memecah perhatian dan terpaksa ia melayani lagi dengan hati mendongkol. Ia tahu bahwa percuma saja bicara dengan kakek cebol ini. Jalan satu-satunya mengalahkan Si Cebol ini lebih dulu, baru nanti menghadapi Ban-pi Lo-cia. Akan tetapi ini hanya rencana saja, pelaksanaannya sukar setengah mati karena Si Cebol ini benar-benar sakti luar biasa.
Sementara itu, baru sekarang Ban-pi Lo-cia melihat tubuh Bayisan yang menggeletak di atas tanah. Ia kaget sekali dan tidak mempedulikan lagi mereka yang sedang bertempur. Cepat ia berlutut di dekat muridnya dan setelah melihat muka muridnya ia mengeluarkan suara tertahan, menotok dan mengurut sana-sini. Akhirnya Bayisan dapat bicara.
"Suhu (Guru)......" ia mengeluh. "Muridku, siapa yang melakukan ini padamu? Hayo katakan, siapa? Akan kubeset kulit mukanya!"
Dengan suara terputus-putus Bayisan bercerita terus terang kepada gurunya bagaimana ia tergila-gila kepada Tayami dan memasuki kamarnya, kemudian puteri mahkota itu menggunakan bubuk beracun mengenai mukanya. Ketika bicara agak panjang ini, Bayisan telah terlalu banyak mengerahkan tenaganya, maka begitu habis bicara, ia jatuh pingsan lagi. Ban-pi Lo-cia menarik napas panjang, menggeleng kepala dan berkata. "Ahhh, banyak wanita cantik di dunia ini, mengapa kau memilih Puteri Mahkota bangsa sendiri? Ah, tidak bisa aku menggangu Puteri Tayami. Tayami anak Kulu-khan, mengapa engkau begini kejam? Muridku, jangan penasaran. Aku akan menurunkan semua kepandaianku kepadamu agar kelak kau dapat menjagoi dan menjadi orang nomor satu di Khitan!" Setelah berkata demikian, Ban-pi Lo-cia memondong tubuh muridnya itu dan lari meninggalkan tempat itu tanpa peduli lagi kepada dua orang yang sedang bertanding.
"Ban-pi Lo-cia, kau hendak lari kemana?" Kwee Seng menusukkan tulang paha dengan jurus maut Pat-sian-toat-beng (Delapan Dewa Mencabut Nyawa) dari Ilmu Pedang Pat-sian Kiam-hoat. Baru sekarang ia menggunakan jurus Pat-sian Kiam-hoat karena tadi dalam menghadapi Bu Tek Lojin ia belum mau mempegunakan ilmunya ini yang telah diperbaiki dahulu oleh Bu Kek Siansu, sekarang ia ingin sekali mengejar Ban-pi Lo-cia, terpaksa ia menggunakan jurus ini. Kagetlah Bu Tek Lojin. Serangan ini memang hebat sekali dan tak mungkin ditangkis atau dielakkan. Tulang itu ujungnya tahu-tahu sudah mengancam ulu hati. Terpaksa Bu Tek Lojin menggunakan gerakan yang sebetulnya kalau tidak terpaksa, ahli silat tinggi enggan melakukannya, yaitu membuang diri ke belakang seperti batang pohon tumbang, lalu bergulingan di atas tanah.
Akan tetapi Kwee Seng memang hanya ingin membuat kakek cebol ini untuk sementara menjauhkan diri, langsung ia meloncat dengan gin-kangnya yang hebat ke arah Ban-pi Lo-cia yang sedang melarikan diri membawa muridnya, tulangnya menghantam ke arah lambung Ban-pi Lo-cia. Kakek gundul ini mendengar desir angin, menangkis dengan lengan karena tahu bahwa senjata lawan itu tidak tajam.
Dukkk!!" Tubuh Ban-pi Lo-cia terguling! Bukan main kagetnya hati Si Gundul, karena sama sekali tidak disangkanya Kwee Seng akan sekuat itu, jauh lebih kuat daripada beberapa tahun yang lalu. Tulang lengannya tidak patah akan tetapi rasa nyeri menusuk sampai ke jantung. Ia tidak berani main-main lagi dan karena ia memang amat kuat, sekali meloncat ia telah berada jauh di depan, lalu menggunakan ilmu lari cepatnya meninggalkan tempat itu.
Kwee Seng hendak mengejar, akan tetapi tiba-tiba ia mendengar geraman hebat dan kakek cebol sudah menerjangnya penuh kemarahan karena tadi dipaksa harus bergulingan sehingga pakaian dan rambut serta jenggotnya terkena debu. Terpaksa Kwee Seng mencurahkan perhatiannya kepada kakek cebol lagi dan karena mendongkol, kini ia segera mainkan Pat-sian Kiam-hoat dengan tulang di tangan kanan, sedangkan daun lebar di tangan kiri ia mainkan dengan Ilmu Silat Lo-hai-san-hoat. Kalau tiga empat tahun yang lalu saja sepasang ilmu ini dapat membuat ia terkenal dengan sebutan Kim-mo-eng, apalagi sekarang setelah ia memperoleh kemajuan pesat di Neraka Bumi. Hebat bukan main permainan pedang dan kipasnya. Dalam segebrakan saja Bu-tek Lojin sudah terdesak sampai sepuluh jurus lebih. Kwee Seng mengerahkan seluruh kepandaian karena maklum bahwa menghadapi kakek itu, sukar baginya untuk dapat mengalahkannya. Dalam hal tenaga sin-kang maupun keringanan tubuh, kakek cebol ini hebat sekali.
"Eh.... ohh.... tahan dulu.....!" Sambil mencelat ke sana-sini menghindarkan diri dari sambaran daun dan tulang, Bu Tek Lojin berteriak-teriak. Sebagai seorang pendekar, tentu saja Kwee Seng menurut dan menghentikan serangannya.
"Mau bicara apa lagi. Bukankah kau yang tadi mendesakku untuk bertanding sampai mati?" Kwee Seng menegur marah dan mendongkol.
"Mengapa gaya permainan silatmu seperti itu? Apakah kau murid Bu..... Bu Kek..... Siansu...?" (Bersambung)
(dwi)