Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 17 Bagian 6

Rabu, 08 November 2017 - 06:00 WIB
loading...
Kho Ping Hoo, Suling...
Suling Emas, karya : Asmaraman S Kho Ping Hoo
A A A
Kho Ping Hoo, Suling Emas

"Hemm, tidak mudah bertemu dengan Kai-ong. Orang muda, kau siapakah dan apa maksudmu mau bertemu dengan Kai-ong?"

"Aku bukan datang untuk memperkenalkan nama. Suruh saja rajamu keluar, aku tidak ada urusan dengan kalian pengemis-pengemis palsu."

"Hemmm, orang muda sombong! Kai-ong sudah menugaskan kami menjaga di sini, tanpa melalui kami bertiga pengemis tua bertongkat sakti, mana bisa kau pergi menghadap Kai-ong?" Mendengar ini, Kim-mo Taisu memandang teliti. Tiga orang kakek ini adalah orang-orang tua yang biasa saja, bertubuh kurus seperti kurang makan, pakaiannya tambal-tambalan, memakai sepatu kulit. Akan tetapi tangan mereka memegang sebuah tongkat panjang seperti toya, dapat dipergunakan sebagai tongkat maupun senjata. Melihat bentuk pentung ini ketiganya sera, teringatlah ia akah nama tiga tokoh besar pengemis, yaitu Sin-tung Sam-lo-kai (Tiga Pengemis Tua Bertongkat Sakti). Akan tetapi sepanjang pendengarannya, Sin-tung Sam-lo-kai adalah tokoh-tokoh pengemis yang amat terkenal di selatan, terkenal sebagai orang-orang pandai yang tidak termasuk golongan jahat, bahkan memimpin kaipang-kaipang (perkumpulan pengemis) di selatan. Bagaimana sekarang tiga orang tokoh ini hanya menjadi penjaga pintu di sini?"

"Bukankah Sam-wi (Tuan Bertiga) ini Sin-tung Sam-lo-kai?"

Tiga orang kakek itu saling pandang, agaknya merasa heran. "Hemm, orang muda." Kata kakek pertama yang paling tua, "Jadi kau sudah mengenal kami? Kalau begitu, lebih baik kau memperkenalkan diri dan katakan terus terang saja apa maksudmu mencari Kai-ong?"

"Sam-wi Lo-kai adalah orang-orang ternama di selatan, bagaimana sekarang hanya menjadi penjaga pintu di sini? Siapakah dia yang memiliki gedung ini?"

"Bukan urusanmu! Lebih baik kau lekas mengaku, atau pergi saja dari sini, jangan mengganggu kami." Jawab pengemis itu cepat-cepat. Akan tetapi Kim-mo Taisu seorang cerdik. Ia dapat menduga bahwa tiga orang itu terntu merasa tidak senang sekali dengan "pekerjaan" mereka akan tetapi agaknya terpaksa, entah oleh apa dan mengapa.

"Ha-ha-ha, kau boleh takut pada raja pengemis itu, akan tetapi aku tidak. Biar dia seorang siluman sekalipun, aku harus mencari dia!" Setelah berkata demikian, Kim-mo Taisu melangkah maju dan berkata keras, "Harap kalian bertiga minggir!"

Namun tiga orang kakek itu sudah memalangkan tongkat mereka yang panjang, siap menerjang. Kim-mo Taisu tertawa bergelak, seakan-akan tidak melihat ancaman tongkat terkenal itu, terus melangkah maju hendak memasuki pintu depan rumah gedung.

"Apakah kau mencari mampus?" bentak tiga orang kakek pengemis itu dan terdengar suara angin menyambar keras ketika mereka menggerakan tongkat menyerang. Dari angin serangan ini saja Kim-mo Taisu dapat menaksir bahwa kepandaian tiga orang kakek pengemis ini tidak kalah oleh Koai-tung tiang-lo yang pernah ia lawan di dalam rumah judi di Sin-yang. Maka dapat dibayangkan hebatnya tiga batang tongkat yang menusuk dari kanan kiri dan sebatang lagi diputar menghadang di depan!

"Wuuuttt! Wuuuttt!" Dua batang tongkat berubah menjadi sinar kehitaman menyambar dari kanan kiri mengancam lambung. Kim-mo Taisu mengembangkan kedua lengannya, kemudian tangannya bergerak secepat kilat menangkap ujung kedua tongkat, mengerahkan lwee-kang menarik ujung tongkat ke bawah sambil berseru keras. Dua orang pengemis tua itu tak dapat melawan tarikan tenaga yang dahsyat ini. Betapa pun mereka mempertahankan kehendak merampas kembali tongkat yang terpegang lawan, sia-sia belaka dan tahu-tahu tongkat mereka telah amblas ke dalam tanah sampai setengahnya lebih!

Kakek ke tiga yang menyerang dari depan marah sekali, ujung tongkatnya yang tadinya terputar-putar itu kini meluncur ke depan bagaikan seekor ular hitam, menerjang maju dengan tusukan yang berlenggang-lenggok dan sekaligus telah menotok ke arah tujuh jalan darah berturut-turut. Kim-mo Taisu maklum akan kelihaian jurus serangan ini, maka ia cepat menggunakan gin-kangnya untuk berturut-turut pula mengelak ke kanan kiri, kemudian lengan bajunya bergerak memutar, melibat ujung tongkat dan "Lepas.......!!" Teriaknya sambil mengerahkan sin-kang, sekali ia membetot dengan kuat, tongkat itu tak dapat dipertahankan lagi oleh pemiliknya, terlepas dan meluncur bagaikan anak panah kemudian menancap pada dinding pagar, gagangnya bergetar keras mengeluarkan bunyi. (Bersambung)
(dwi)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
book/ rendering in 0.0456 seconds (0.1#10.140)