Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 4 Bagian 2
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Suling Emas
"Lu Sian, kau menjauhlah dulu. Urusan ini adalah urusan antara Kwee Seng dengan aku dan percayalah, tindakanku ini sesungguhnya demi kebaikan dirimu."
Kwee Seng adalah seorang pemuda yang amat halus perasaanya. Ia maklum orang macam bagaimana adanya sute ke dua dari Pat-jiu Sin-ong ini, seorang kasar dan pemarah, sombong dan tinggi hati. Mengapa tiba-tiba terkandung getaran halus yang amat berlawanan dengan wataknya itu ketika bicara terhadap Lu Sian ?
Tiba-tiba ia teringat akan semua peristiwa di Nan-cao dan keningnya berkerut. Tahulah ia sekarang sebabnya dan sekaligus terbongkar sudah olehnya semua rahasia pembunuhan di Beng-kauw. Hal ini mendatangkan marah di hatinya dan ia berkata.
"Nona, lebih baik kau menuruti permintaan susiokmu. Kau minggirlah, dan biar aku bicara dengannya." Liu Lu Sian tersenyum dan menjauhkan kudanya dengan wajah berseri. Hal inilah yang tidak dimengerti oleh Kwee Seng. Mengapa gadis itu malah tersenyum seperti orang bergembira padahal jelas bahwa paman gurunya mempunyai niat tidak baik terhadap dirinya? Ia tidak peduli, lalu meloncat turun dari atas kudanya dengan guci arak masih di tangan kiri, sambil membalik sehingga ketika kedua kakinya menginjak tanah, ia berhadapan dengan Ma Thai Kun dan seorang laki-laki muda yang sikapnya tenang sungguh-sungguh, berpakaian sederhana memakai caping dan punggungnya terhias sebatang cambuk. Ma Thai Kun merah mukanya, alisnya berkerut dan sepasang matanya memancarkan sinar kemarahan.
"Ma Thai Kun, katakanlah kehendak hatimu sekarang."
"Kwee Seng, kau seorang yang telah menghina Beng-kauw! Kau tidak memandang mata kepada tokoh-tokoh Beng-kauw, mengandalkan kepandaian mengalahkan seorang wanita muda, mengandalkan mulut manis mengelabuhi seorang tua. Twa-suheng boleh saja kau kelabuhi, akan tetapi aku Ma Thai Kun takkan membiarkan kau pergi menggondol keponakanku begitu saja untuk melaksanakan niatmu yang kotor!"
"Wah-wah! Hatimu dan pikiranmu sendiri berlepotan noda, kau masih bicara tentang niat kotor orang lain. Bagus sekali mengenal tangan mautmu yang telah kau pergunakan untuk membunuh tujuh orang pemuda di rumah penginapan dan tiga orang pemuda yang sudah kalah oleh Nona Liu Lu Sian!"
"Ma-susiok! Betulkah itu? Tiba-tiba Lu Sian yang mendengar kata-kata ini bertanya dengan suara terdengar gembira. Benar-benar Kwee Seng tidak mengerti dan sekali lagi ia terheran-heran atas sikap Lu Sian ini.
Merah wajah Ma Thai Kun. "Memang betul aku membunuh mereka. Cacing-cacing tanah itu tak tahu malu dan berani mengharapkan yang bukan-bukan, orang-orang macam mereka mana patut memikirkan Lu Sian? Aku membunuh mereka apa sangkut-pautnya dengan kau, Kwee Seng?"
"Suheng...! Kenapa kau lakukan kekejaman itu? Bukankah Ji-suheng sudah melarang kita..." Orang muda bertopi runcing itu bertanya, suaranya penuh kekuatiran.
"Sute, tak usah kauturut campur! Kau anak kecil tahu apa!"
Kwee Seng tertawa bergelak. Sekali pandang saja tahulah ia bahwa orang muda yang menjadi adik seperguruan Ma Thai Kun ini seorang yang jauh bedanya dengan saudara-saudara seperguruannya, jauh lebih bersih batinnya.
"Ma Thai Kun, memang urusan dengan pemuda itu tiada sangkut-pautnya dengan aku, akan tetapi pembunuhan keji itu tak boleh kudiamkan saja tanpa menegurmu. Apalagi, kau masih menitipkan sebuah benda kepadaku, apakah kau tidak ingin memintanya kembali?" Sambil berkata demikian, Kwee Seng mengeluarkan sebatang jarum merah dari saku bajunya. "Kau mengenal ini? Kau menghadiahkan ini kepadaku selagi aku tidur, dan untuk kebaikan hati itu aku belum membalasnya." Kwee Seng menyindir.
Berubah wajah Ma Thai Kun. "Kau kaukah jahanam itu...?" Bentaknya dan tanpa memberi peringatan lagi ia sudah menerjang ke depan, menggerakkan kedua tangannya mengirim serangan maut dengan pukulan-pukulan yang mengandung tenaga sin-kang sepenuhnya. (Bersambung)
"Lu Sian, kau menjauhlah dulu. Urusan ini adalah urusan antara Kwee Seng dengan aku dan percayalah, tindakanku ini sesungguhnya demi kebaikan dirimu."
Kwee Seng adalah seorang pemuda yang amat halus perasaanya. Ia maklum orang macam bagaimana adanya sute ke dua dari Pat-jiu Sin-ong ini, seorang kasar dan pemarah, sombong dan tinggi hati. Mengapa tiba-tiba terkandung getaran halus yang amat berlawanan dengan wataknya itu ketika bicara terhadap Lu Sian ?
Tiba-tiba ia teringat akan semua peristiwa di Nan-cao dan keningnya berkerut. Tahulah ia sekarang sebabnya dan sekaligus terbongkar sudah olehnya semua rahasia pembunuhan di Beng-kauw. Hal ini mendatangkan marah di hatinya dan ia berkata.
"Nona, lebih baik kau menuruti permintaan susiokmu. Kau minggirlah, dan biar aku bicara dengannya." Liu Lu Sian tersenyum dan menjauhkan kudanya dengan wajah berseri. Hal inilah yang tidak dimengerti oleh Kwee Seng. Mengapa gadis itu malah tersenyum seperti orang bergembira padahal jelas bahwa paman gurunya mempunyai niat tidak baik terhadap dirinya? Ia tidak peduli, lalu meloncat turun dari atas kudanya dengan guci arak masih di tangan kiri, sambil membalik sehingga ketika kedua kakinya menginjak tanah, ia berhadapan dengan Ma Thai Kun dan seorang laki-laki muda yang sikapnya tenang sungguh-sungguh, berpakaian sederhana memakai caping dan punggungnya terhias sebatang cambuk. Ma Thai Kun merah mukanya, alisnya berkerut dan sepasang matanya memancarkan sinar kemarahan.
"Ma Thai Kun, katakanlah kehendak hatimu sekarang."
"Kwee Seng, kau seorang yang telah menghina Beng-kauw! Kau tidak memandang mata kepada tokoh-tokoh Beng-kauw, mengandalkan kepandaian mengalahkan seorang wanita muda, mengandalkan mulut manis mengelabuhi seorang tua. Twa-suheng boleh saja kau kelabuhi, akan tetapi aku Ma Thai Kun takkan membiarkan kau pergi menggondol keponakanku begitu saja untuk melaksanakan niatmu yang kotor!"
"Wah-wah! Hatimu dan pikiranmu sendiri berlepotan noda, kau masih bicara tentang niat kotor orang lain. Bagus sekali mengenal tangan mautmu yang telah kau pergunakan untuk membunuh tujuh orang pemuda di rumah penginapan dan tiga orang pemuda yang sudah kalah oleh Nona Liu Lu Sian!"
"Ma-susiok! Betulkah itu? Tiba-tiba Lu Sian yang mendengar kata-kata ini bertanya dengan suara terdengar gembira. Benar-benar Kwee Seng tidak mengerti dan sekali lagi ia terheran-heran atas sikap Lu Sian ini.
Merah wajah Ma Thai Kun. "Memang betul aku membunuh mereka. Cacing-cacing tanah itu tak tahu malu dan berani mengharapkan yang bukan-bukan, orang-orang macam mereka mana patut memikirkan Lu Sian? Aku membunuh mereka apa sangkut-pautnya dengan kau, Kwee Seng?"
"Suheng...! Kenapa kau lakukan kekejaman itu? Bukankah Ji-suheng sudah melarang kita..." Orang muda bertopi runcing itu bertanya, suaranya penuh kekuatiran.
"Sute, tak usah kauturut campur! Kau anak kecil tahu apa!"
Kwee Seng tertawa bergelak. Sekali pandang saja tahulah ia bahwa orang muda yang menjadi adik seperguruan Ma Thai Kun ini seorang yang jauh bedanya dengan saudara-saudara seperguruannya, jauh lebih bersih batinnya.
"Ma Thai Kun, memang urusan dengan pemuda itu tiada sangkut-pautnya dengan aku, akan tetapi pembunuhan keji itu tak boleh kudiamkan saja tanpa menegurmu. Apalagi, kau masih menitipkan sebuah benda kepadaku, apakah kau tidak ingin memintanya kembali?" Sambil berkata demikian, Kwee Seng mengeluarkan sebatang jarum merah dari saku bajunya. "Kau mengenal ini? Kau menghadiahkan ini kepadaku selagi aku tidur, dan untuk kebaikan hati itu aku belum membalasnya." Kwee Seng menyindir.
Berubah wajah Ma Thai Kun. "Kau kaukah jahanam itu...?" Bentaknya dan tanpa memberi peringatan lagi ia sudah menerjang ke depan, menggerakkan kedua tangannya mengirim serangan maut dengan pukulan-pukulan yang mengandung tenaga sin-kang sepenuhnya. (Bersambung)
(dwi)