Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 3 Bagian 4
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Suling Emas
"Maaf, Nona. Memang saya tadi berlaku lancang. Akan tetapi sekali-kali bukan dengan maksud hati yang buruk, hanya untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah. Sudah terlalu jiwa melayang........... ah, sayang sekali. Kunasihatkan kepadamu, Nona. Hentikan cara pemilihan suami seperti ini. Tiada guna! Dan kasihan kepada yang tidak mampu menandingimu. Nah, sekali lagi maafkan kelancanganku tadi!" Ia menjura dan hendak pergi.
"Eh orang lancang! Bagaimana kau biasa pergi begitu saja setelah menghinaku? Hayo maju kalau kau memang berkepandaian!" Lu Sian sengaja menantang karena hatinya sudah jatuh dan ingin ia menguji kepandaian laki-laki yang menarik hatinya ini. Kalau memang benar seperti dugaannya, bahwa laki-laki ini seperti terbukti ketika menagkisnya tadi, memiliki kepandaian tinggi, ia akan merasa puas mendapat jodoh setampan dan segagah ini. Kwee Seng memang tampan pula tetapi terlalu tampan seperti perempuan, kalah gagah oleh pemuda ini. Dan biarpun ia tahu ilmu kepandaian Kwee Seng mungkin hebat, akan tetapi sikap pemuda itu terlalu halus, terlalu lemah lembut, kurang "jantan!"
Pemuda itu membalikkan tubuhnya, kembali menjura kepada Lu Sian sambil berkata, suaranya perlahan. "Hanya Tuhan yang tahu betapa inginnya hatiku menjadi pemenang... akan tetapi... bukan beginilah caranya. Maafkan, Nona, biarlah aku mengaku kalah terhadapmu!" Sambil melempar pandang tajam yang menusuk hati Lu Sian, pemuda itu hendak mengundurkan diri.
"Apakah engkau begitu pengecut, berani berlaku lancang tidak berani memperkenalkan diri? Siapakah kau yang sudah berani... menghinaku?
Dimaki pengecut, pemuda itu menjadi merah mukanya. "Aku bukan pengecut! Kalau Nona ingin benar tahu, namaku adalah Kam Si Ek dari Shan-si." Setelah berkata demikian, pemuda gagah bernama Kam Si Ek itu lalu meloncat turun dari panggung dan cepat-cepat lari keluar dari halaman gedung. Sampai beberapa saat lamanya Liu Lu Sian berdiri bengong di atas panggung, merasa betapa semangatnya seakan-akan melayang-layang mengikuti kepergian pemuda ganteng itu,
"Pat-jiu Sin-ong, kau baru saja kehilangan seorang calon mantu yang hebat!" Kwee Seng berkata sambil menyambar daging panggang dengan sumpitnya.
"Kau maksudkan bocah ganteng tadi? Siapakah dia? Namanya tidak pernah kudengar," jawab Pat-jiu Sin-ong.
"Ha-ha-ha! Kam Si Ek adalah panglima muda di Shan-si dan hanya karena adanya pemuda itulah maka Shan-si terkenal daerah yang amat kuat dan membuat gubernurnya yang bernama Li Ko Yung terkenal. Cocok sekali dia dengan puterimu. Puterimu menjadi perebutan pemuda-pemuda, sebaliknya entah berapa banyaknya gadis di dunia ini yang ingin menjadi istrinya! Ha-ha-ha!" Terang bahwa Kwee Seng sudah mulai terpengaruh arak. Memang sebetulnyalah kalau pemuda itu tadi mengatakan bahwa dia tidak biasa minum arak banyak-banyak. Akan tetapi karena kerusakan hatinya menghadapi cinta terhadap Liu Lu Sian berbareng kecewa, ia sengaja nekat minum terus tanpa ditakar lagi.
"Huh, apa artinya panglima bagiku? Dia memang tampan, akan tetapi kalau disuruh memilih kau, Kwee Seng!"
Liu Lu Sian tersentak kaget dan membalikkan tubuh, masih berdiri di tengah panggung. Juga para tamu mendengar percakapan yang dilakukan dengan suara keras itu. Kini mereka memandang ke arah mereka, terutama sekali Kwee Seng menjadi pusat perhatian.
Pemuda ini sudah bangkit berdiri, cawan arak di tangan kanannya. Hatinya berguncang keras ketika ia mendengar ucapan ketua Beng-kauw itu. Betapa tidak? Jelas bahwa Ketua Beng-kauw ini agaknya suka memilih dia sebagai mantu. Dan dia sendiri pun sudah jelas mencintai gadis jelita itu, hal ini tidak dapat ia bantah, seluruh isi hati dan tubuhnya mengakui. Mau apa lagi? Tinggal mengalahkan gadis itu, apa sukarnya? Akan tetapi di balik rasa cinta, di sudut kepalanya di mana kesadarannya berada, terdapat rasa tak senang yang menekan kembali rasa cinta kasihnya dengan bisikan-bisikan tentang kenyataan betapa keadaan gadis itu dan keluarganya sama sekali tidak cocok, bahkan berlawanan dengan pendirian dan wataknya. Ia jatuh cinta kepada seorang dara yang berwatak liar dan ganas, sombong dan tinggi hati, licik dan keji, gadis yang menjadi puteri tunggal Ketua Beng-kauw yang sakti, aneh dan sukar diketahui bagaimana wataknya. Gadis yang menjadi sebab kematian banyak pemuda yang tak berdosa! Kesadarannya membisikkan bahwa betapa pun ia mencintai gadis itu, cintanya hanya karena pengaruh kejelitaan gadis itu dan kalau ia menuruti cintanya yang terdorong nafsu, kelak akan tersiksa hatinya. Akan tetapi perasaannya membantah kalau ia boleh membawa pergi gadis itu bersamanya, mungkin ia bisa membimbingnya menjadi seorang isteri yang baik dan cocok dengan sifat-sifat dan wataknya.
"Lo-enghiong, jangan main-main!"
"Ha-ha, siapa main-main? Kwee-hian-tit hanya kaulah yang agaknya pantas bertanding dengan puteriku. Hayo kau kalahkan dia, kalau tidak anakku itu akan makin besar kepala saja dan para tamu tentu akan mengira aku hendak menang sendiri! Ha-ha-ha!" (Bersambung)
"Maaf, Nona. Memang saya tadi berlaku lancang. Akan tetapi sekali-kali bukan dengan maksud hati yang buruk, hanya untuk mencegah terjadinya pertumpahan darah. Sudah terlalu jiwa melayang........... ah, sayang sekali. Kunasihatkan kepadamu, Nona. Hentikan cara pemilihan suami seperti ini. Tiada guna! Dan kasihan kepada yang tidak mampu menandingimu. Nah, sekali lagi maafkan kelancanganku tadi!" Ia menjura dan hendak pergi.
"Eh orang lancang! Bagaimana kau biasa pergi begitu saja setelah menghinaku? Hayo maju kalau kau memang berkepandaian!" Lu Sian sengaja menantang karena hatinya sudah jatuh dan ingin ia menguji kepandaian laki-laki yang menarik hatinya ini. Kalau memang benar seperti dugaannya, bahwa laki-laki ini seperti terbukti ketika menagkisnya tadi, memiliki kepandaian tinggi, ia akan merasa puas mendapat jodoh setampan dan segagah ini. Kwee Seng memang tampan pula tetapi terlalu tampan seperti perempuan, kalah gagah oleh pemuda ini. Dan biarpun ia tahu ilmu kepandaian Kwee Seng mungkin hebat, akan tetapi sikap pemuda itu terlalu halus, terlalu lemah lembut, kurang "jantan!"
Pemuda itu membalikkan tubuhnya, kembali menjura kepada Lu Sian sambil berkata, suaranya perlahan. "Hanya Tuhan yang tahu betapa inginnya hatiku menjadi pemenang... akan tetapi... bukan beginilah caranya. Maafkan, Nona, biarlah aku mengaku kalah terhadapmu!" Sambil melempar pandang tajam yang menusuk hati Lu Sian, pemuda itu hendak mengundurkan diri.
"Apakah engkau begitu pengecut, berani berlaku lancang tidak berani memperkenalkan diri? Siapakah kau yang sudah berani... menghinaku?
Dimaki pengecut, pemuda itu menjadi merah mukanya. "Aku bukan pengecut! Kalau Nona ingin benar tahu, namaku adalah Kam Si Ek dari Shan-si." Setelah berkata demikian, pemuda gagah bernama Kam Si Ek itu lalu meloncat turun dari panggung dan cepat-cepat lari keluar dari halaman gedung. Sampai beberapa saat lamanya Liu Lu Sian berdiri bengong di atas panggung, merasa betapa semangatnya seakan-akan melayang-layang mengikuti kepergian pemuda ganteng itu,
"Pat-jiu Sin-ong, kau baru saja kehilangan seorang calon mantu yang hebat!" Kwee Seng berkata sambil menyambar daging panggang dengan sumpitnya.
"Kau maksudkan bocah ganteng tadi? Siapakah dia? Namanya tidak pernah kudengar," jawab Pat-jiu Sin-ong.
"Ha-ha-ha! Kam Si Ek adalah panglima muda di Shan-si dan hanya karena adanya pemuda itulah maka Shan-si terkenal daerah yang amat kuat dan membuat gubernurnya yang bernama Li Ko Yung terkenal. Cocok sekali dia dengan puterimu. Puterimu menjadi perebutan pemuda-pemuda, sebaliknya entah berapa banyaknya gadis di dunia ini yang ingin menjadi istrinya! Ha-ha-ha!" Terang bahwa Kwee Seng sudah mulai terpengaruh arak. Memang sebetulnyalah kalau pemuda itu tadi mengatakan bahwa dia tidak biasa minum arak banyak-banyak. Akan tetapi karena kerusakan hatinya menghadapi cinta terhadap Liu Lu Sian berbareng kecewa, ia sengaja nekat minum terus tanpa ditakar lagi.
"Huh, apa artinya panglima bagiku? Dia memang tampan, akan tetapi kalau disuruh memilih kau, Kwee Seng!"
Liu Lu Sian tersentak kaget dan membalikkan tubuh, masih berdiri di tengah panggung. Juga para tamu mendengar percakapan yang dilakukan dengan suara keras itu. Kini mereka memandang ke arah mereka, terutama sekali Kwee Seng menjadi pusat perhatian.
Pemuda ini sudah bangkit berdiri, cawan arak di tangan kanannya. Hatinya berguncang keras ketika ia mendengar ucapan ketua Beng-kauw itu. Betapa tidak? Jelas bahwa Ketua Beng-kauw ini agaknya suka memilih dia sebagai mantu. Dan dia sendiri pun sudah jelas mencintai gadis jelita itu, hal ini tidak dapat ia bantah, seluruh isi hati dan tubuhnya mengakui. Mau apa lagi? Tinggal mengalahkan gadis itu, apa sukarnya? Akan tetapi di balik rasa cinta, di sudut kepalanya di mana kesadarannya berada, terdapat rasa tak senang yang menekan kembali rasa cinta kasihnya dengan bisikan-bisikan tentang kenyataan betapa keadaan gadis itu dan keluarganya sama sekali tidak cocok, bahkan berlawanan dengan pendirian dan wataknya. Ia jatuh cinta kepada seorang dara yang berwatak liar dan ganas, sombong dan tinggi hati, licik dan keji, gadis yang menjadi puteri tunggal Ketua Beng-kauw yang sakti, aneh dan sukar diketahui bagaimana wataknya. Gadis yang menjadi sebab kematian banyak pemuda yang tak berdosa! Kesadarannya membisikkan bahwa betapa pun ia mencintai gadis itu, cintanya hanya karena pengaruh kejelitaan gadis itu dan kalau ia menuruti cintanya yang terdorong nafsu, kelak akan tersiksa hatinya. Akan tetapi perasaannya membantah kalau ia boleh membawa pergi gadis itu bersamanya, mungkin ia bisa membimbingnya menjadi seorang isteri yang baik dan cocok dengan sifat-sifat dan wataknya.
"Lo-enghiong, jangan main-main!"
"Ha-ha, siapa main-main? Kwee-hian-tit hanya kaulah yang agaknya pantas bertanding dengan puteriku. Hayo kau kalahkan dia, kalau tidak anakku itu akan makin besar kepala saja dan para tamu tentu akan mengira aku hendak menang sendiri! Ha-ha-ha!" (Bersambung)
(dwi)