Kho Ping Hoo, Suling Emas Jilid 6 Bagian 9
loading...
A
A
A
Kho Ping Hoo, Suling Emas
Setelah gema suara lengking itu mereda, Kwee Seng sambil menusukkan pedangnya ke arah pusar lawan dengan jurus Pat-sian-lauw-goat (Delapan Dewa Mencari Bulan) berkata, "Orang tua, apakah begitu perlu Pat-mo-kun harus kaubantu dengan Coan-im-kang (Tenaga Mengirim Suara) untuk mengalahkan pat-sian-kun?"
Merah wajah Pat-jiu Sin-ong. Ia mengerahkan tenaga menangkis tusukan ke arah pusar sambil menjawab. "Pat-mo Kiam-sut belum kalah, jangan kau banyak tingkah dan menjadi sombong!"
Akan tetapi ketika pedang Kwee Seng tertangkis pedang itu kembali sudah terpental dan membentuk jurus Pat-sian-ci-lou (Delapan Dewa Menunjuk Jalan) yang menusuk ke arah leher. Gerakan Kwee Seng begitu cepat dan susulan serangannya secara otomatis sehingga lawannya tiada kesempatan untuk membalas. Karena jelas bahwa Pat-mo-kun selalu "tertindih" oleh Pat-sian-kun, makin lama makin panaslah hati Pat-jiu Sin-ong, yang membuat dadanya serasa akan meledak! Ia menggereng dan kini Pat-mo Kiam-sut ia mainkan cepat sekali dalam usahanya untuk mendobrak dan membobol garis kurungan Pat-sian-kun. Pedangnya bergulung-gulung merupakan sinar terang, berubah-ubah bentuknya, kadang-kadang merupakan sinar bergulung-gulung membentuk lingkaran-lingkaran. Hebat sekali memang Pat-mo Kiam-sut yang diciptakan oleh kakek sakti itu.
Namun Kwee Seng sudah mengetahui rahasia Pat-mo-kun, karena sesungguhnya Pat-mo-kun diciptakan dengan dasar Pat-sian-kun dan Kwee Seng adalah seorang ahli Pat-sian-kun. Maka pemuda sakti ini dapat menggerakkan pedangnya yang selalu mengatasi gerakan lawan, selalu mengurung dan selalu menindih, sebagian besar dia yang menyerang. Lingkaran-lingkaran yang dibentuk oleh gulungan sinar pedangnya lebih luas dan lebih lebar, seakan-akan "menggulung" lingkaran sinar Pat-jiu Sin-ong!
Dua jam lebih mereka bertanding dan selama ini Pat-jiu Sin-ong selalu mainkan Pat-mo-kun sedangkan di lain pihak Kwee Seng mainkan Pat-sian-kun. Biarpun Kwee Seng juga tidak pernah dapat menyentuh lawan dengan pedangnya, namun dalam pertandingan selama dua jam ini, jelas bahwa Pat-sian-kun lebih unggul karena delapan puluh prosen Kwee Seng menyerang sedangkan lawannya selalu harus mempertahankan diri dengan sekali waktu membalas serangan yang tiada artinya.
Makin lama pat-jiu Sin-ong makin marah. Bukan marah kepada Kwee Seng melainkan panas perutnya karena benar-benar Pat-mo Kiam-sut tidak dapat mengatasi Pat-sian-kun. Memang watak ketua Beng-kauw ini aneh sekali, tidak mau ia dikalahkan. Ia sebenarnya amat suka kepada Kwee Seng, bahkan ia akan merasa gembira sekali kalau puteri tunggalnya dapat menjadi isteri Kwee Seng ini yang ia kagumi. Akan tetapi kalau ia harus kalah, nanti dulu! Watak ini pula agaknya yang menurun kepada Lu Sian.
"Kwee Seng! Kalau Pat-mo-kun tidak dapat mengatasi Pat-sian-kun, itupun belum cukup menjadi alasan untukmu menurunkannya kepada anakku! Apa artinya Pat-sian-kun yang biarpun sedikit lebih unggul dan dapat mengalahkan ilmuku yang lain, bukan hanya Lu Sian, aku sendiri akan membuang semua ilmu silatku dan hanya mempelajari satu macam ilmu saja, yaitu Pat-sian-kun!" Setelah berkata demikian, kakek itu kini memutar pedangnya sedemikian hebatnya sehingga gulungan sinarnya bergelombang datang hendak menelan Kwee Seng! Di samping gelombang gulungan sinar pedang itu, masih terdengar angin menderu menyambar ketika tangan kiri kakek itu ikut menerjang dengan dorongan-dorongan jarak jauh yang mengandung angin pukulan kuat sekali!
"Hei...hei...! Orang tua, apakah kepalamu kebakaran? Hati boleh panas kepala harus tetap dingin!" Kwee Seng sibuk sekali memutar pedangnya untuk melindungi diri sambil mengucapkan kata-kata memperingatan.
"Ha-ha-ha, orang muda, kau mulai takut?"
Kata-kata takut adalah pantangan bagi semua orang gagah, tak terkecuali Kwee Seng. Mendengar ia disangka takut, hatinya panas sekali. "Siapa takut?" bentaknya dan pandangnya berkelebat-kelebat dalam usaha membalas serangan.
Namun, Pak-sian Kiam-sut kurang lengkap kalau harus melayani gelombang serangan ilmu pedang itu apalagi masih dibantu dengan sambaran angin pukulan tangan kiri yang demikian ampuhnya. Kwee Seng masih terus mempertahankan dengan permainan Pat-sian Kiam-hoat, dan biarpun ia mampu membendung gelombang serangan, namun ia terdesak dan harus mundur-mundur ke arah jurang hitam!
"Ha-ha-ha, Kim-mo-eng! Begini sajakah kepandaianmu? Apakah kau hanya mengandalkan Pat-sian-kun untuk menjagoi dan mengangkat nama sebagai seorang pendekar sakti? Ha-ha-ha, sungguh lucu!" Pat-jiu Sin-ong tertawa bergelak. (Bersambung)
Setelah gema suara lengking itu mereda, Kwee Seng sambil menusukkan pedangnya ke arah pusar lawan dengan jurus Pat-sian-lauw-goat (Delapan Dewa Mencari Bulan) berkata, "Orang tua, apakah begitu perlu Pat-mo-kun harus kaubantu dengan Coan-im-kang (Tenaga Mengirim Suara) untuk mengalahkan pat-sian-kun?"
Merah wajah Pat-jiu Sin-ong. Ia mengerahkan tenaga menangkis tusukan ke arah pusar sambil menjawab. "Pat-mo Kiam-sut belum kalah, jangan kau banyak tingkah dan menjadi sombong!"
Akan tetapi ketika pedang Kwee Seng tertangkis pedang itu kembali sudah terpental dan membentuk jurus Pat-sian-ci-lou (Delapan Dewa Menunjuk Jalan) yang menusuk ke arah leher. Gerakan Kwee Seng begitu cepat dan susulan serangannya secara otomatis sehingga lawannya tiada kesempatan untuk membalas. Karena jelas bahwa Pat-mo-kun selalu "tertindih" oleh Pat-sian-kun, makin lama makin panaslah hati Pat-jiu Sin-ong, yang membuat dadanya serasa akan meledak! Ia menggereng dan kini Pat-mo Kiam-sut ia mainkan cepat sekali dalam usahanya untuk mendobrak dan membobol garis kurungan Pat-sian-kun. Pedangnya bergulung-gulung merupakan sinar terang, berubah-ubah bentuknya, kadang-kadang merupakan sinar bergulung-gulung membentuk lingkaran-lingkaran. Hebat sekali memang Pat-mo Kiam-sut yang diciptakan oleh kakek sakti itu.
Namun Kwee Seng sudah mengetahui rahasia Pat-mo-kun, karena sesungguhnya Pat-mo-kun diciptakan dengan dasar Pat-sian-kun dan Kwee Seng adalah seorang ahli Pat-sian-kun. Maka pemuda sakti ini dapat menggerakkan pedangnya yang selalu mengatasi gerakan lawan, selalu mengurung dan selalu menindih, sebagian besar dia yang menyerang. Lingkaran-lingkaran yang dibentuk oleh gulungan sinar pedangnya lebih luas dan lebih lebar, seakan-akan "menggulung" lingkaran sinar Pat-jiu Sin-ong!
Dua jam lebih mereka bertanding dan selama ini Pat-jiu Sin-ong selalu mainkan Pat-mo-kun sedangkan di lain pihak Kwee Seng mainkan Pat-sian-kun. Biarpun Kwee Seng juga tidak pernah dapat menyentuh lawan dengan pedangnya, namun dalam pertandingan selama dua jam ini, jelas bahwa Pat-sian-kun lebih unggul karena delapan puluh prosen Kwee Seng menyerang sedangkan lawannya selalu harus mempertahankan diri dengan sekali waktu membalas serangan yang tiada artinya.
Makin lama pat-jiu Sin-ong makin marah. Bukan marah kepada Kwee Seng melainkan panas perutnya karena benar-benar Pat-mo Kiam-sut tidak dapat mengatasi Pat-sian-kun. Memang watak ketua Beng-kauw ini aneh sekali, tidak mau ia dikalahkan. Ia sebenarnya amat suka kepada Kwee Seng, bahkan ia akan merasa gembira sekali kalau puteri tunggalnya dapat menjadi isteri Kwee Seng ini yang ia kagumi. Akan tetapi kalau ia harus kalah, nanti dulu! Watak ini pula agaknya yang menurun kepada Lu Sian.
"Kwee Seng! Kalau Pat-mo-kun tidak dapat mengatasi Pat-sian-kun, itupun belum cukup menjadi alasan untukmu menurunkannya kepada anakku! Apa artinya Pat-sian-kun yang biarpun sedikit lebih unggul dan dapat mengalahkan ilmuku yang lain, bukan hanya Lu Sian, aku sendiri akan membuang semua ilmu silatku dan hanya mempelajari satu macam ilmu saja, yaitu Pat-sian-kun!" Setelah berkata demikian, kakek itu kini memutar pedangnya sedemikian hebatnya sehingga gulungan sinarnya bergelombang datang hendak menelan Kwee Seng! Di samping gelombang gulungan sinar pedang itu, masih terdengar angin menderu menyambar ketika tangan kiri kakek itu ikut menerjang dengan dorongan-dorongan jarak jauh yang mengandung angin pukulan kuat sekali!
"Hei...hei...! Orang tua, apakah kepalamu kebakaran? Hati boleh panas kepala harus tetap dingin!" Kwee Seng sibuk sekali memutar pedangnya untuk melindungi diri sambil mengucapkan kata-kata memperingatan.
"Ha-ha-ha, orang muda, kau mulai takut?"
Kata-kata takut adalah pantangan bagi semua orang gagah, tak terkecuali Kwee Seng. Mendengar ia disangka takut, hatinya panas sekali. "Siapa takut?" bentaknya dan pandangnya berkelebat-kelebat dalam usaha membalas serangan.
Namun, Pak-sian Kiam-sut kurang lengkap kalau harus melayani gelombang serangan ilmu pedang itu apalagi masih dibantu dengan sambaran angin pukulan tangan kiri yang demikian ampuhnya. Kwee Seng masih terus mempertahankan dengan permainan Pat-sian Kiam-hoat, dan biarpun ia mampu membendung gelombang serangan, namun ia terdesak dan harus mundur-mundur ke arah jurang hitam!
"Ha-ha-ha, Kim-mo-eng! Begini sajakah kepandaianmu? Apakah kau hanya mengandalkan Pat-sian-kun untuk menjagoi dan mengangkat nama sebagai seorang pendekar sakti? Ha-ha-ha, sungguh lucu!" Pat-jiu Sin-ong tertawa bergelak. (Bersambung)
(dwi)