Bedes, Panggilan Akrab Sapardi Djoko Damono pada Mahasiswanya

Minggu, 19 Juli 2020 - 20:00 WIB
Para pelayat memadati rumah duka untuk memberi penghormatan terakhir pada sastrawan Sapardi Djoko Damono. Foto/SINDOnews/Hasan Kurniawan
TANGERANG SELATAN - Kepergian Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono meninggalkan duka mendalam. Tidak hanya bagi keluarga dan saudara, tapi juga mantan mahasiswanya.

Meski sudah lama tidak diajar, Sapardi dan eks mahasiswanya itu memiliki ikatan batin yang sangat kuat. Tidak heran jika hari ini (19/7) rumah duka Sapardi di kawasan Kompleks Dosen UI, Ciputat, Kota Tangsel, dipenuhi mantan mahasiswanya. ( )

Adapun yang membuat ikatan antara dosen dan mahasiswa itu solid adalah gaya Sapardi yang luwes dalam mengajar serta tidak eksklusif. Sehingga, ia bisa masuk ke semua kalangan.



Tidak hanya itu, Sapardi juga punya panggilan akrab kepada para mahasiswanya. Dia biasa memanggil mahasiswa "bedes" yang dalam bahasa Jawa berarti monyet. Meski demikian, tak ada yang merasa tersinggung.

Seperti diungkapkan Yanusa Nugroho (70), eks mahasiswa Sapardi di tahun 1984. Dia mengaku, mendapatkan panggilan "bedes" dari almarhum karena kedekatan hubungan mereka.

"Kalau dulu, zaman saya kuliah, memanggil mahasiswanya "bedes" atau monyet. Itu pangilan akrab," kata Yanusa saat bertemu di rumah duka, Kompleks Dosen UI, Ciputat, Tangsel, Minggu (19/7).

Tidak hanya di kampus, di luar kampus pun Sapardi tetap berhubungan dengan para mahasiswanya. Tidak sedikit mahasiswa yang datang ke rumahnya untuk sharing.

Rumah Sapardi pun seperti markas. Kepada para tamunya, baik yang sudah dikenal maupun belum, Sapardi sangat terbuka. Dia juga tidak segan berbagi ilmu dengan mereka. Termasuk dengan yang lebih muda.

"Saya dulu tiap malam Minggu pasti ke rumah beliau. Lumayan dapat kulaih tambahan, ngobrol semalam suntuk soal sejarah sastra Indonesia, Inggris, hingga musik. Itu sebabnya banyak yang kehilangan," ujar Yanusa. ( )

Bahkan dalam beberapa proses kreatif, sosok bersahaja itu tidak sungkan untuk bekerja bareng dengan mahasiswanya. Hal inilah yang membuat Sapardi menjadi cepat akrab.

"Saya dulu pernah terlibat kerja bersama beliau. Saat itu Pekan Apresiasi Sastra 88, cikal bakal Musikalisasi Puisi. Saat itu, saya yang menjadi sekretarisnya. Ya, terlibat sangat jauh," kenang Yanusa.

Saat ini Sapardi telah pergi. Jenazahnya pun telah dimakamkan. Keluarga, saudara, dan para kerabat kompak mengurus kepergian sang guru tercinta. Selamat jalan!
(tsa)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More