Pertama di Dunia, Teknik Operasi Hancurkan Batu Tanduk Rusa Ginjal Tanpa Radiasi
Minggu, 02 Agustus 2020 - 14:52 WIB
Pada prosedur tersebut, kata Dr. Ponco, diperlukan pencitraan untuk menilai apakah akses ke ginjal sudah tercapai. Bisa menggunakan x-ray dan fluoroscopy ataupun ultrasonografi. Setelah akses tercapai, saluran kemih dilebarkan dengan dilator dan dimasukkan kamera untuk melihat struktur ginjal. Kemudian batu dihancurkan.
"Setelah semua batu dihancurkan, dilakukan pencitraan kembali apakah masih ada batu tersisa atau tidak,” ujar Dr. Ponco.
Staghorn stone merupakan salah satu batu ginjal yang bentuknya menyerupai tanduk, dan mempunyai cabang-cabang yang terdapat di pelvis renalis sampai mengenai dua atau lebih kaliks renalis sehingga membentuk gambaran seperti tanduk rusa. Besar kecilnya batu ini tergantung dari ukuran ginjal.
Hingga saat ini belum ada data mengenai prevalensi batu tanduk rusa di Indonesia. Tapi, menurut data RISKESDAS tahun 2013, prevalensi batu ginjal di Indonesia adalah 0,6%.
Batu tanduk rusa sangat rentan dialami pasien yang memiliki riwayat keturunan saluran kemih, asam urat, infeksi saluran kemih, ginjal tunggal, obesitas, dan sindrom metabolik. Selain itu, rentan pula bagi mereka yang memiliki penyakit lain seperti hiperparatiroidisme, penyakit ginjal polikistik, penyakit pencernaan (reseksi usus, penyakit chron, gangguan absorpsi), dan kelainan saraf tulang belakang (medula spinalis) dengan gejala seperti sering mengompol (neurogenic bladder).
Orang dengan struktur ginjal abnormal seperti obsruksi UPJ, divertikulum kaliks, striktur uretra, refluks vesiko-uretero-renal, ginjal tapal kuda, dan uretterocele juga berisiko mengidap batu tanduk rusa.
Kelompok usia 55-64 tahun paling rentan terkena batu tanduk rusa, dengan prevalensi pada laki-laki 0,8% dan perempuan 0,4%. ( )
Menurut Dr. Ponco, batu tanduk rusa dapat muncul kembali, tetapi hal tersebut dapat dihindari dengan beberapa langkah sebagai berikut mengonsumsi air mineral cukup, mengontrol konsumsi garam, mengontrol konsumsi protein hewani, mengurangi minuman beralkohol, banyak mengonsumsi makanan yang mengandung serat, menjaga kebersihan diri untuk mengurangi kemungkinan infeksi saluran kemih, serta menambah aktivitas fisik.
"Aktivitas fisik intensitas sedang minimal 150 menit per minggu dan intensitas berat minimal 75 menit per minggu. Atau mengombinasi aktivitas intensitas sedang dan berat yang sesuai," tutup Dr. Ponco.
Lihat Juga: Mengenal Penyakit Scabies yang Sering Dialami Santri: Penyebab, Gejala, dan Cara Mencegahnya
"Setelah semua batu dihancurkan, dilakukan pencitraan kembali apakah masih ada batu tersisa atau tidak,” ujar Dr. Ponco.
Staghorn stone merupakan salah satu batu ginjal yang bentuknya menyerupai tanduk, dan mempunyai cabang-cabang yang terdapat di pelvis renalis sampai mengenai dua atau lebih kaliks renalis sehingga membentuk gambaran seperti tanduk rusa. Besar kecilnya batu ini tergantung dari ukuran ginjal.
Hingga saat ini belum ada data mengenai prevalensi batu tanduk rusa di Indonesia. Tapi, menurut data RISKESDAS tahun 2013, prevalensi batu ginjal di Indonesia adalah 0,6%.
Batu tanduk rusa sangat rentan dialami pasien yang memiliki riwayat keturunan saluran kemih, asam urat, infeksi saluran kemih, ginjal tunggal, obesitas, dan sindrom metabolik. Selain itu, rentan pula bagi mereka yang memiliki penyakit lain seperti hiperparatiroidisme, penyakit ginjal polikistik, penyakit pencernaan (reseksi usus, penyakit chron, gangguan absorpsi), dan kelainan saraf tulang belakang (medula spinalis) dengan gejala seperti sering mengompol (neurogenic bladder).
Orang dengan struktur ginjal abnormal seperti obsruksi UPJ, divertikulum kaliks, striktur uretra, refluks vesiko-uretero-renal, ginjal tapal kuda, dan uretterocele juga berisiko mengidap batu tanduk rusa.
Kelompok usia 55-64 tahun paling rentan terkena batu tanduk rusa, dengan prevalensi pada laki-laki 0,8% dan perempuan 0,4%. ( )
Menurut Dr. Ponco, batu tanduk rusa dapat muncul kembali, tetapi hal tersebut dapat dihindari dengan beberapa langkah sebagai berikut mengonsumsi air mineral cukup, mengontrol konsumsi garam, mengontrol konsumsi protein hewani, mengurangi minuman beralkohol, banyak mengonsumsi makanan yang mengandung serat, menjaga kebersihan diri untuk mengurangi kemungkinan infeksi saluran kemih, serta menambah aktivitas fisik.
"Aktivitas fisik intensitas sedang minimal 150 menit per minggu dan intensitas berat minimal 75 menit per minggu. Atau mengombinasi aktivitas intensitas sedang dan berat yang sesuai," tutup Dr. Ponco.
Lihat Juga: Mengenal Penyakit Scabies yang Sering Dialami Santri: Penyebab, Gejala, dan Cara Mencegahnya
(tsa)
tulis komentar anda