Mengenal Ibnu Batuttah, Backpacker Legend Muslim Abad ke-14
Sabtu, 23 November 2024 - 10:53 WIB
JAKARTA - Ibnu Batutah merupakan penjelajah Muslim abad pertengahan terhebat dan penulis salah satu buku perjalanan paling terkenal, Riḥlah (Perjalanan).
Karya besar Ibnu Baitutah menggambarkan perjalanannya yang luas meliputi 75.000 mil (120.000 km) perjalanan ke hampir semua negara Muslim dan sejauh China dan Sumatra.
Pada 1325, di usia 21 tahun, dia memulai perjalanannya dengan menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Awalnya, tujuannya adalah untuk memenuhi kewajiban agama dan memperluas pendidikan dengan belajar di bawah bimbingan para ulama terkenal di Mesir, Suriah dan Hejaz (Arab Barat).
Keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut dibuktikan dengan banyaknya nama ulama dan sufi (ahli mistik Islam) yang ditemuinya, serta daftar ijazah yang dianugerahkan kepadanya, terutama di Damaskus.
Studi-studi tersebut membuatnya memenuhi syarat untuk menduduki jabatan peradilan, sedangkan klaim sebagai mantan murid para ahli terkemuka dalam ilmu-ilmu Islam tradisional saat itu sangat meningkatkan peluangnya dan membuatnya menjadi tamu terhormat di banyak istana.
Namun, ketenaran itu menyusul kemudian. Di Mesir, tempat dia tiba melalui jalur darat melalui Tunis dan Tripoli, hasrat yang tak tertahankan untuk bepergian muncul dalam jiwanya. Dia pun memutuskan untuk mengunjungi sebanyak mungkin belahan dunia dengan menetapkan aturan "tidak akan pernah menempuh jalan mana pun untuk kedua kalinya."
Karya besar Ibnu Baitutah menggambarkan perjalanannya yang luas meliputi 75.000 mil (120.000 km) perjalanan ke hampir semua negara Muslim dan sejauh China dan Sumatra.
Baca Juga
Awal Perjalanan Ibnu Batutah
Dikutip britannica, Ibnu Batutah berasal dari keluarga yang menghasilkan sejumlah hakim Muslim (qadi). Tokoh kelahiran Tangier, Maroko pada 24 Februari 1304 ini menerima pendidikan hukum dan sastra tradisional di kota asalnya, Tangier.Pada 1325, di usia 21 tahun, dia memulai perjalanannya dengan menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Awalnya, tujuannya adalah untuk memenuhi kewajiban agama dan memperluas pendidikan dengan belajar di bawah bimbingan para ulama terkenal di Mesir, Suriah dan Hejaz (Arab Barat).
Keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut dibuktikan dengan banyaknya nama ulama dan sufi (ahli mistik Islam) yang ditemuinya, serta daftar ijazah yang dianugerahkan kepadanya, terutama di Damaskus.
Studi-studi tersebut membuatnya memenuhi syarat untuk menduduki jabatan peradilan, sedangkan klaim sebagai mantan murid para ahli terkemuka dalam ilmu-ilmu Islam tradisional saat itu sangat meningkatkan peluangnya dan membuatnya menjadi tamu terhormat di banyak istana.
Namun, ketenaran itu menyusul kemudian. Di Mesir, tempat dia tiba melalui jalur darat melalui Tunis dan Tripoli, hasrat yang tak tertahankan untuk bepergian muncul dalam jiwanya. Dia pun memutuskan untuk mengunjungi sebanyak mungkin belahan dunia dengan menetapkan aturan "tidak akan pernah menempuh jalan mana pun untuk kedua kalinya."
Lihat Juga :
tulis komentar anda