BPOM Perlu Lebih Serius Tangani SKM

Minggu, 18 Oktober 2020 - 10:50 WIB
Masih banyak orangtua yang memberikan anak mereka kental manis. Foto Ilustrasi/Thriftyfun.com
JAKARTA - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan aturan tentang label, promosi, dan penggunaan produk kental manis melalui PerBPOM No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Peraturan tersebut menyebutkan aturan bakal disosialisasikan selama 30 bulan untuk memberi cukup waktu perbaikan label bagi produsen susu kental dan analognya.

“Nyatanya, setelah 2 tahun berjalan, belum terlihat langkah strategis sosialisasi peraturan untuk masyarakat yang diterapkan oleh pemerintah, baik BPOM maupun Kementerian Kesehatan,” kata Ketua Harian Kopmas Rita Nurini dalam "Webinar Diskusi Terbatas 2 Tahun Per BPOM No. 31 Tahun 2018: Pemerintah Setengah Hati Mengurusi Susu Kental Manis".

( )

Masih banyak orangtua yang memberikan anak mereka kental manis. Produk kental manis juga masih disandingkan dengan produk-produk susu, baik susu anak maupun keluarga. Hal ini yang mengakibatkan masih banyak masyarakat tidak paham fungsi kental manis.



Rizal E Halim, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mengakui ada inkonsistensi dalam peraturan BPOM tersebut.

“Kental manis walaupun ada kandungan susu, tapi tidak dominan dan itu relatif kecil. Saya setuju dengan apa yang disampaikan Kopmas bahwa ada persoalan inkonsistensi, dan hal itu berpotensi konflik,” ujarnya.

Menurut Rizal, yang bisa dilakukan ke depan, selain mengkritisi peraturan, perlu dilakukan upaya demarketing yang tidak akan mengganggu usaha, sehingga pelaku usaha tidak perlu khawatir.

Sementara itu Dra Chaerunissa, M.Kes, Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah mengusulkan perubahan istilah produk susu kental menjadi produk penambah rasa dan batasan penggunaan SKM di atas 5 tahun karena pada usia ini, merupakan usia emas. Ia menyayangkan sikap BPOM yang belum pernah melibatkan organisasi seperti Aisyiyah dalam hal sosialisasi. Padahal, pihaknya adalah salah satu organisasi perempuan yang juga gencar mengedukasi masyarakat tentang gizi anak.

Aisyiyah bahkan pernah melakukan survei mengenai persepsi masyarakat tentang kental manis. Pendapat serupa juga disampaikan oleh peneliti dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Natalya Kurniawati. Menurutnya, persoalan kental manis disebabkan karena mindset bahwa produk ini adalah susu telah mengakar selama bertahun-tahun. Ditambah literasi gizi masyarakat menengah ke bawah masih rendah.

“Riset tentang literasi pangan di tahun 2018, di mana masyarakat sebenarnya masih tahu empat sehat lima sempurna, belum ke pedoman gizi seimbang, 65% responden yang YLKI survei dari 400 rumah tangga di Depok dan Solo, menyatakan tidak tahu tentang pedoman gizi seimbang. Bahkan selepas ASI menggunakan kental manis untuk balitanya,” tutur Natalya.

( )

Hasil riset tersebut juga menunjukkan susu menjadi hal krusial di masyarakat, di mana konsumen di Depok, sebesar 21,2%, menempatkan susu kental manis sebagai tambahan gizi di menu makan mereka. Kemudian 35% di Solo menyatakan kental manis masuk menjadi menu makanan sehari-hari, di mana dalam keluarga ini terdapat anak-anak usia 5-18 tahun.
(tsa)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More