Tips Puasa Sehat untuk Lansia
Jum'at, 08 Mei 2020 - 11:02 WIB
Bagi lansia yang masih sehat, maka berpuasa menjadi suatu keharusan. Tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Apa saja?
Usianya sudah menginjak 93 tahun lebih dua bulan, giginya sudah banyak yang tanggal, berjalan pun harus pakai tongkat berkaki empat karena mengeluh kakinya sakit. Namun begitu semangatnya untuk berpuasa tidak padam. Kecuali sedang sakit, Badaniar Kasim selalu berpuasa. Jikapun tidak berpuasa, maka ia akan mengganti puasanya di lain hari. "Sejak dulu berpuasa dan alhamdulillah kuat. Bagi saya tidak ada alasan untuk tidak berpuasa," beber nenek dengan 20 cucu ini.
Sama seperti orang pada umumnya, Badaniar selalu membatalkan puasanya dengan segelas teh manis panas. Dia tidak suka takjil melainkan langsung makan makanan berat. Usai makan barulah ia melepas dahaga dengan es sirup dan sari kelapa kesukaannya yang dilanjutkan dengan solat Magrib menyusul solat Isya dan tarawih sendiri. Oma, begitu Badaniar disapa oleh anak, cucu, dan cicitnya, juga mengisi hari-harinya dengan membaca Alquran.
Dikatakan dr. Edy Rizal Wahyudi, SpPD, KGer, FINASIM, jangan dulu mengatakan tidak kuat berpuasa. "Selama masih mampu, berpuasa adalah wajib. Mampu atau tidak mampu Anda sendiri yang ukur," ujar dr. dari divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM ini.
Ya, tidak seperti usia yang masih produktif, puasa menjadi tantangan tersendiri bagi lansia. Terlebih lansia mengalami beberapa perubahan pada tubuhnya. Misalnya cairan tubuh berkurang dari 60% menjadi 45-50% ketika usia sudah lanjut. Rasa haus juga menurun sehingga asupan cairan juga berkurang. Akibatnya lansia berisiko alami dehidrasi dan mudah timbul rasa lelah, lemah, dan bingung.
Adapun nafsu makan juga menurun dikarenakan faktor sosial (rasa terisolasi dan masalah keuangan), psikologis (depresi/demensia/gangguan daya ingat), faktor penyakit (penyakit parkinson, kardiomiopati & sembelit), dan sensasi lapar yang menurun.
Dr. Edy juga menuturkan sebetulnya tidak ada yang berubah saat berpuasa, hanya memindahkan waktu makan saja dan beberapa waktu makan dimasukkan sebagai camilan. Terkait tantangan yang dialami oleh lansia di atas, dr. Edy mengingatkan agar makan dan minum dengan otak tidak dengan lidah. "Mau puasa harus tetap makan dan minum cukup biar kuat puasanya dan dapat pahala," katanya.
Sebaliknya, jika kondisi fisik tidak memungkinkan dianjurkan untuk tidak memaksakan diri untuk terus berpuasa. Kebutuhan kalori lansia ketika berpuasa sama dengan di bulan lain. Konsumsi cairan 30-50 cc/kg BB/hari (8-10 gelas). Cara memenuhinya, konsumsi dua gelas saat berbuka, 3-4 gelas setelah salat tarawih sampai sebelum tidur, satu gelas saat bangun tidur sebelum sahur, dan 1-2 gelas saat sahur.
Yang juga perlu diketahui, asupan kalori saat sahur sebesar 40%, buka puasa 50% kalori, dan 10% sesudah tarawih. Sebaiknya sebelum sholat Magrib atau untuk batalkan puasa konsumsi makanan ringan saja. Baru setelah solat magrib makan makanan berat. Saat sahur batasi minuman teh/kopi karena keduanya menstimulasi tubuh untuk sering buang air kecil, juga mudah terjadi dehidrasi. "Minuman manis juga akan dicerna lebih cepat sehingga cepat terasa lapar," urai dr. Edy.
Ia menganjurkan makan makanan yang lambat dicerna dan tinggi serat agar tidak cepat merasa lapar. Jangan lupa untuk mencukupi konsumsi vitamin dan mineral dan mewaspadai kekurangan cairan. Anda juga perlu menanyakan kepada dokter apakah obat-obatan yang selama ini dikonsumsi perlu dikurangi selama bulan Ramadhan. "Bila kondisi stabil, penyakit terkontrol dan tidak ada infeksi akut maka aman berpuasa," tekan dr. Edy.
Sementara itu Spesialis penyakit dalam, Prof. Dr. dr. Siti Setiati SpPD-KGer, M.Epid., mengatakan, berpuasa merupakan kesempatan bagi seseorang untuk mengurangi kalori. Kondisi inilah yang merangsang produksi hormon grielin dalam lambung dan pada gilirannya mendorong pembentukan sel-sel otak baru. "Mengurangi kalori ini yang dapat memperlambat demensia atau kepikunan karena sel otak baru terus diproduksi," pungkas Prof Siti. (Sri Noviarni)
Usianya sudah menginjak 93 tahun lebih dua bulan, giginya sudah banyak yang tanggal, berjalan pun harus pakai tongkat berkaki empat karena mengeluh kakinya sakit. Namun begitu semangatnya untuk berpuasa tidak padam. Kecuali sedang sakit, Badaniar Kasim selalu berpuasa. Jikapun tidak berpuasa, maka ia akan mengganti puasanya di lain hari. "Sejak dulu berpuasa dan alhamdulillah kuat. Bagi saya tidak ada alasan untuk tidak berpuasa," beber nenek dengan 20 cucu ini.
Sama seperti orang pada umumnya, Badaniar selalu membatalkan puasanya dengan segelas teh manis panas. Dia tidak suka takjil melainkan langsung makan makanan berat. Usai makan barulah ia melepas dahaga dengan es sirup dan sari kelapa kesukaannya yang dilanjutkan dengan solat Magrib menyusul solat Isya dan tarawih sendiri. Oma, begitu Badaniar disapa oleh anak, cucu, dan cicitnya, juga mengisi hari-harinya dengan membaca Alquran.
Dikatakan dr. Edy Rizal Wahyudi, SpPD, KGer, FINASIM, jangan dulu mengatakan tidak kuat berpuasa. "Selama masih mampu, berpuasa adalah wajib. Mampu atau tidak mampu Anda sendiri yang ukur," ujar dr. dari divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN-CM ini.
Ya, tidak seperti usia yang masih produktif, puasa menjadi tantangan tersendiri bagi lansia. Terlebih lansia mengalami beberapa perubahan pada tubuhnya. Misalnya cairan tubuh berkurang dari 60% menjadi 45-50% ketika usia sudah lanjut. Rasa haus juga menurun sehingga asupan cairan juga berkurang. Akibatnya lansia berisiko alami dehidrasi dan mudah timbul rasa lelah, lemah, dan bingung.
Adapun nafsu makan juga menurun dikarenakan faktor sosial (rasa terisolasi dan masalah keuangan), psikologis (depresi/demensia/gangguan daya ingat), faktor penyakit (penyakit parkinson, kardiomiopati & sembelit), dan sensasi lapar yang menurun.
Dr. Edy juga menuturkan sebetulnya tidak ada yang berubah saat berpuasa, hanya memindahkan waktu makan saja dan beberapa waktu makan dimasukkan sebagai camilan. Terkait tantangan yang dialami oleh lansia di atas, dr. Edy mengingatkan agar makan dan minum dengan otak tidak dengan lidah. "Mau puasa harus tetap makan dan minum cukup biar kuat puasanya dan dapat pahala," katanya.
Sebaliknya, jika kondisi fisik tidak memungkinkan dianjurkan untuk tidak memaksakan diri untuk terus berpuasa. Kebutuhan kalori lansia ketika berpuasa sama dengan di bulan lain. Konsumsi cairan 30-50 cc/kg BB/hari (8-10 gelas). Cara memenuhinya, konsumsi dua gelas saat berbuka, 3-4 gelas setelah salat tarawih sampai sebelum tidur, satu gelas saat bangun tidur sebelum sahur, dan 1-2 gelas saat sahur.
Yang juga perlu diketahui, asupan kalori saat sahur sebesar 40%, buka puasa 50% kalori, dan 10% sesudah tarawih. Sebaiknya sebelum sholat Magrib atau untuk batalkan puasa konsumsi makanan ringan saja. Baru setelah solat magrib makan makanan berat. Saat sahur batasi minuman teh/kopi karena keduanya menstimulasi tubuh untuk sering buang air kecil, juga mudah terjadi dehidrasi. "Minuman manis juga akan dicerna lebih cepat sehingga cepat terasa lapar," urai dr. Edy.
Ia menganjurkan makan makanan yang lambat dicerna dan tinggi serat agar tidak cepat merasa lapar. Jangan lupa untuk mencukupi konsumsi vitamin dan mineral dan mewaspadai kekurangan cairan. Anda juga perlu menanyakan kepada dokter apakah obat-obatan yang selama ini dikonsumsi perlu dikurangi selama bulan Ramadhan. "Bila kondisi stabil, penyakit terkontrol dan tidak ada infeksi akut maka aman berpuasa," tekan dr. Edy.
Sementara itu Spesialis penyakit dalam, Prof. Dr. dr. Siti Setiati SpPD-KGer, M.Epid., mengatakan, berpuasa merupakan kesempatan bagi seseorang untuk mengurangi kalori. Kondisi inilah yang merangsang produksi hormon grielin dalam lambung dan pada gilirannya mendorong pembentukan sel-sel otak baru. "Mengurangi kalori ini yang dapat memperlambat demensia atau kepikunan karena sel otak baru terus diproduksi," pungkas Prof Siti. (Sri Noviarni)
(ysw)
tulis komentar anda