Benarkah Penyitas Covid-19 Tak Akan Terinfeksi Lagi?

Selasa, 03 November 2020 - 14:15 WIB
Foto/dok
JAKARTA - Penelitian menemukan bahwa penyintas Covid-19 memiliki antibodi yang membuat mereka tidak reinfeksi. Benarkah?

Novel coronavirus (2019-nCoV) adalah virus jenis baru yang belum pernah diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Karenanya para ilmuwan tengah berlomba meneliti virus ini agar lebih dapat memahami virus tersebut yang dapat membantu dalam pengembangan vaksin. Berbagai penelitian baru terkait virus ini pun bermunculan. (Baca: Syafaat dan Siapa yang Berhak Mendapatkannya)

Salah satunya yang dipublikasikan di jurnal Immunity, dimana terungkap bahwa penyintas Covid-19 yang sembuh dari kasus ringan sekalipun, memproduksi antibodi yang diyakini dapat melawan infeksi Covid-19 yang bertahan hingga 5-7 bulan. “Kami menyimpulkan bahwa antibodi diproduksi setidaknya 5-7 bulan setelah infeksi,” kata tim peneliti yang dipimpin oleh Immunobiologis Deepta Bhattacharya dari University of Arizona College of Medicine, dalam laporannya dikutip dari Healthline.

Tim ini telah meneliti setidaknya 30.000 orang di Arizona sejak mereka mulai penelitian pada tanggal 30 April, segera setelah peneliti mengembangkan pemeriksaan darah untuk virus corona. Walau hasil studi menjanjikan, sayangnya peneliti tidak memeriksa apakah para responden terinfeksi virus corona lagi, dan apakah antibodi yang dihasilkan tubuh cukup untuk melindungi mereka dari reinfeksi.



Sebelum penelitian ini, tim peneliti lain yang digawangi oleh Lauren Rodda, PhD ahli di bidang Imunologi dari University of Washington School of Medicine, juga melakukan studi terkait imunitas setelah terinfeksi. Studi yang Rodda lakukan menemukan: antibodi dapat melawan virus setidaknya dalam waktu tiga bulan.

Rodda mengatakan, pihaknya menemukan fakta penyintas Covid-19 dengan kasus ringan, memiliki memori sel B dan memori sel T. Sel memori ini menjadikan sistem imun kita mengenali kembali virus yang masuk ke tubuh sewaktu infeksi pertama. Sehingga sistem imun kemudian bergerak lebih cepat dan kuat melawan virus corona yang masuk ke dalam tubuh kembali. (Baca juga: Ribuan Formasi CPNS Guru Kosong, Ini Langkah Kemendikbud)

Artinya, jika orang terpapar virus kembali, sel-sel tersebut bersama antibodi akan melindungi tubuh dari gejala dan transmisi lebih lanjut. Menurut Rodda, memori imun tubuh terhadap penyakit seperti campak bisa bertahan tahunan. Jadi bukan tidak mungkin ini juga berlaku bagi Covid-19.

Dalam penelitian lain yang dipublikasikan di The New England Journal of Medicine, peneliti di Islandia meneliti 1.070 penyintas Covid-19 dan memeriksa antibodi yang dimiliki responden. Setelah empat bulan berselang, mereka menemukan antibodi antivirus tersebut yang melawan Covid-19 masih ada dan tidak menurun.

Akan tetapi, Dr. Steven Sperber kepala divisi penyakit infeksi dari Hackensack University Medical Center menegaskan bahwa masih banyak yang peneliti tidak tahu dari SARS-CoV-2 karena virus ini masih baru. Ada beberapa pertanyaan yang masih perlu dijawab seperti apakah kita akan terlindung setelah terinfeksi dan berapa lama?, apakah faktor usia berpengaruh terhadap imunitas?, apa cara terbaik untuk mengukur imunitas, apakah dengan mengukur antibodi?, apakah ada tipe spesifik antibodi yang bisa diukur?,dan berapa lama proteksi setelah divaksin?.

Speber menyarankan, sampai kita tahu jawabannya sebaiknya tetap berhati-hati walau sudah terinfeksi sekalipun dengan patuh terhadap protokol kesehatan. Ia melanjutkan, sampai saat ini tidak diketahui apakah jika memiliki antibodi positid itu berarti kebal terhadap virus. Kehadiran antibodi hanya menandakan bahwa inividu bersangkutan sudah pernah terinfeksi. (Lihat videonya: Gubernur DKI Umumkan kenaikan UMP 2021 di Tengah Pandemi)

Sperber juga mengatakan, beberapa infeksi membuat tubuh memproduksi antibodi yang bisa melawan reinfeksi. Bagi orang lain bisa saja tidak terjadi reinfeksi tapi keluhan lebih ringan.

Bahkan dalam kasus lain, antibodi tidak melindungi sama sekali. Sebagai tambahan, beberapa hasil tes menunjukkan positif palsu. Yakni seseorang mungkin terkena virus yang sama yang terdeteksi oleh alat tes. Namun antibodi yang terbentuk tentunya tidak melindungi dari virus corona. (Sri Noviarni)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More