Hati-Hati, Covid-19 Juga Serang Hati
Rabu, 11 November 2020 - 10:42 WIB
JAKARTA - Virus corona bukan hanya menyerang pernapasan. Virus ini juga mengenai organ penting lainnya yang mengakibatkan kerusakan, salah satunya organ hati. Pasien Covid-19 yang mengalami gangguan fungsi hati akan memiliki perjalanan penyakit yang lebih buruk dan memiliki risiko dirawat di ICU sekaligus kematian yang lebih tinggi.
"Faktanya, 1 dari 2 pasien Covid-19 mengalami gangguan fungsi hati," jelas Dr dr Irsan Hasan SpP-KGEH FINASIM. (Baca: Subhahanallah! Shalat Tepat Waktu Bisa Pengaruhi Kesuksesan)
Bagaimana tandanya? Adanya peningkatan enzim hati (SGOT/SGPT), peningkatan bilirubin, dan penurunan kadar albumin. Sementara bagi pasien hepatitis kronik yang ingin tetap berobat ke rumah sakit, dr Irsan menyarankan untuk tetap melanjutkan kontrol ke rumah sakit sambil menjalankan protokol pencegahan Covid-19.
Dr Irsan menyampaikan tiga penyebab penyakit hati kronik tertinggi di Tanah Air, yakni hepatitis B, hepatitis C, dan perlemakan hati (fatty liver). Yang disebut terakhir, kasusnya lebih banyak dibanding hepatitis B dan C.
Prevalensinya hingga 30% dan diprediksi akan terus meningkat. Mengapa? Sebab penyakit yang masuk ke dalam kategori penyakit metabolik ini merupakan penyakit gaya hidup. Kemudahan teknologi sekarang membuat masyarakat menjadi kurang gerak.
Ditambah lagi dengan pola makan tidak sehat. Apalagi di tengah wabah virus corona yang membuat gerak menjadi terbatas sehingga rentan memicu berat badan berlebih. (Baca juga: Kemendikbud Dukung Pelaksanaan Kampus Sehat Selama Pandemi)
Berangkat dari hal ini, Kalbe mengadakan edukasi kesehatan guna meningkatkan kepedulian masyarakat mengenai penyakit hepatitis pada era new normal agar mereka dapat mencegah dan menangani gejala penyakit hepatitis.
Lebih jauh, penyakit hati umumnya muncul tanpa gejala, seperti hepatitis B. Mengingat hati adalah organ yang cukup kuat. Bahkan sekalipun sudah kanker hati penderita mungkin tidak menunjukkan gejala yang berarti.
"Kalau sudah sampai tahap ini terdiagnosisnya, bisa saja enam bulan kemudian pasien sudah meninggal. Perjalanan penyakit hingga terjadinya kanker hati ini bisa berlangsung 20 tahun," kata dr Irsan.
Pada 2015, sekitar 257 juta orang di dunia terkena hepatitis B kronik (berlangsung lebih dari enam bulan) dan menyebabkan 887.000 kematian. Penularannya lewat kontak dengan darah atau cairan tubuh pengidap hepatitis B. Kalau sudah terdiagnosis hepatitis B, maka perlu dikaji dulu apakah perlu dilakukan pengobatan. Kalau ada kerusakan hati, terapi perlu diberikan. Namun kalau tidak ada, maka tidak perlu. Cukup monitoring kondisi pasien. Berbeda perlakuannya dengan hepatitis C. (Lihat videonya: Waspada Angka Kejahatan Selama Pandemi Naik)
"Kalau ditemukan virus, bagaimanapun kondisi pasien harus diobati," ujar dr Irsan. Perlu diketahui, obat diberikan bukan untuk menghilangkan melainkan menekan virus. Virus bisa saja hilang di dalam darah, tapi tidak di hati. (Sri Noviarni)
"Faktanya, 1 dari 2 pasien Covid-19 mengalami gangguan fungsi hati," jelas Dr dr Irsan Hasan SpP-KGEH FINASIM. (Baca: Subhahanallah! Shalat Tepat Waktu Bisa Pengaruhi Kesuksesan)
Bagaimana tandanya? Adanya peningkatan enzim hati (SGOT/SGPT), peningkatan bilirubin, dan penurunan kadar albumin. Sementara bagi pasien hepatitis kronik yang ingin tetap berobat ke rumah sakit, dr Irsan menyarankan untuk tetap melanjutkan kontrol ke rumah sakit sambil menjalankan protokol pencegahan Covid-19.
Dr Irsan menyampaikan tiga penyebab penyakit hati kronik tertinggi di Tanah Air, yakni hepatitis B, hepatitis C, dan perlemakan hati (fatty liver). Yang disebut terakhir, kasusnya lebih banyak dibanding hepatitis B dan C.
Prevalensinya hingga 30% dan diprediksi akan terus meningkat. Mengapa? Sebab penyakit yang masuk ke dalam kategori penyakit metabolik ini merupakan penyakit gaya hidup. Kemudahan teknologi sekarang membuat masyarakat menjadi kurang gerak.
Ditambah lagi dengan pola makan tidak sehat. Apalagi di tengah wabah virus corona yang membuat gerak menjadi terbatas sehingga rentan memicu berat badan berlebih. (Baca juga: Kemendikbud Dukung Pelaksanaan Kampus Sehat Selama Pandemi)
Berangkat dari hal ini, Kalbe mengadakan edukasi kesehatan guna meningkatkan kepedulian masyarakat mengenai penyakit hepatitis pada era new normal agar mereka dapat mencegah dan menangani gejala penyakit hepatitis.
Lebih jauh, penyakit hati umumnya muncul tanpa gejala, seperti hepatitis B. Mengingat hati adalah organ yang cukup kuat. Bahkan sekalipun sudah kanker hati penderita mungkin tidak menunjukkan gejala yang berarti.
"Kalau sudah sampai tahap ini terdiagnosisnya, bisa saja enam bulan kemudian pasien sudah meninggal. Perjalanan penyakit hingga terjadinya kanker hati ini bisa berlangsung 20 tahun," kata dr Irsan.
Pada 2015, sekitar 257 juta orang di dunia terkena hepatitis B kronik (berlangsung lebih dari enam bulan) dan menyebabkan 887.000 kematian. Penularannya lewat kontak dengan darah atau cairan tubuh pengidap hepatitis B. Kalau sudah terdiagnosis hepatitis B, maka perlu dikaji dulu apakah perlu dilakukan pengobatan. Kalau ada kerusakan hati, terapi perlu diberikan. Namun kalau tidak ada, maka tidak perlu. Cukup monitoring kondisi pasien. Berbeda perlakuannya dengan hepatitis C. (Lihat videonya: Waspada Angka Kejahatan Selama Pandemi Naik)
"Kalau ditemukan virus, bagaimanapun kondisi pasien harus diobati," ujar dr Irsan. Perlu diketahui, obat diberikan bukan untuk menghilangkan melainkan menekan virus. Virus bisa saja hilang di dalam darah, tapi tidak di hati. (Sri Noviarni)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda