Puseh Batuan, Pesona Pura Tertua di Bali

Minggu, 22 November 2020 - 16:21 WIB
Pura Puseh Batuan memiliki daya tarik bagi wisatawan, terutama dari sisi latar sejarah berdirinya. Foto/SINDOnews/Thomasmanggalla
UBUD - Pura Puseh Batuan memiliki daya tarik bagi wisatawan, terutama dari sisi latar sejarah berdirinya. Tempat peribadatan umat Hindu yang terletak di Dusun Tengah, Desa Batuan, Kec. Sukawati, Kab. Gianyar, ini merupakan pura tertua di Bali.

Pura Puseh dibangun tahun 1022 Masehi. Peninggalan dari zaman Bali kuno ini sangat menarik bagi mereka yang ingin menikmati wisata sejarah dan budaya selama liburan di Pulau Dewata. Dinding bangunan ini terbuat dari batu bata merah dan dihiasi ukiran berbentuk bunga. Seperti lazimnya bangunan pura, Pura Puseh juga terdiri dari areal yang dikenal dengan Nista Mandala (jaba sisi), Madya Mandala (jabatengah), dan Utama Mandala (jeroan). Setiap areal dibatasi dinding dan candi.

( )

Di sini pengunjung akan melewati gapura candi bentar, menyaksikan sebuah bangunan kori agung dengan sebuah pintu untuk keluar dan masuk yang menurut kepercayaan Hindu merupakan tempat keluar-masuknya para Dewa. Sedangkan di samping kiri serta kanan kori agung terdapat pintu untuk keluar dan masuk umat yang ingin melakukan persembahyangan ataupun wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata ini.





Pada halaman tengah Pura Puseh Anda bisa menyaksikan Bale Agung dan Bale Kulkul. Pada bagian lain terdapat seperangkat gamelan untuk mengiringi saat ada upacara keagamaan. Sementara pada bagian utama pura, yaitu Utama Mandala, terdapat bangunan padmasana, bangunan meru, serta sejumlah pelinggih lain dan benda-benda peninggalan kuno yang ditempatkan pada sebuah bangunan wantilan belakang pura.

I Wayan Arsana selaku kliyan atau tetua di Pura Puseh mengatakan, pura ini merupakan bagian dari Tri Kahyangan dalam sebuah Desa Pakraman di Bali. Konsep Desa Pakraman termasuk juga Pura Tri Kahyangan, dicetuskan dan digagas oleh Mpu Kuturan yang datang ke Pulau Bali pada tahun 1001 Masehi. Tujuannya tak lain adalah mempersatukan sekte-sekte dan kelompok masyarakat yang ada di Bali untuk menyembah Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Brahma, Wisnu, dan Siwa (Tri Murti Tatwa).

"Kalau dilihat dari kedatangan Mpu Kuturan di Bali pada tahun 1001, tentu butuh proses dalam mencetuskan konsep religius seperti pemahaman Tri Murti dan Pura Kahyangan Tiga. Diadakan juga paruman-paruman (pertemuan) yang mempertemukan tokoh kelompok, golongan, dan sekte sehingga pada akhirnya sekte masyarakat Bali menyatu dan manunggal. Tempat pertemuan tersebut sekarang dikenal dengan Pura Samuan Tiga. Lokasinya di Blahbatuh, berdekatan dengan pusat pariwisata Ubud, Gianyar," beber Wayan Arsana.

Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More