CDC Sebut Reaksi Alergi Parah terhadap Vaksin COVID-19 Jarang Terjadi
Kamis, 14 Januari 2021 - 07:43 WIB
JAKARTA - Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit ( CDC ) Amerika Serikat (AS) mengatakan, reaksi alergi parah terhadap vaksin virus corona jarang terjadi. Hanya 29 orang yang mengalami reaksi alergi parah terhadap vaksin COVID-19 sehingga bisa dikatakan langka.
Dalam satu setengah minggu pertama upaya vaksin COVID-19 di AS, CDC menyebut ada 21 kasus tambahan yang dikonfirmasi dari reaksi alergi parah yang dikenal sebagai anafilaksis, sehingga total kasus menjadi 29 dari 1,9 juta dosis yang diberikan.
CDC mengatakan dalam Laporan Mingguan Morbiditas dan Mortalitas bahwa kejadian ini menambah tingkat 11,1 kasus anafilaksis dari 1 juta dosis yang diberikan. Sebagai perbandingan, tingkat reaksi alergi yang parah terhadap vaksin flu adalah 1,3 per 1 juta dosis.
"Tingkat anafilaksis untuk vaksin COVID-19 mungkin tampak tinggi dibandingkan dengan vaksin flu. Tetapi, saya ingin meyakinkan Anda bahwa ini masih merupakan hasil yang langka," kata Dr. Nancy Messonnier, Direktur Pusat Nasional untuk Imunisasi dan Penyakit Pernapasan CDC, seperti dikutip dari CNN.
CDC menyebutkan, reaksi alergi muncul dalam beberapa menit setelah mendapatkan vaksin. CDC memiliki informasi tentang 20 dari 21 pasien dan mereka semua sembuh.
Anafilaksis adalah reaksi alergi yang parah, tetapi dengan pengobatan biasanya sembuh dengan cepat. CDC sejauh ini tidak melihat bukti reaksi geografis dan tak ada petunjuk bahwa ada kelompok yang buruk. Vaksin yang diberikan kepada orang-orang yang mengalami reaksi tidak berasal dari kelompok yang sama.
Messonnier menjelaskan, dari orang-orang yang mengalami reaksi alergi parah, 17 memiliki riwayat alergi seperti alergi obat-obatan, produk medis, makanan, dan serangga. Tetapi, alergi seperti itu biasa terjadi dan jumlah reaksinya sangat jarang. Jadi CDC mengatakan, orang dengan alergi umum tidak perlu khawatir tentang vaksinasi, namun tetap harus berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan sebelum melakukannya.
Orang dengan reaksi alergi parah terhadap bahan-bahan dalam vaksin Pfizer maupun Moderna, seperti polisorbat dan polietilen glikol, sebaiknya tidak mendapatkan vaksin. Orang yang mengalami reaksi alergi terhadap dosis pertama sebaiknya tidak mendapatkan dosis kedua untuk saat ini.
CDC akan terus memantau reaksi alergi pada orang yang menerima vaksin. Tim CDC mengatakan, orang mungkin melaporkan lebih banyak kasus atau reaksi alergi daripada yang biasanya dilaporkan. CDC juga belum melihat reaksi parah lain yang mengkhawatirkan terhadap vaksin.
"Manfaat yang diketahui dan potensial dari vaksin COVID-19 saat ini lebih besar daripada risiko yang diketahui dan potensial juga, yaitu terkena COVID-19. Namun, itu tidak berarti bahwa kami tidak dapat melihat potensi kejadian kesehatan yang serius di masa depan," tutup Messonnier.
Dalam satu setengah minggu pertama upaya vaksin COVID-19 di AS, CDC menyebut ada 21 kasus tambahan yang dikonfirmasi dari reaksi alergi parah yang dikenal sebagai anafilaksis, sehingga total kasus menjadi 29 dari 1,9 juta dosis yang diberikan.
CDC mengatakan dalam Laporan Mingguan Morbiditas dan Mortalitas bahwa kejadian ini menambah tingkat 11,1 kasus anafilaksis dari 1 juta dosis yang diberikan. Sebagai perbandingan, tingkat reaksi alergi yang parah terhadap vaksin flu adalah 1,3 per 1 juta dosis.
"Tingkat anafilaksis untuk vaksin COVID-19 mungkin tampak tinggi dibandingkan dengan vaksin flu. Tetapi, saya ingin meyakinkan Anda bahwa ini masih merupakan hasil yang langka," kata Dr. Nancy Messonnier, Direktur Pusat Nasional untuk Imunisasi dan Penyakit Pernapasan CDC, seperti dikutip dari CNN.
CDC menyebutkan, reaksi alergi muncul dalam beberapa menit setelah mendapatkan vaksin. CDC memiliki informasi tentang 20 dari 21 pasien dan mereka semua sembuh.
Anafilaksis adalah reaksi alergi yang parah, tetapi dengan pengobatan biasanya sembuh dengan cepat. CDC sejauh ini tidak melihat bukti reaksi geografis dan tak ada petunjuk bahwa ada kelompok yang buruk. Vaksin yang diberikan kepada orang-orang yang mengalami reaksi tidak berasal dari kelompok yang sama.
Messonnier menjelaskan, dari orang-orang yang mengalami reaksi alergi parah, 17 memiliki riwayat alergi seperti alergi obat-obatan, produk medis, makanan, dan serangga. Tetapi, alergi seperti itu biasa terjadi dan jumlah reaksinya sangat jarang. Jadi CDC mengatakan, orang dengan alergi umum tidak perlu khawatir tentang vaksinasi, namun tetap harus berkonsultasi dengan penyedia layanan kesehatan sebelum melakukannya.
Orang dengan reaksi alergi parah terhadap bahan-bahan dalam vaksin Pfizer maupun Moderna, seperti polisorbat dan polietilen glikol, sebaiknya tidak mendapatkan vaksin. Orang yang mengalami reaksi alergi terhadap dosis pertama sebaiknya tidak mendapatkan dosis kedua untuk saat ini.
CDC akan terus memantau reaksi alergi pada orang yang menerima vaksin. Tim CDC mengatakan, orang mungkin melaporkan lebih banyak kasus atau reaksi alergi daripada yang biasanya dilaporkan. CDC juga belum melihat reaksi parah lain yang mengkhawatirkan terhadap vaksin.
"Manfaat yang diketahui dan potensial dari vaksin COVID-19 saat ini lebih besar daripada risiko yang diketahui dan potensial juga, yaitu terkena COVID-19. Namun, itu tidak berarti bahwa kami tidak dapat melihat potensi kejadian kesehatan yang serius di masa depan," tutup Messonnier.
(tsa)
Lihat Juga :
tulis komentar anda