Melanggengkan Aura Gamelan Jawa di Kaki Matterhorn
Sabtu, 16 Mei 2020 - 10:51 WIB
Tahun 2009, Nicole mengadakan konser gamelan pertamanya, di Sion, Wallis, Swiss Barat. ’’Sebenarnya konser jarak jauh, karena bergabung juga penabuh gamelan anak anak dari Perancis,’’ kenangnya. Dalam waktu yang sama, di tempat berbeda, Sion dan Paris, melakukan konser bersama, dengan gamelan Jawa dan repertoire serupa.
Tahun 2012, Nicole dan anak asuhnya melakukan tur konser gamelan di Indonesia. Dubes Swiss saat itu, almarhum Joko Susilo membantu banyak proses konser gamelan Sekolah Musik 123 di Indonesia.
Uniknya, Sekolah Musik 123 sering mengedepankan penabuh gamelan yang masih anak anak. Meskipun tetap ada bimbingan dari penabuh senior, sebagaimana yang dikatakan Timothee Coppey, keberadaan penabuh gamelan yang terbilang masih belia, selalu dikedepankan. ’’Gamelan Jawa memproduksi musik yang harmonis. Sejalan itu, orkestra ini juga meningkatkan konsentrasi sekalgus ketenangan dalam otak anak anak,’’tambah Nicole.
Mencampurkan penabuh senior dan anak anak, imbuh Nicole, juga agar tumbuh saling menghormati. ’’Yang senior mengajari yang masih muda. Begitu pula selanjutnya,’’ kata Nicole.
Timothee pun segendang seirama. ’’Gamelan juga diajarkan secara turun temurun, melalui mulut ke mulut. Dari yang tua ke yang muda. Disini juga demikian. Misalnya, kami yang sudah main puluhan tahun, sering menjaga adik adik kami yang pegang gong. Agar dia tetap bermain dengan benar. Kalau ada yang salah ya kami ajari pelan pelan,’’ kata Timothee. Saat ini, ada 100 orang yang belajar gamelan di Sekolah Musik 123.
’’Saya berharap akan menjadi sel yang menyebar, dari Sion, lalu ke seluruh Swiss,’’kata Linggawaty. Seperangkat wayang kulit dan peralatan batik juga mulai dikenalkan oleh Sekolah Musik 123. Ricik Ricik Banyumasan, bersama dengan gending jawa lainnya, akan terus berkumandang dari Heidiland, di kaki gunung Matterhorn.
(aww)
Lihat Juga :
tulis komentar anda