Berdamai dengan Ginjal demi Kualitas Hidup
Kamis, 25 Maret 2021 - 19:56 WIB
“Tapi saya tetap harus minum obat untuk menjaga kondisi ginjal. Saya merasa mendapatkan kesempatan hidup kedua (second life). Maka saya pun berusaha melakukan yang terbaik, berkarya, dan mewujudkan keinginan-keinginan yang sempat tertunda, seperti kuliah pascasarjana. Saya juga berhasil meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro pada 2019,” ceritanya.
Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia Aida Lydia juga menekankan upaya berdamai dengan penyakit ginjal demi mencapai hidup berkualitas. Sebab, beban akibat penyakit ginjal kronis (PGK) termasuk keluhan, komplikasi, dan pengobatannya, dapat menurunkan kualitas hidup tidak hanya pasien, tapi juga pendamping dan keluarga pasien.
“Umumnya pasien datang dalam kondisi sudah lanjut. Fungsi ginjalnya sudah sangat rendah dan telah terjadi komplikasi akut dari PGK itu, sehingga pilihan pengobatan yang ditawarkan juga terbatas,” ungkapnya.
Penurunan kualitas hidup pasien secara umum akan berdampak pada outcome klinis serta kepuasan pasien. Sayangnya , sepertiga pasien belum mengetahui benar penyakitnya.
“Untuk dapat hidup berkualitas dengan PGK, pasien harus tetap berperan dalam kehidupannya. Peran ini diartikan sebagai kemampuan terlibat dalam aktivitas. Di antaranya bekerja, belajar, bertanggung jawab kepada keluarga, bepergian, berolahraga, beraktivitas sosial dan berekreasi,” paparnya.
Selain itu, bagi yang menjalani hemodialisis alias cuci darah, pasien dan pendampingnya perlu memahami mengenai pembatasan asupan cairan dan diet, serta obat rutin yang dikonsumsi.
Pendekatan ini bertujuan untuk membentuk ketahanan pasien PGK dengan meningkatkan hubungan sosial antarpasien. Bagaimanapun, penyakit ginjal sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Banyak pasien PGK mengalami penurunan kualitas hidup karena komplikasi dari penyakit hingga pengobatan yang banyak mencakup obat, pembatasan cairan, diet, hingga terapi pengganti ginjal.
Fasilitas Rumah Sakit
Penanganan pasien gagal ginjal di sejumlah rumah sakit seperti RS PGI Cikini, RS Siloam Karawaci, RS Awal Bross Tangerang, dan RSCM dinilai Anton sudah baik. Di empat rumah sakit itu dia menjalani proses cuci darah. Fasilitas yang disediakan pun tergolong lengkap.
“Saya nyaris tidak mengalami keluhan pada keempat rumah sakit itu. Tentu saja, keempat rumah sakit itu tidak bisa dijadikan parameter untuk menggambarkan layanan di seluruh Indonesia. Karena, saya juga sering mendengar banyaknya masalah dalam pelayanan pasien gagal ginjal di Indonesia, terutama di luar Jawa,” katanya.
Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia Aida Lydia juga menekankan upaya berdamai dengan penyakit ginjal demi mencapai hidup berkualitas. Sebab, beban akibat penyakit ginjal kronis (PGK) termasuk keluhan, komplikasi, dan pengobatannya, dapat menurunkan kualitas hidup tidak hanya pasien, tapi juga pendamping dan keluarga pasien.
“Umumnya pasien datang dalam kondisi sudah lanjut. Fungsi ginjalnya sudah sangat rendah dan telah terjadi komplikasi akut dari PGK itu, sehingga pilihan pengobatan yang ditawarkan juga terbatas,” ungkapnya.
Penurunan kualitas hidup pasien secara umum akan berdampak pada outcome klinis serta kepuasan pasien. Sayangnya , sepertiga pasien belum mengetahui benar penyakitnya.
“Untuk dapat hidup berkualitas dengan PGK, pasien harus tetap berperan dalam kehidupannya. Peran ini diartikan sebagai kemampuan terlibat dalam aktivitas. Di antaranya bekerja, belajar, bertanggung jawab kepada keluarga, bepergian, berolahraga, beraktivitas sosial dan berekreasi,” paparnya.
Selain itu, bagi yang menjalani hemodialisis alias cuci darah, pasien dan pendampingnya perlu memahami mengenai pembatasan asupan cairan dan diet, serta obat rutin yang dikonsumsi.
Pendekatan ini bertujuan untuk membentuk ketahanan pasien PGK dengan meningkatkan hubungan sosial antarpasien. Bagaimanapun, penyakit ginjal sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Banyak pasien PGK mengalami penurunan kualitas hidup karena komplikasi dari penyakit hingga pengobatan yang banyak mencakup obat, pembatasan cairan, diet, hingga terapi pengganti ginjal.
Fasilitas Rumah Sakit
Penanganan pasien gagal ginjal di sejumlah rumah sakit seperti RS PGI Cikini, RS Siloam Karawaci, RS Awal Bross Tangerang, dan RSCM dinilai Anton sudah baik. Di empat rumah sakit itu dia menjalani proses cuci darah. Fasilitas yang disediakan pun tergolong lengkap.
“Saya nyaris tidak mengalami keluhan pada keempat rumah sakit itu. Tentu saja, keempat rumah sakit itu tidak bisa dijadikan parameter untuk menggambarkan layanan di seluruh Indonesia. Karena, saya juga sering mendengar banyaknya masalah dalam pelayanan pasien gagal ginjal di Indonesia, terutama di luar Jawa,” katanya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda