Jaga Kelestarian Lingkungan dengan Melakukan Dekarbonisasi
Sabtu, 12 Juni 2021 - 16:31 WIB
JAKARTA - Dukungan penuh dari publik menjadi kunci Indonesia netral karbon pada 2060. Dukungan publik penting untuk mengatasi berbagai potensi dampak negatif dari transisi energi fosil ke energi terbarukan yang nirkarbon. Juga agar proses transisi dapat berjalan berkeadilan.
Pemerintah telah menargetkan Indonesia netral karbon pada 2060. Sebagai upaya dekarbonisasi di sektor energi pada 2060, pemerintah berencana menghentikan proyek baru Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara mulai 2025. Pemerintah berencana mengganti secara bertahap semua pembangkit berbasis energi fosil menjadi energi terbarukan.
Menurut Ketua Yayasan Perspektif Baru, Hayat Mansur, upaya pemerintah dan PT PLN melakukan dekarbonisasi di sektor energi memiliki tiga manfaat besar, yaitu menjaga kelestarian lingkungan terutama mitigasi perubahan iklim, ketahanan energi, dan manfaat ekonomi seperti membuka lapangan kerja.
"Namun pemerintah tidak dapat melakukan upaya tersebut sendiri. Perlu dukungan kuat dari publik, yang terdiri dari swasta, akademisi, LSM, dan masyarakat. Ini karena upaya dekarbonisasi berarti menghentikan investasi dan industri energi kotor seperti tambang batu bara, sumur minyak, dan gas bumi, yang selama ini mendukung ekonomi nasional dan beberapa daerah," terang Hayat Mansur.
Jadi perlu ada penyebaran informasi, dialog sosial, dan edukasi publik mengenai upaya dekarbonisasi sektor energi agar publik mendukung penuh transisi ke energi terbarukan yang lebih bersih karena nirkarbon.
Dari sisi ketersediaan energi bersih, Indonesia termasuk negara paling kaya sumber energi terbarukan dengan memiliki potensi energi terbarukan besar mencapai 442,4 GW. Salah satu yang terbesar adalah dari energi air mencapai 75 GW (75.000 MW).
Pemanfaatan air sebagai energi listrik di Indonesia juga bisa mencapai kapasitas besar dan mampu mengurangi emisi karbon sangat signifikan. Misalnya, PLTA Batang Toru berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara diatur untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun atau setara dengan kemampuan 12 juta pohon menyerap karbon.
Menurut Ketua Umum METI, Surya Darma, Indonesia sebetulnya kelebihan karbon luar biasa untuk sektor energi karena pembangkit batubara yang menghasikan karbon besar justru sekarang terpacu pemanfaatnya jauh lebih besar.
Pemerintah telah menargetkan Indonesia netral karbon pada 2060. Sebagai upaya dekarbonisasi di sektor energi pada 2060, pemerintah berencana menghentikan proyek baru Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara mulai 2025. Pemerintah berencana mengganti secara bertahap semua pembangkit berbasis energi fosil menjadi energi terbarukan.
Menurut Ketua Yayasan Perspektif Baru, Hayat Mansur, upaya pemerintah dan PT PLN melakukan dekarbonisasi di sektor energi memiliki tiga manfaat besar, yaitu menjaga kelestarian lingkungan terutama mitigasi perubahan iklim, ketahanan energi, dan manfaat ekonomi seperti membuka lapangan kerja.
"Namun pemerintah tidak dapat melakukan upaya tersebut sendiri. Perlu dukungan kuat dari publik, yang terdiri dari swasta, akademisi, LSM, dan masyarakat. Ini karena upaya dekarbonisasi berarti menghentikan investasi dan industri energi kotor seperti tambang batu bara, sumur minyak, dan gas bumi, yang selama ini mendukung ekonomi nasional dan beberapa daerah," terang Hayat Mansur.
Jadi perlu ada penyebaran informasi, dialog sosial, dan edukasi publik mengenai upaya dekarbonisasi sektor energi agar publik mendukung penuh transisi ke energi terbarukan yang lebih bersih karena nirkarbon.
Dari sisi ketersediaan energi bersih, Indonesia termasuk negara paling kaya sumber energi terbarukan dengan memiliki potensi energi terbarukan besar mencapai 442,4 GW. Salah satu yang terbesar adalah dari energi air mencapai 75 GW (75.000 MW).
Pemanfaatan air sebagai energi listrik di Indonesia juga bisa mencapai kapasitas besar dan mampu mengurangi emisi karbon sangat signifikan. Misalnya, PLTA Batang Toru berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara diatur untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun atau setara dengan kemampuan 12 juta pohon menyerap karbon.
Menurut Ketua Umum METI, Surya Darma, Indonesia sebetulnya kelebihan karbon luar biasa untuk sektor energi karena pembangkit batubara yang menghasikan karbon besar justru sekarang terpacu pemanfaatnya jauh lebih besar.
tulis komentar anda