Kolaborasi untuk Tanggulangi Beban Kesehatan akibat Kanker
Selasa, 16 November 2021 - 07:30 WIB
JAKARTA - Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular dan menjadi beban kesehatan di seluruh dunia. Proses skrining, terapi, maupun rehabilitasi akibat kanker selalu menyerap dana cukup besar.
Menurut Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Pusat Prof. Aru Wisaksono Sudoyo, sebanyak 25%-30% dana terbesar BPJS terserap untuk penyakit katastropik. Kanker menjadi yang terbesar kedua, dengan serapan dana BPJS 18%.
"Oleh karena itu, diperlukan konsep pelayanan kanker yang cost-effective dan terstandarisasi, mengikuti patient safety,” ujar Prof. Aru dalam webinar bertema Kebijakan Strategis Menuju Pelayanan Kanker Berkualitas yang digelar YKI bersama PT Kalbe Farma, beberapa waktu lalu.
Pada kesempatan yang sama, Ketua YKI Koord. Jawa Tengah dr. Eko Adhi Pangarsa, Sp.PD-KHOM menjabarkan beberapa permasalahan terkait penanggulangan kanker yang ada saat ini. Antara lain akses pelayanan kesehatan di Indonesia masih tertinggal di Asia, salah satunya dengan jumlah 1.18 tempat tidur per 1.000 penduduk dibandingkan negara lain sebanyak 3.3 tempat tidur per 1000 penduduk.
"Dari data yang ada terjadi pengeluaran dana sebesar USD11,5 miliar ke luar negeri untuk pengobatan dan kanker merupakan alasan kedua WNI berobat ke luar negeri. Di samping itu 70% kasus kanker didapati pada stadium lanjut dan sampai saat ini pelayanan kanker belum memiliki standar kualitas serta kuantitas SDM/faskes yang merata," papar dr. Eko.
Maka, lanjut dr. Eko, peran serta pemerintah pusat sangat diperlukan. Antara lain dengan membentuk regulasi-regulasi yang mengatur sistem kerja tata kerja organisasi penyelenggara layanan kesehatan kanker, tata kerja dalam organisasi profesional pemberi layanan, serta untuk membentuk sebuah badan negara pengendalian kanker nasional sesuai rekomendasi WHO.
“Peran serta pemerintah daerah juga diperlukan dalam membuat kebijakan dan strategi pengendalian kanker, berupa pencegahan dan penanggulangan penyakit kanker melalui peningkatan upaya skrining dan deteksi dini serta penguatan fasilitas kesehatan yang mampu memberikan layanan kanker. Upaya penguatan deteksi dini ini harus kita pikirkan, sehingga minat masyarakat juga makin tinggi untuk melakukan screening dan deteksi dini," kata dr. Eko.
Menurut Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Pusat Prof. Aru Wisaksono Sudoyo, sebanyak 25%-30% dana terbesar BPJS terserap untuk penyakit katastropik. Kanker menjadi yang terbesar kedua, dengan serapan dana BPJS 18%.
Baca Juga
"Oleh karena itu, diperlukan konsep pelayanan kanker yang cost-effective dan terstandarisasi, mengikuti patient safety,” ujar Prof. Aru dalam webinar bertema Kebijakan Strategis Menuju Pelayanan Kanker Berkualitas yang digelar YKI bersama PT Kalbe Farma, beberapa waktu lalu.
Pada kesempatan yang sama, Ketua YKI Koord. Jawa Tengah dr. Eko Adhi Pangarsa, Sp.PD-KHOM menjabarkan beberapa permasalahan terkait penanggulangan kanker yang ada saat ini. Antara lain akses pelayanan kesehatan di Indonesia masih tertinggal di Asia, salah satunya dengan jumlah 1.18 tempat tidur per 1.000 penduduk dibandingkan negara lain sebanyak 3.3 tempat tidur per 1000 penduduk.
"Dari data yang ada terjadi pengeluaran dana sebesar USD11,5 miliar ke luar negeri untuk pengobatan dan kanker merupakan alasan kedua WNI berobat ke luar negeri. Di samping itu 70% kasus kanker didapati pada stadium lanjut dan sampai saat ini pelayanan kanker belum memiliki standar kualitas serta kuantitas SDM/faskes yang merata," papar dr. Eko.
Maka, lanjut dr. Eko, peran serta pemerintah pusat sangat diperlukan. Antara lain dengan membentuk regulasi-regulasi yang mengatur sistem kerja tata kerja organisasi penyelenggara layanan kesehatan kanker, tata kerja dalam organisasi profesional pemberi layanan, serta untuk membentuk sebuah badan negara pengendalian kanker nasional sesuai rekomendasi WHO.
Baca Juga
“Peran serta pemerintah daerah juga diperlukan dalam membuat kebijakan dan strategi pengendalian kanker, berupa pencegahan dan penanggulangan penyakit kanker melalui peningkatan upaya skrining dan deteksi dini serta penguatan fasilitas kesehatan yang mampu memberikan layanan kanker. Upaya penguatan deteksi dini ini harus kita pikirkan, sehingga minat masyarakat juga makin tinggi untuk melakukan screening dan deteksi dini," kata dr. Eko.
(tsa)
Lihat Juga :
tulis komentar anda