Jadi Ikon Wisata Sejarah, Begini Kisah Bundaran Tugu di Kota Malang
Sabtu, 08 Januari 2022 - 10:14 WIB
MALANG - Bundaran Tugu menjadi ikon bangunan di Kota Malang . Letaknya yang berada di tengah kota, tepatnya di depan Balai Kota Malang, menjadikan Bundaran Tugu memiliki ciri khas khusus.
Lokasinya yang juga tak jauh dari Stasiun Malang Kota Baru, menjadikan tugu ini seperti menyambut para wisatawan atau pengunjiung di Malang.
Hal tersebut menjadikan siapa pun yang pernah ke Malang, bakal mengingat Bundaran Tugu yang sudah menjadi ikon kota di tengah pegunungan ini.
Tapi siapa sangka bila Bundaran Tugu saat ini menyimpan sejumlah cerita panjang. Bentuk awalnya bukan seperti saat ini, melainkan hanya ada lapangan kosong. Bundaran ini menjadi pusat dari bangunan perkantoran dan lain-lain yang ada di sekelilingnya di zaman kependudukan Belanda.
Sejarawan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang, Rakai Hino Galeswangi mengatakan, pembangunan bundaran merupakan bagian dari site plan kedua pembangunan oleh pemerintah Belanda. Saat itu, pemerintah Belanda mengistilahkan pembangunan kompleks itu sebagai bouwplan dua yang dimulai pada 1922.
"Dari situ bouwplan Belanda mulai menata tata ruang Kota Malang, dia bentuk bouwplan satu, bouwplan dua, bouwplan tiga, dia (Belanda) buat bundaran, tapi belum ada tugunya kayak sekarang ini," ujar Rakai Hino di Malang, Jumat, 7 Januari 2022.
Dinamakan Lapangan Jan Pieterszoon Coenplein alias JP Coen, yang diambil nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Karena lapangan tersebut berbentuk bulat, oleh sebagian orang Malang dahulu dinamakan Alun-Alun Bunder.
Rakai Hino menyebutkan, Belanda hanya membangun bundaran dengan air mancur untuk tempat rekreasi atau sekedar berkumpul para kaum ekspatriat Belanda saat itu. Apalagi kompleks sekitarnya merupakan kompleks para petinggi atau pejabat di zamannya.
Lokasinya yang juga tak jauh dari Stasiun Malang Kota Baru, menjadikan tugu ini seperti menyambut para wisatawan atau pengunjiung di Malang.
Hal tersebut menjadikan siapa pun yang pernah ke Malang, bakal mengingat Bundaran Tugu yang sudah menjadi ikon kota di tengah pegunungan ini.
Tapi siapa sangka bila Bundaran Tugu saat ini menyimpan sejumlah cerita panjang. Bentuk awalnya bukan seperti saat ini, melainkan hanya ada lapangan kosong. Bundaran ini menjadi pusat dari bangunan perkantoran dan lain-lain yang ada di sekelilingnya di zaman kependudukan Belanda.
Sejarawan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang, Rakai Hino Galeswangi mengatakan, pembangunan bundaran merupakan bagian dari site plan kedua pembangunan oleh pemerintah Belanda. Saat itu, pemerintah Belanda mengistilahkan pembangunan kompleks itu sebagai bouwplan dua yang dimulai pada 1922.
"Dari situ bouwplan Belanda mulai menata tata ruang Kota Malang, dia bentuk bouwplan satu, bouwplan dua, bouwplan tiga, dia (Belanda) buat bundaran, tapi belum ada tugunya kayak sekarang ini," ujar Rakai Hino di Malang, Jumat, 7 Januari 2022.
Dinamakan Lapangan Jan Pieterszoon Coenplein alias JP Coen, yang diambil nama Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Karena lapangan tersebut berbentuk bulat, oleh sebagian orang Malang dahulu dinamakan Alun-Alun Bunder.
Rakai Hino menyebutkan, Belanda hanya membangun bundaran dengan air mancur untuk tempat rekreasi atau sekedar berkumpul para kaum ekspatriat Belanda saat itu. Apalagi kompleks sekitarnya merupakan kompleks para petinggi atau pejabat di zamannya.
tulis komentar anda