Berikan Efek Medis, Puasa Sehat di Tengah Pandemi
Jum'at, 24 April 2020 - 10:45 WIB
Covid-19 acap kali dikaitkan dengan daya tahan tubuh. Lalu, pada masa pandemi ini amankah kita dari infeksi jika tetap berpuasa?
Ramadhan tahun ini berbeda dengan tahun-tahun lainnya. Tidak ada tarawih, tidak ada kegiatan sosial yang biasa dilakukan pada bulan Ramadan, tidak ada mudik, dan tidak ada iktikaf di masjid, semua dilakukan bersama keluarga di rumah. Meski begitu, hal ini bukan berarti lantas menyurutkan semangat kita untuk melakukan puasa pada bulan suci ini.
Akademisi dan praktisi gizi yang juga Ketua Yayasan Masyarakat Sadar Gizi dr Tirta Prawita Sari MSc SpGK mengatakan, puasa sejatinya memberikan efek medis yang baik bagi kesehatan karena memberikan kesempatan pada tubuh untuk menjalani pergantian metabolisme (metabolism switch); mengubah penggunaan sumber energi dan memakai simpanan energi yang selama ini disimpan dalam bentuk lemak.
"Penggunaan sumber energi yang berbeda ini menjadi salah satu bentuk detoksifikasi yang memberi dampak metabolisme yang berbeda bagi tubuh," ungkap dr Tirta dalam diskusi online Puasa Sehat dan Menyehatkan pada Rabu (22/04/2020) yang diadakan Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Komunitas Literasi Gizi (Koalizi), dan Departemen Kesehatan Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS).
Namun, dr Tirta mengingatkan, di tengah pandemi seperti ini, ada baiknya tidak mengonsumsi makanan yang dapat memicu terjadinya inflamasi (peradangan). Itu sebabnya disarankan menjauhi makanan dengan gula tinggi, lemak jenuh, dan trans yang juga tinggi seperti teh manis dan minuman manis lainnya, serta aneka gorengan yang sering menjadi tipikal menu berbuka di Indonesia.
"Lebih baik mengonsumsi kurma dan buah-buahan yang banyak mengandung air untuk menyuplai vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh," ujarnya. Seperti halnya dalam kondisi normal, konsumsi makanan bergizi seimbang saat berpuasa sangat diperlukan untuk menjaga daya tahan tubuh, terlebih dalam situasi pandemi seperti sekarang.
Indikator seimbangnya makanan yang dimakan dapat dilihat dari variasi jenis dan warna yang terhidang dalam piring makan. Pastikan selalu menghadirkan protein (hewani dan nabati), sumber karbohidrat (makanan pokok, diutamakan yang mengandung serat tinggi seperti nasi merah, umbi, jagung, atau nasi putih yang ditambahkan dengan aneka biji-bijian), serta sumber lemak baik yang bisa diperoleh dari alpukat dan minyak tidak jenuh ganda lainnya.
Adapun protein hewani akan menyuplai asam amino yang lengkap dibandingkan protein nabati. Pastikan selalu ada setidaknya 1–2 porsi protein hewani. Jenis daging putih seperti unggas dan ikan merupakan pilihan terbaik. Jika sulit mendapatkannya, sebutir telur per hari menjadi jalan keluar yang paling baik untuk dapatkan protein berkualitas. Protein yang menjalani proses fermentasi sangat baik untuk kesehatan saluran cerna. Tahu dan tempe lebih baik daripada kacang kedelai. Yoghurt dan keju memiliki kelebihan daripada susu.
Pengecualian untuk Tenaga Medis
Lembaga fatwa Mesir Darul Ifta menekankan tiga hal terkait puasa Ramadan saat pandemi Covid-19. Pimpinan Pesantren Syawarifiyyah Rorotan Jakarta Utara Ustaz Abul Hayyi Nur SPdI SSos menjelaskan, apabila seorang muslim sehat, tidak terinfeksi virus, dan memiliki kondisi yang lengkap dan sempurna untuk berpuasa, dia tetap wajib berpuasa. Bagi yang terinfeksi, maka tergantung saran dokter.
Adapun para dokter dan perawat yang merawat pasien Covid-19 diperbolehkan untuk tidak menjalani puasa karena dikhawatirkan akan mengancam nyawa dan berbahaya bagi kesehatan mereka. "Para dokter boleh tidak puasa apabila berbahaya bagi mereka. Apabila dia berisiko lebih tinggi, diperbolehkan tidak puasa," kata Ustaz Abul. Namun, mereka wajib mengganti puasa pada bulan lain selain Ramadan.
Dia memaparkan bahwa puasa yang dilakukan Rasulullah adalah dengan memaksimalkan waktu siang hari dan memanfaatkan waktu malam hari untuk beribadah kepada Allah SWT. Rasulullah juga mengakhiri sahurnya saat mendekati imsak atau azan subuh. Ustaz Abul menambahkan, dalam menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadan, umat muslim harus melakukannya hanya karena Allah dengan niat dan ikhlas. “Di balik perintah dan larangan Allah pasti ada hikmah. Kita ikuti dan jalani, insya Allah berkah bagi semua umat," paparnya. (Sri Noviarni)
Ramadhan tahun ini berbeda dengan tahun-tahun lainnya. Tidak ada tarawih, tidak ada kegiatan sosial yang biasa dilakukan pada bulan Ramadan, tidak ada mudik, dan tidak ada iktikaf di masjid, semua dilakukan bersama keluarga di rumah. Meski begitu, hal ini bukan berarti lantas menyurutkan semangat kita untuk melakukan puasa pada bulan suci ini.
Akademisi dan praktisi gizi yang juga Ketua Yayasan Masyarakat Sadar Gizi dr Tirta Prawita Sari MSc SpGK mengatakan, puasa sejatinya memberikan efek medis yang baik bagi kesehatan karena memberikan kesempatan pada tubuh untuk menjalani pergantian metabolisme (metabolism switch); mengubah penggunaan sumber energi dan memakai simpanan energi yang selama ini disimpan dalam bentuk lemak.
"Penggunaan sumber energi yang berbeda ini menjadi salah satu bentuk detoksifikasi yang memberi dampak metabolisme yang berbeda bagi tubuh," ungkap dr Tirta dalam diskusi online Puasa Sehat dan Menyehatkan pada Rabu (22/04/2020) yang diadakan Yayasan Gerakan Masyarakat Sadar Gizi, Komunitas Literasi Gizi (Koalizi), dan Departemen Kesehatan Badan Pengurus Pusat Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS).
Namun, dr Tirta mengingatkan, di tengah pandemi seperti ini, ada baiknya tidak mengonsumsi makanan yang dapat memicu terjadinya inflamasi (peradangan). Itu sebabnya disarankan menjauhi makanan dengan gula tinggi, lemak jenuh, dan trans yang juga tinggi seperti teh manis dan minuman manis lainnya, serta aneka gorengan yang sering menjadi tipikal menu berbuka di Indonesia.
"Lebih baik mengonsumsi kurma dan buah-buahan yang banyak mengandung air untuk menyuplai vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh," ujarnya. Seperti halnya dalam kondisi normal, konsumsi makanan bergizi seimbang saat berpuasa sangat diperlukan untuk menjaga daya tahan tubuh, terlebih dalam situasi pandemi seperti sekarang.
Indikator seimbangnya makanan yang dimakan dapat dilihat dari variasi jenis dan warna yang terhidang dalam piring makan. Pastikan selalu menghadirkan protein (hewani dan nabati), sumber karbohidrat (makanan pokok, diutamakan yang mengandung serat tinggi seperti nasi merah, umbi, jagung, atau nasi putih yang ditambahkan dengan aneka biji-bijian), serta sumber lemak baik yang bisa diperoleh dari alpukat dan minyak tidak jenuh ganda lainnya.
Adapun protein hewani akan menyuplai asam amino yang lengkap dibandingkan protein nabati. Pastikan selalu ada setidaknya 1–2 porsi protein hewani. Jenis daging putih seperti unggas dan ikan merupakan pilihan terbaik. Jika sulit mendapatkannya, sebutir telur per hari menjadi jalan keluar yang paling baik untuk dapatkan protein berkualitas. Protein yang menjalani proses fermentasi sangat baik untuk kesehatan saluran cerna. Tahu dan tempe lebih baik daripada kacang kedelai. Yoghurt dan keju memiliki kelebihan daripada susu.
Pengecualian untuk Tenaga Medis
Lembaga fatwa Mesir Darul Ifta menekankan tiga hal terkait puasa Ramadan saat pandemi Covid-19. Pimpinan Pesantren Syawarifiyyah Rorotan Jakarta Utara Ustaz Abul Hayyi Nur SPdI SSos menjelaskan, apabila seorang muslim sehat, tidak terinfeksi virus, dan memiliki kondisi yang lengkap dan sempurna untuk berpuasa, dia tetap wajib berpuasa. Bagi yang terinfeksi, maka tergantung saran dokter.
Adapun para dokter dan perawat yang merawat pasien Covid-19 diperbolehkan untuk tidak menjalani puasa karena dikhawatirkan akan mengancam nyawa dan berbahaya bagi kesehatan mereka. "Para dokter boleh tidak puasa apabila berbahaya bagi mereka. Apabila dia berisiko lebih tinggi, diperbolehkan tidak puasa," kata Ustaz Abul. Namun, mereka wajib mengganti puasa pada bulan lain selain Ramadan.
Dia memaparkan bahwa puasa yang dilakukan Rasulullah adalah dengan memaksimalkan waktu siang hari dan memanfaatkan waktu malam hari untuk beribadah kepada Allah SWT. Rasulullah juga mengakhiri sahurnya saat mendekati imsak atau azan subuh. Ustaz Abul menambahkan, dalam menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadan, umat muslim harus melakukannya hanya karena Allah dengan niat dan ikhlas. “Di balik perintah dan larangan Allah pasti ada hikmah. Kita ikuti dan jalani, insya Allah berkah bagi semua umat," paparnya. (Sri Noviarni)
(ysw)
tulis komentar anda