Wisata di Desa Kole Sawangan, Mengenal Lebih Dekat Eksotika Adat Budaya Tana Toraja
Senin, 15 Agustus 2022 - 22:21 WIB
TANA TORAJA - Jika hendak berwisata keliling Indonesia, jangan lupa masukkan Tana Toraja dalam daftar daerah yang akan Anda kunjungi, ya! Sebab tak hanya memiliki pemandangan alam yang memesona, tanah ini juga terkenal akan budayanya yang masih sangat kental.
Salah satu tempat yang tak boleh Anda lewatkan adalah Desa Wisata Kole Sawangan. Desa ini berada sejauh 300 kilometer dari Kota Makassar, atau delapan jam perjalanan jika ditempuh dengan perjalanan darat. Namun, jika dari Bandara toraja, Anda hanya akan menempuh perjalanan sejauh sembilan kilometer saja. Terlebih, terdapat penerbangan dari Bandara Sultan Hasanuddin Makasar ke Bandara Toraja setiap harinya.
Salah satu tradisi yang masih bisa Anda saksikan di desa ini adalah upacara Rambu Solo, yakni upacara pemakaman khas masyarakat Toraja. Dalam prosesi upacara ini, warga akan mengantarkan jasad kerabatnya menuju peristirahatan abadi.
Rambu Solo dikenal sebagai upacara kematian yang mewah, karena biasanya membutuhkan kerbau dan babi dalam jumlah yang banyak, bahkan bisa mencapai puluhan. Keberadaan hewan kerbau pun menjadi penting karena kepercayaa masyarakat meyakini bahwa kerbau akan menjadi hewan tuggangan arwah menuju nirwana.
Biasanya, upacara Rambu Solo diadakan 3-7 hari lamanya. Kondisi masyarakat Toraja yang kini banyak merantau ke luar daerah, menjadi tantangan sendiri bagi mereka untuk bisa menghadirkan seluruh kerabat dalam upacara adat tersebut. Sulitnya mengumpulkan kerabat, serta upacara yang tidak sedikit jadi alasan utama upacara Rambu Solo kerap ditunda pelaksanaannya hingga beberapa bulan. Lantas, bagaimana jenazah yang belum melalui prosesi upacara Rambu Solo?
Menurut Wakil Ketua Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) Desa Wisata Kole Sawangan Maria Roswati, jenazah yang belum melalui upacara Rambu Solo biasanya dikubur seperti biasa, atau disemayamkan di dalam peti dan diasumsikan masih dalam keadaan sakit. Karena itulah, mereka memperlakukan jenazah tersebut selayaknya orang yang sedang sakit, dengan memberikan makan dan minuman yang sama dengan apa yang mereka makan.
“Kebiasaan kami orang Toraja, ada ramuan yang bisa dipakai agar bisa mengeringi dan tidak mengeluarkan aroma (jenazah), dan ada tradisi membuang aroma di tempat lain, jadi aromanya ngga di sini, tapi di tempat lain,” kata Maria.
Tak berhenti sampai di sana, Desa Kole Sawangan juga masih menyimpan beragam keunikan lainnya, yaitu Batu Salu Liang. Tak seperti batu pada umumnya, Batu Salu Liang berukuran sangat besar dengan lubang-lubang pahat di dalamnya.
Sejak 1215, para leluhur mulai memahat batu ini sebagai tempat persemayaman abadi jenazah keluarganya. Batu tersebut juga dipakai tempat penyembahan agama leluhur Toraja, yaitu Aluk Todolo. Terdapat 107 lubang dengan kedalaman hingga 2,5 meter setiap lubangnya. Tulang belulang pun tersimpan aman di Salu Liang yang masih digunakan hiingga kini.
Salah satu tempat yang tak boleh Anda lewatkan adalah Desa Wisata Kole Sawangan. Desa ini berada sejauh 300 kilometer dari Kota Makassar, atau delapan jam perjalanan jika ditempuh dengan perjalanan darat. Namun, jika dari Bandara toraja, Anda hanya akan menempuh perjalanan sejauh sembilan kilometer saja. Terlebih, terdapat penerbangan dari Bandara Sultan Hasanuddin Makasar ke Bandara Toraja setiap harinya.
Salah satu tradisi yang masih bisa Anda saksikan di desa ini adalah upacara Rambu Solo, yakni upacara pemakaman khas masyarakat Toraja. Dalam prosesi upacara ini, warga akan mengantarkan jasad kerabatnya menuju peristirahatan abadi.
Rambu Solo dikenal sebagai upacara kematian yang mewah, karena biasanya membutuhkan kerbau dan babi dalam jumlah yang banyak, bahkan bisa mencapai puluhan. Keberadaan hewan kerbau pun menjadi penting karena kepercayaa masyarakat meyakini bahwa kerbau akan menjadi hewan tuggangan arwah menuju nirwana.
Biasanya, upacara Rambu Solo diadakan 3-7 hari lamanya. Kondisi masyarakat Toraja yang kini banyak merantau ke luar daerah, menjadi tantangan sendiri bagi mereka untuk bisa menghadirkan seluruh kerabat dalam upacara adat tersebut. Sulitnya mengumpulkan kerabat, serta upacara yang tidak sedikit jadi alasan utama upacara Rambu Solo kerap ditunda pelaksanaannya hingga beberapa bulan. Lantas, bagaimana jenazah yang belum melalui prosesi upacara Rambu Solo?
Menurut Wakil Ketua Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) Desa Wisata Kole Sawangan Maria Roswati, jenazah yang belum melalui upacara Rambu Solo biasanya dikubur seperti biasa, atau disemayamkan di dalam peti dan diasumsikan masih dalam keadaan sakit. Karena itulah, mereka memperlakukan jenazah tersebut selayaknya orang yang sedang sakit, dengan memberikan makan dan minuman yang sama dengan apa yang mereka makan.
“Kebiasaan kami orang Toraja, ada ramuan yang bisa dipakai agar bisa mengeringi dan tidak mengeluarkan aroma (jenazah), dan ada tradisi membuang aroma di tempat lain, jadi aromanya ngga di sini, tapi di tempat lain,” kata Maria.
Tak berhenti sampai di sana, Desa Kole Sawangan juga masih menyimpan beragam keunikan lainnya, yaitu Batu Salu Liang. Tak seperti batu pada umumnya, Batu Salu Liang berukuran sangat besar dengan lubang-lubang pahat di dalamnya.
Sejak 1215, para leluhur mulai memahat batu ini sebagai tempat persemayaman abadi jenazah keluarganya. Batu tersebut juga dipakai tempat penyembahan agama leluhur Toraja, yaitu Aluk Todolo. Terdapat 107 lubang dengan kedalaman hingga 2,5 meter setiap lubangnya. Tulang belulang pun tersimpan aman di Salu Liang yang masih digunakan hiingga kini.
tulis komentar anda