Wisata di Desa Kole Sawangan, Mengenal Lebih Dekat Eksotika Adat Budaya Tana Toraja
loading...
A
A
A
TANA TORAJA - Jika hendak berwisata keliling Indonesia, jangan lupa masukkan Tana Toraja dalam daftar daerah yang akan Anda kunjungi, ya! Sebab tak hanya memiliki pemandangan alam yang memesona, tanah ini juga terkenal akan budayanya yang masih sangat kental.
Salah satu tempat yang tak boleh Anda lewatkan adalah Desa Wisata Kole Sawangan. Desa ini berada sejauh 300 kilometer dari Kota Makassar, atau delapan jam perjalanan jika ditempuh dengan perjalanan darat. Namun, jika dari Bandara toraja, Anda hanya akan menempuh perjalanan sejauh sembilan kilometer saja. Terlebih, terdapat penerbangan dari Bandara Sultan Hasanuddin Makasar ke Bandara Toraja setiap harinya.
Salah satu tradisi yang masih bisa Anda saksikan di desa ini adalah upacara Rambu Solo, yakni upacara pemakaman khas masyarakat Toraja. Dalam prosesi upacara ini, warga akan mengantarkan jasad kerabatnya menuju peristirahatan abadi.
Rambu Solo dikenal sebagai upacara kematian yang mewah, karena biasanya membutuhkan kerbau dan babi dalam jumlah yang banyak, bahkan bisa mencapai puluhan. Keberadaan hewan kerbau pun menjadi penting karena kepercayaa masyarakat meyakini bahwa kerbau akan menjadi hewan tuggangan arwah menuju nirwana.
Biasanya, upacara Rambu Solo diadakan 3-7 hari lamanya. Kondisi masyarakat Toraja yang kini banyak merantau ke luar daerah, menjadi tantangan sendiri bagi mereka untuk bisa menghadirkan seluruh kerabat dalam upacara adat tersebut. Sulitnya mengumpulkan kerabat, serta upacara yang tidak sedikit jadi alasan utama upacara Rambu Solo kerap ditunda pelaksanaannya hingga beberapa bulan. Lantas, bagaimana jenazah yang belum melalui prosesi upacara Rambu Solo?
Menurut Wakil Ketua Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) Desa Wisata Kole Sawangan Maria Roswati, jenazah yang belum melalui upacara Rambu Solo biasanya dikubur seperti biasa, atau disemayamkan di dalam peti dan diasumsikan masih dalam keadaan sakit. Karena itulah, mereka memperlakukan jenazah tersebut selayaknya orang yang sedang sakit, dengan memberikan makan dan minuman yang sama dengan apa yang mereka makan.
“Kebiasaan kami orang Toraja, ada ramuan yang bisa dipakai agar bisa mengeringi dan tidak mengeluarkan aroma (jenazah), dan ada tradisi membuang aroma di tempat lain, jadi aromanya ngga di sini, tapi di tempat lain,” kata Maria.
Tak berhenti sampai di sana, Desa Kole Sawangan juga masih menyimpan beragam keunikan lainnya, yaitu Batu Salu Liang. Tak seperti batu pada umumnya, Batu Salu Liang berukuran sangat besar dengan lubang-lubang pahat di dalamnya.
Sejak 1215, para leluhur mulai memahat batu ini sebagai tempat persemayaman abadi jenazah keluarganya. Batu tersebut juga dipakai tempat penyembahan agama leluhur Toraja, yaitu Aluk Todolo. Terdapat 107 lubang dengan kedalaman hingga 2,5 meter setiap lubangnya. Tulang belulang pun tersimpan aman di Salu Liang yang masih digunakan hiingga kini.
Nah, jika bepergian ke Toraja, tak lengkap rasanya jika tak melihat secara langsung rumah adat khasnya, yaitu rumah Tongkonan. Kini, warga Desa Kole Sawangan telah menyulap rumah Tongkonan menjadi homestay yang nyaman bagi para wisatawan, lho! Tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan yang sesuai standar, ya.
Rumah Tongkonan konon menjadi lambang martabat sebuah keluarga Toraja, sehingga pembangunannya tidak sembarangan. Tanduk kerbau yang disembelih saat upacara Rambu Solo akan dipasang di depan rumah sebagai lambang status sosial pemilik rumah. Semakin banyak tanduknya, maka semakin tinggi status sosialnya di mata masyarakat.
Selama berada di Desa Kole Sawangan, Anda juga dapat melihat secara langung rumah Tongkonan Papa Battu, yakni rumah Tongkonan yang beratap batu. Dahulu, para peluhur memakai batu sebagai atap dengan jalinan rotan. Sulitnya mendapatkan jenis batu yang pas menjadi alasan utama kelangkaan rumah Tongkonan jenis ini.
Jika sudah berada di Desa Kole Sawangan, Anda tentunya harus menyantap kuliner khas Toraja, ya! Namanya adalah Pa’piong, sebuah kudapan yang dibuat dari ikan mas, perutan kelapa, daun mayana, dan bumbu-bumbu.
Pa’piong juga bisa berbahan daging ayam, babi ataupun kerbau, dan biasa disajikan pada acara besar seperti upacara kematian (Rambu Dolo) atau kegembiraan (Rambu Tuka). Rasanya terbilang sangat unik, sebab ada perpaduan gurih, renyah yang didapat dari kelapa, serta nikmatnya aroma dan rasa dari bumbu khas.
Kenikmatan menyantap Pa’piong akan semakin lengkap dengan sajian hangatnya Kopi Toraja, salah satu kopi terbaik di indonesia, bahkan di dunia. Kopi Toraja tumbuh di dataran tinggi di atas 1300 mdpl, sehingga aroma dan rasa berbeda, serta pengaruh kandungan tanah di Toraja.
Oh iya, Anda juga bisa #BeliKreatifLokal berbagai cendera mata khas Toraja yang ada di Desa Wisata Kole Sawangan, lho! Salah satunya, yaitu kerajinan pahat tulang kerbau yang disulap menjadi beragam bentuk yang unik. Biasanya ada juga yang terbuat dari gigi kerbau, gigi babi, hingga kulit kambing.
Ada pula kerajinan bambu berupa anyaman peralatan rumah tangga, seperti tempat nasi, keranjang ikan, dan lain-lain yang bisa bertahan hingga bertahun-tahun lamanya. Kehidupan masyarakat Toraja sejak lahir hingga meninggal dunia memang tak lepas dari bambu.
Tak heran, dalam kunjungannya beberapa waktu lalu, Kemenparekraf memberikan bantuan alat pemotong bambu. Bantuan ini pun dinilai sudah tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat manfaat.
Proses menenun kain tenun Toraja. (Foto: YouTube iNews)
Eits, belum selesai! Sebelum bertolak kembali ke rumah, jangan lupa untuk membawa pulang kain tenun khas Toraja, ya. Kain ini memiliki motif dan warna beragam sesuai setiap ketentuan upacara adat, lho. Misalnya saja, warna merah dan hitam adalah warna yang digunakan pada saat upacara duka, seperti Rambu Solo. Sementara untuk Rambu Tuka, digunakan warna cerah seperti putih dan kuning.
Bagaimana? Tertarik untuk berkunjung? Tunggu apa lagi, yuk rencanakan wisata #DiIndonesiaAja dalam waktu dekat! Informasi selengkapnya mengenai pariwisata Indonesia dapat Anda peroleh di sini .
#MenyapaDesa
#DesaWisata
#WonderfulIndonesia
#PesonaIndonesia
#DiIndonesiaAja
Lihat Juga: Sandiaga Angkat Potensi Desa Wisata Indonesia Lewat Buku Introducing Indonesia to The World
Salah satu tempat yang tak boleh Anda lewatkan adalah Desa Wisata Kole Sawangan. Desa ini berada sejauh 300 kilometer dari Kota Makassar, atau delapan jam perjalanan jika ditempuh dengan perjalanan darat. Namun, jika dari Bandara toraja, Anda hanya akan menempuh perjalanan sejauh sembilan kilometer saja. Terlebih, terdapat penerbangan dari Bandara Sultan Hasanuddin Makasar ke Bandara Toraja setiap harinya.
Salah satu tradisi yang masih bisa Anda saksikan di desa ini adalah upacara Rambu Solo, yakni upacara pemakaman khas masyarakat Toraja. Dalam prosesi upacara ini, warga akan mengantarkan jasad kerabatnya menuju peristirahatan abadi.
Rambu Solo dikenal sebagai upacara kematian yang mewah, karena biasanya membutuhkan kerbau dan babi dalam jumlah yang banyak, bahkan bisa mencapai puluhan. Keberadaan hewan kerbau pun menjadi penting karena kepercayaa masyarakat meyakini bahwa kerbau akan menjadi hewan tuggangan arwah menuju nirwana.
Biasanya, upacara Rambu Solo diadakan 3-7 hari lamanya. Kondisi masyarakat Toraja yang kini banyak merantau ke luar daerah, menjadi tantangan sendiri bagi mereka untuk bisa menghadirkan seluruh kerabat dalam upacara adat tersebut. Sulitnya mengumpulkan kerabat, serta upacara yang tidak sedikit jadi alasan utama upacara Rambu Solo kerap ditunda pelaksanaannya hingga beberapa bulan. Lantas, bagaimana jenazah yang belum melalui prosesi upacara Rambu Solo?
Menurut Wakil Ketua Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) Desa Wisata Kole Sawangan Maria Roswati, jenazah yang belum melalui upacara Rambu Solo biasanya dikubur seperti biasa, atau disemayamkan di dalam peti dan diasumsikan masih dalam keadaan sakit. Karena itulah, mereka memperlakukan jenazah tersebut selayaknya orang yang sedang sakit, dengan memberikan makan dan minuman yang sama dengan apa yang mereka makan.
“Kebiasaan kami orang Toraja, ada ramuan yang bisa dipakai agar bisa mengeringi dan tidak mengeluarkan aroma (jenazah), dan ada tradisi membuang aroma di tempat lain, jadi aromanya ngga di sini, tapi di tempat lain,” kata Maria.
Tak berhenti sampai di sana, Desa Kole Sawangan juga masih menyimpan beragam keunikan lainnya, yaitu Batu Salu Liang. Tak seperti batu pada umumnya, Batu Salu Liang berukuran sangat besar dengan lubang-lubang pahat di dalamnya.
Sejak 1215, para leluhur mulai memahat batu ini sebagai tempat persemayaman abadi jenazah keluarganya. Batu tersebut juga dipakai tempat penyembahan agama leluhur Toraja, yaitu Aluk Todolo. Terdapat 107 lubang dengan kedalaman hingga 2,5 meter setiap lubangnya. Tulang belulang pun tersimpan aman di Salu Liang yang masih digunakan hiingga kini.
Nah, jika bepergian ke Toraja, tak lengkap rasanya jika tak melihat secara langsung rumah adat khasnya, yaitu rumah Tongkonan. Kini, warga Desa Kole Sawangan telah menyulap rumah Tongkonan menjadi homestay yang nyaman bagi para wisatawan, lho! Tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan yang sesuai standar, ya.
Rumah Tongkonan konon menjadi lambang martabat sebuah keluarga Toraja, sehingga pembangunannya tidak sembarangan. Tanduk kerbau yang disembelih saat upacara Rambu Solo akan dipasang di depan rumah sebagai lambang status sosial pemilik rumah. Semakin banyak tanduknya, maka semakin tinggi status sosialnya di mata masyarakat.
Selama berada di Desa Kole Sawangan, Anda juga dapat melihat secara langung rumah Tongkonan Papa Battu, yakni rumah Tongkonan yang beratap batu. Dahulu, para peluhur memakai batu sebagai atap dengan jalinan rotan. Sulitnya mendapatkan jenis batu yang pas menjadi alasan utama kelangkaan rumah Tongkonan jenis ini.
Jika sudah berada di Desa Kole Sawangan, Anda tentunya harus menyantap kuliner khas Toraja, ya! Namanya adalah Pa’piong, sebuah kudapan yang dibuat dari ikan mas, perutan kelapa, daun mayana, dan bumbu-bumbu.
Pa’piong juga bisa berbahan daging ayam, babi ataupun kerbau, dan biasa disajikan pada acara besar seperti upacara kematian (Rambu Dolo) atau kegembiraan (Rambu Tuka). Rasanya terbilang sangat unik, sebab ada perpaduan gurih, renyah yang didapat dari kelapa, serta nikmatnya aroma dan rasa dari bumbu khas.
Kenikmatan menyantap Pa’piong akan semakin lengkap dengan sajian hangatnya Kopi Toraja, salah satu kopi terbaik di indonesia, bahkan di dunia. Kopi Toraja tumbuh di dataran tinggi di atas 1300 mdpl, sehingga aroma dan rasa berbeda, serta pengaruh kandungan tanah di Toraja.
Oh iya, Anda juga bisa #BeliKreatifLokal berbagai cendera mata khas Toraja yang ada di Desa Wisata Kole Sawangan, lho! Salah satunya, yaitu kerajinan pahat tulang kerbau yang disulap menjadi beragam bentuk yang unik. Biasanya ada juga yang terbuat dari gigi kerbau, gigi babi, hingga kulit kambing.
Ada pula kerajinan bambu berupa anyaman peralatan rumah tangga, seperti tempat nasi, keranjang ikan, dan lain-lain yang bisa bertahan hingga bertahun-tahun lamanya. Kehidupan masyarakat Toraja sejak lahir hingga meninggal dunia memang tak lepas dari bambu.
Tak heran, dalam kunjungannya beberapa waktu lalu, Kemenparekraf memberikan bantuan alat pemotong bambu. Bantuan ini pun dinilai sudah tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat manfaat.
Proses menenun kain tenun Toraja. (Foto: YouTube iNews)
Eits, belum selesai! Sebelum bertolak kembali ke rumah, jangan lupa untuk membawa pulang kain tenun khas Toraja, ya. Kain ini memiliki motif dan warna beragam sesuai setiap ketentuan upacara adat, lho. Misalnya saja, warna merah dan hitam adalah warna yang digunakan pada saat upacara duka, seperti Rambu Solo. Sementara untuk Rambu Tuka, digunakan warna cerah seperti putih dan kuning.
Bagaimana? Tertarik untuk berkunjung? Tunggu apa lagi, yuk rencanakan wisata #DiIndonesiaAja dalam waktu dekat! Informasi selengkapnya mengenai pariwisata Indonesia dapat Anda peroleh di sini .
#MenyapaDesa
#DesaWisata
#WonderfulIndonesia
#PesonaIndonesia
#DiIndonesiaAja
Lihat Juga: Sandiaga Angkat Potensi Desa Wisata Indonesia Lewat Buku Introducing Indonesia to The World
(srf)