Hindari Lemak di Hati, Lakukan dengan Pola Hidup Sehat
Jum'at, 03 Juli 2020 - 13:41 WIB
JAKARTA - Kewaspadaan terhadap Covid19, hendaknya tetap diiringi dengan komitmen pola hidup sehat demi mencegah Penyakit Tidak Menular (PTM), salah satunya perlemakan hati non alkohol.
Seperti PTM lainnya, perlemakan hati non alkohol amat erat kaitannya dengan gaya hidup. Ini adalah kondisi di mana ada terlalu banyak lemak yang tersimpan dalam sel-sel hati, namun ini terjadi pada orang yang bukan peminum alkohol ataupun hanya minum sedikit alkohol. Jika sel lemak di hati sudah lebih dari lima persen, maka individu tersebut dikatakan mengalami perlemakan hati.
Di Indonesia, prevalensi penderita perlemakan hati non alkohol adalah sebesar 30%. Perlemakan hati non-alkohol merupakan bentuk penyakit yang berpotensi serius, ditandai oleh peradangan hati berat (yang dapat berkembang menjadi luka dan kerusakan yang tidak dapat disembuhkan). Kerusakan ini mirip dengan kerusakan yang disebabkan oleh penggunaan alkohol berat. Keadaan ini dapat berujung sirosis hingga kanker.
Penderita umumnya berusia 40 tahun. Masalahnya, penderita sangat mungkin tidak menyadari dirinya menderita penyakit serius itu sebab tidak bergejala. "Perlemakan hati umumnya tidak bergejala. Pemeriksaan bisa dengan USG hati, yang sama seperti USG memeriksa jenis kelamin bayi pada ibu hamil," kata Dr. dr. Irsan Hasan, SpP-KGEH, FINASIM dalam Webinar Menjaga Kesehatan Hati di Era New Normal yang diadakan PT. kalbe Farma Tbk. (Baca: 8 Rekor Rudy Hartono yang Menggemparkan Buklu Tangkis Dunia)
Pada hati yang berlemak terlihat berwarna putih pucat daripada ginjal sementara warna yang sehat merah. Ia melanjutkan, penderita biasanya memiliki gaya hidup tidak sehat seperti makan makanan tinggi lemak, kurang makan sayur, makan makanan tinggi kalori, dan diperparah dengan kurang gerak, obesitas, dan faktor genetika. "Perlemakan hati bagian dari sindrom metabolisme. Tidak jarang orang dengan perlemakan hati bukan mengeluh karena penyakitnya, tapi waktu medical checkup memang ditemukan fatty liver," terang dr. Irsan.
Setelah lemak terdeteksi, nantinya dokter menyarankan pemeriksaan lanjutan, dan terapi terutama perbaikan gaya hidup karena lemak ini berkaitan dengan gaya hidup seperti pola makan. Agar lemak di hati tak menyebabkan komplikasi seperti peradangan hati, kegagalan hati dan kanker hati, dokter akan menyarankan perbaikan gaya hidup seperti mengatur pola makan, olahraga, menurunkan berat badan dan pemberian obat antioksidan.
Adapun hepatoprotektor (obat yang memberikan perlindungan pada hati) yang diberikan, dikatakan dr. Irsan bukanlah terapi utama atau bukan peluruh lemak. "Obat ini sifatnya antiradang, antioksidan untuk memperbaiki membran sel hati," kata dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) ini.
Sementara itu Netty Andriana, Product Manager PT Kalbe Farma Tbk mengatakan, Kalbe memiliki beberapa produk yang bisa menjadi solusi untuk perlindungan maksimum kesehatan hati di era new normal. "Diantaranya Hepamax yang merupakan suplemen untuk memelihara kesehatan hati dan Hepatosol yang merupakan pangan olahan untuk keperluan medis khusus untuk pasien penyakit hati kronis,” ujar Netty. (Baca juga: Via Vallen dari Pengamen ke Pedangdut dengan Bayaran Tinggi)
Virus Corona Juga Serang Hati
Perlu diketahui, virus SarsCov 2 bukan hanya menyerang paru tetapi virus ini bisa menyerang organ lain seperti jantung maupun hati. "Pasien hati kronik yang kena Covid-19 akan lebih lama dirawat ataupun sembuh lebih lama dibanding pasien Covid-19 yang tidak memiliki penyakit hati," kata dr. Irsan. Hal ini juga ditegaskan oleh para ahli lainnya.
Dikutip dari Reuters, Dr. Eric Topol, kardiologis dan direktur Scripps Research Translational Institute di La Jolla, California, AS menuturkan, "kami pikir ini hanyalah virus pernapasan, ternyata virus ini juga menyerang pankreas, jantung, hati, otak, ginjal, dan organ lain. Kami tidak mengetahuinya di awal," katanya. (Lihat videonya: Diduga Gunakan Ilmu Kebal, pencuri jadi Bulan-bulanan Warga)
Pasien Covid-19 yang mengalami gangguan pernapasan berat, bisa menderita penggumpalan atau pembekuan darah yang bisa berujung stroke dan peradangan yang menyerang sistem organ. Virus juga bisa menyebabkan komplikasi syaraf ya g beragam mulai dari sakit kepala, pusing, kehilangan indera penciuman atau perasa, hingga kejang, dan kebingungan. (Sri Noviarni)
Seperti PTM lainnya, perlemakan hati non alkohol amat erat kaitannya dengan gaya hidup. Ini adalah kondisi di mana ada terlalu banyak lemak yang tersimpan dalam sel-sel hati, namun ini terjadi pada orang yang bukan peminum alkohol ataupun hanya minum sedikit alkohol. Jika sel lemak di hati sudah lebih dari lima persen, maka individu tersebut dikatakan mengalami perlemakan hati.
Di Indonesia, prevalensi penderita perlemakan hati non alkohol adalah sebesar 30%. Perlemakan hati non-alkohol merupakan bentuk penyakit yang berpotensi serius, ditandai oleh peradangan hati berat (yang dapat berkembang menjadi luka dan kerusakan yang tidak dapat disembuhkan). Kerusakan ini mirip dengan kerusakan yang disebabkan oleh penggunaan alkohol berat. Keadaan ini dapat berujung sirosis hingga kanker.
Penderita umumnya berusia 40 tahun. Masalahnya, penderita sangat mungkin tidak menyadari dirinya menderita penyakit serius itu sebab tidak bergejala. "Perlemakan hati umumnya tidak bergejala. Pemeriksaan bisa dengan USG hati, yang sama seperti USG memeriksa jenis kelamin bayi pada ibu hamil," kata Dr. dr. Irsan Hasan, SpP-KGEH, FINASIM dalam Webinar Menjaga Kesehatan Hati di Era New Normal yang diadakan PT. kalbe Farma Tbk. (Baca: 8 Rekor Rudy Hartono yang Menggemparkan Buklu Tangkis Dunia)
Pada hati yang berlemak terlihat berwarna putih pucat daripada ginjal sementara warna yang sehat merah. Ia melanjutkan, penderita biasanya memiliki gaya hidup tidak sehat seperti makan makanan tinggi lemak, kurang makan sayur, makan makanan tinggi kalori, dan diperparah dengan kurang gerak, obesitas, dan faktor genetika. "Perlemakan hati bagian dari sindrom metabolisme. Tidak jarang orang dengan perlemakan hati bukan mengeluh karena penyakitnya, tapi waktu medical checkup memang ditemukan fatty liver," terang dr. Irsan.
Setelah lemak terdeteksi, nantinya dokter menyarankan pemeriksaan lanjutan, dan terapi terutama perbaikan gaya hidup karena lemak ini berkaitan dengan gaya hidup seperti pola makan. Agar lemak di hati tak menyebabkan komplikasi seperti peradangan hati, kegagalan hati dan kanker hati, dokter akan menyarankan perbaikan gaya hidup seperti mengatur pola makan, olahraga, menurunkan berat badan dan pemberian obat antioksidan.
Adapun hepatoprotektor (obat yang memberikan perlindungan pada hati) yang diberikan, dikatakan dr. Irsan bukanlah terapi utama atau bukan peluruh lemak. "Obat ini sifatnya antiradang, antioksidan untuk memperbaiki membran sel hati," kata dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) ini.
Sementara itu Netty Andriana, Product Manager PT Kalbe Farma Tbk mengatakan, Kalbe memiliki beberapa produk yang bisa menjadi solusi untuk perlindungan maksimum kesehatan hati di era new normal. "Diantaranya Hepamax yang merupakan suplemen untuk memelihara kesehatan hati dan Hepatosol yang merupakan pangan olahan untuk keperluan medis khusus untuk pasien penyakit hati kronis,” ujar Netty. (Baca juga: Via Vallen dari Pengamen ke Pedangdut dengan Bayaran Tinggi)
Virus Corona Juga Serang Hati
Perlu diketahui, virus SarsCov 2 bukan hanya menyerang paru tetapi virus ini bisa menyerang organ lain seperti jantung maupun hati. "Pasien hati kronik yang kena Covid-19 akan lebih lama dirawat ataupun sembuh lebih lama dibanding pasien Covid-19 yang tidak memiliki penyakit hati," kata dr. Irsan. Hal ini juga ditegaskan oleh para ahli lainnya.
Dikutip dari Reuters, Dr. Eric Topol, kardiologis dan direktur Scripps Research Translational Institute di La Jolla, California, AS menuturkan, "kami pikir ini hanyalah virus pernapasan, ternyata virus ini juga menyerang pankreas, jantung, hati, otak, ginjal, dan organ lain. Kami tidak mengetahuinya di awal," katanya. (Lihat videonya: Diduga Gunakan Ilmu Kebal, pencuri jadi Bulan-bulanan Warga)
Pasien Covid-19 yang mengalami gangguan pernapasan berat, bisa menderita penggumpalan atau pembekuan darah yang bisa berujung stroke dan peradangan yang menyerang sistem organ. Virus juga bisa menyebabkan komplikasi syaraf ya g beragam mulai dari sakit kepala, pusing, kehilangan indera penciuman atau perasa, hingga kejang, dan kebingungan. (Sri Noviarni)
(ysw)
Lihat Juga :
tulis komentar anda