Terbukti Lebih Rendah Risiko, Indonesia Bisa Contoh Selandia Baru Dorong Perokok Beralih ke Produk Tembakau Alternatif

Kamis, 13 Oktober 2022 - 15:56 WIB
Terbukti lebih rendah risiko, Indonesia bisa contoh Selandia Baru dorong perokok beralih ke produk tembakau alternatif. Foto/Ilustrasi/Dok.Sindonews
JAKARTA - Menurunkan angka 65 juta perokok aktif di Indonesia memang bukan perkara mudah. Larangan merokok dan dampak rokok yang banyak terpampang di berbagai ruang publik sepertinya belum bisa menurunkan angka perokok di negeri ini.

Oleh karenanya, pemerintah perlu memikirkan cara lain agar risiko terhadap kesehatan masyarakat lebih terjaga. Seperti yang dilakukan Selandia Baru yang memilih mendukung kehadiran produk tembakau alternatif sebagai cara untuk menurunkan risiko perokok di negaranya.

Dukungan tersebut, bukan tanpa dasar. Negeri Kiwi itu melakukan pengembangan sains, inovasi dan teknologi di industri tembakau ini memberikan dampak yang positif yakni terjadinya penurunan prevalensi merokok.

Rahmana Emran Kartasasmita, tim Pengkaji dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB) mengatakan, pihaknya juga telah mengkaji mengenai produk tembakau alternatif, khususnya tembakau yang dipanaskan. Bahkan, kajiannya tersebut sudah disampaikan dalam 5th Scientific Summit yang diselenggarakan di Athena, Yunani pada 21-22 September 2022 lalu.





“Produk tembakau yang dipanaskan secara komparatif lebih rendah risiko daripada rokok. Oleh karena itu, produk tersebut perlu diteliti lebih lanjut secara eksperimental oleh pihak-pihak yang terkait,” kata Emran, seperti dikutip Kamis (13/10/2022).

Direktur Centre of Research Excellence: Indigenous Sovereignty & Smoking dari Selandia Baru, Marewa Glover yang juga hadir dalam kegiatan 5th Scientific Summit juga menyatakan menurunkan angka perokok di negaranya juga menjadi fokus dalam beberapa dekade terakhir.

Bahkan ia menyatakan, Selandia Baru menjadi negara pertama di dunia yang menerapkan Undang-Undang Lingkungan Bebas Asap dan Produk Teregulasi (Smokefree Environments and Regulated Products Act) yang disahkan pada 1990. Regulasi tersebut bertujuan untuk mengurangi bahaya akibat rokok.

Selama 30 tahun berikutnya semenjak undang-undang itu ditetapkan, Pemerintah Selandia Baru melakukan beberapa kali amandemen untuk mengeluarkan ketentuan seperti pembatasan pemasaran, ketentuan kemasan, hingga kenaikan tarif cukai. Tetapi kebijakan tersebut tidak cukup efektif untuk menurunkan prevalensi merokok. Pada 1992, prevalensi merokok di Selandia Baru sebesar 27%. Lalu 20 tahun kemudian, prevalensi merokok sekitar 18,4%. “Pendekatan pengurangan bahaya pada saat itu hanya difokuskan dalam pengendalian konsumsi rokok,” kata Marewa.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More