Riset Pengurangan Bahaya Tembakau, Peneliti Indonesia Sebut Terdapat Perbedaan Risiko Kesehatan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Peneliti dari Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran (FKG Unpad), Amaliya menghadiri undangan dari Philippine College of Oral & Maxillofacial Surgeons (PCOMS) untuk memaparkan mengenai perkembangan riset pengurangan bahaya tembakau pada acara PCOMS 46th National Conference di Manila, Senin (20/03/2023).
Acara yang mengusung tema “Moving Forward the Practice of Oral and Maxillofacial Surgery to the New Generation” ini turut dihadiri oleh peserta lain dari Indonesia yakni Peneliti Pusat Studi Kedokteran Gigi Militer Universitas Padjadjaran, Yun Mukmin Akbar dan Peneliti Departemen Periodonsia, FKG Unpad, Siti Sopiatin.
Dalam pemaparannya, Amaliya menjelaskan masalah prevalensi merokok di Indonesia dan dampaknya terhadap kesehatan, khususnya gigi dan mulut, mendorong adanya riset pengurangan bahaya tembakau yang memanfaatkan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik atau vape dan produk tembakau yang dipanaskan, yang ditujukan bagi perokok dewasa yang mengalami kesulitan untuk berhenti merokok. Riset tersebut mencakup uji laboratorium (laboratory studies), survei, studi observasi, uji klinis (clinical trials), dan tinjauan sistematis.
Beberapa studi yang sudah dilakukan yakni adalah analisis kuantitatif kandungan e-liquid vape dan tembakau dari produk tembakau yang dipanaskan, studi cross-sectional, yang mengevaluasi hasil sampel dari para subjek penelitian, yaitu sel mikronukleasi dari swab bukal (buccal) perokok vs. pengguna vape, survei profil dan pola penggunaan vape, pemeriksaan gingivitis pada perokok vs. pengguna vape, dan tinjauan sistematis mengenai efektivitas dan profil keamanan produk tembakau alternatif.
“Dari hasil studi tersebut, kami menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan profil risiko vape dan produk tembakau yang dipanaskan dibandingkan dengan rokok konvensional, yaitu risiko dari kedua produk tembakau alternatif ini lebih rendah daripada rokok terhadap kesehatan,” ujar Amaliya.
Hasil studi juga menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki peran potensial dalam membantu mengurangi kebiasaan merokok bagi perokok aktif yang sulit berhenti merokok dengan metode konvensional. Selain itu, studi lebih lanjut tersebut juga dijadikan sebagian acuan untuk evaluasi dampak dalam jangka panjang, keamanan, dan efektivitas produk tembakau alternatif untuk menyusun kebijakan pengurangan bahaya tembakau.
“Saat ini, kami sedang melanjutkan studi baru yakni SMILE Study yang mengevaluasi dampak penggunaan produk tembakau alternatif secara jangka panjang yang berkolaborasi dengan peneliti dari beberapa negara seperti Italia, Polandia, dan Moldova. Perkembangan riset pengurangan bahaya tembakau akan terus berlanjut ke depannya,” lanjut Amaliya.
Riset pengurangan bahaya tembakau di Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara lain untuk melakukan riset yang serupa, termasuk Filipina, yang mulai tertarik untuk melakukan riset pengurangan bahaya tembakau di bidang kesehatan oral (gigi dan mulut) maupun bidang lainnya. Riset tersebut juga dapat membandingkan karakteristik perilaku merokok di Indonesia dan Filipina.
Yun Mukmin, salah satu peserta, mengatakan acara ini dapat menjadi ajang untuk kerja sama dan kolaborasi riset antara Indonesia dan Filipina di bidang kedokteran gigi.
“Acara ini memberikan peluang bagi kami sebagai peneliti dan dokter gigi untuk aktif berdiskusi secara ilmiah dan melakukan berbagai penelitian yang dapat memberikan manfaat bagi khalayak umum,” ujar Yun Mukmin.
Edukasi bahaya merokok dan konsep pengurangan bahaya tembakau di kalangan militer dapat menjadi permulaan untuk melakukan kajian serupa di bidang kedokteran gigi militer.
“Riset pengurangan bahaya tembakau punya potensi yang besar terutama mengkaji perilaku merokok di kalangan militer yang menerapkan keilmuan di bidang kedokteran gigi militer melalui kerja sama dan kolaborasi riset dengan berbagai pihak,” jelas Yun Mukmin.
Acara yang mengusung tema “Moving Forward the Practice of Oral and Maxillofacial Surgery to the New Generation” ini turut dihadiri oleh peserta lain dari Indonesia yakni Peneliti Pusat Studi Kedokteran Gigi Militer Universitas Padjadjaran, Yun Mukmin Akbar dan Peneliti Departemen Periodonsia, FKG Unpad, Siti Sopiatin.
Dalam pemaparannya, Amaliya menjelaskan masalah prevalensi merokok di Indonesia dan dampaknya terhadap kesehatan, khususnya gigi dan mulut, mendorong adanya riset pengurangan bahaya tembakau yang memanfaatkan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik atau vape dan produk tembakau yang dipanaskan, yang ditujukan bagi perokok dewasa yang mengalami kesulitan untuk berhenti merokok. Riset tersebut mencakup uji laboratorium (laboratory studies), survei, studi observasi, uji klinis (clinical trials), dan tinjauan sistematis.
Beberapa studi yang sudah dilakukan yakni adalah analisis kuantitatif kandungan e-liquid vape dan tembakau dari produk tembakau yang dipanaskan, studi cross-sectional, yang mengevaluasi hasil sampel dari para subjek penelitian, yaitu sel mikronukleasi dari swab bukal (buccal) perokok vs. pengguna vape, survei profil dan pola penggunaan vape, pemeriksaan gingivitis pada perokok vs. pengguna vape, dan tinjauan sistematis mengenai efektivitas dan profil keamanan produk tembakau alternatif.
“Dari hasil studi tersebut, kami menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan profil risiko vape dan produk tembakau yang dipanaskan dibandingkan dengan rokok konvensional, yaitu risiko dari kedua produk tembakau alternatif ini lebih rendah daripada rokok terhadap kesehatan,” ujar Amaliya.
Hasil studi juga menunjukkan bahwa produk tembakau alternatif memiliki peran potensial dalam membantu mengurangi kebiasaan merokok bagi perokok aktif yang sulit berhenti merokok dengan metode konvensional. Selain itu, studi lebih lanjut tersebut juga dijadikan sebagian acuan untuk evaluasi dampak dalam jangka panjang, keamanan, dan efektivitas produk tembakau alternatif untuk menyusun kebijakan pengurangan bahaya tembakau.
“Saat ini, kami sedang melanjutkan studi baru yakni SMILE Study yang mengevaluasi dampak penggunaan produk tembakau alternatif secara jangka panjang yang berkolaborasi dengan peneliti dari beberapa negara seperti Italia, Polandia, dan Moldova. Perkembangan riset pengurangan bahaya tembakau akan terus berlanjut ke depannya,” lanjut Amaliya.
Riset pengurangan bahaya tembakau di Indonesia dapat menjadi contoh bagi negara lain untuk melakukan riset yang serupa, termasuk Filipina, yang mulai tertarik untuk melakukan riset pengurangan bahaya tembakau di bidang kesehatan oral (gigi dan mulut) maupun bidang lainnya. Riset tersebut juga dapat membandingkan karakteristik perilaku merokok di Indonesia dan Filipina.
Yun Mukmin, salah satu peserta, mengatakan acara ini dapat menjadi ajang untuk kerja sama dan kolaborasi riset antara Indonesia dan Filipina di bidang kedokteran gigi.
“Acara ini memberikan peluang bagi kami sebagai peneliti dan dokter gigi untuk aktif berdiskusi secara ilmiah dan melakukan berbagai penelitian yang dapat memberikan manfaat bagi khalayak umum,” ujar Yun Mukmin.
Edukasi bahaya merokok dan konsep pengurangan bahaya tembakau di kalangan militer dapat menjadi permulaan untuk melakukan kajian serupa di bidang kedokteran gigi militer.
“Riset pengurangan bahaya tembakau punya potensi yang besar terutama mengkaji perilaku merokok di kalangan militer yang menerapkan keilmuan di bidang kedokteran gigi militer melalui kerja sama dan kolaborasi riset dengan berbagai pihak,” jelas Yun Mukmin.
(hri)