Ketika Kopi Menjadi Bagian dari Hidup

Sabtu, 25 Juli 2020 - 13:42 WIB
loading...
Ketika Kopi Menjadi Bagian dari Hidup
Foto/Koran SINDO/Ali Masduki
A A A
KOPI bisa menjadi penghubung teman atau sahabat. Atas nama rasa, kopi punya cerita jika hitam tak selalu kotor dan pahit tak harus sedih.

Setiap orang tentu punya cara sendiri dalam menikmati secangkir kopi . Segelas kopi akan lebih terasa tergantung dari jenis kopi dan racikan seorang barista.

Profesi barista tak sekedar pembuat kopi yang berdiri di balik mesin espresso, tetapi mereka salah satu penentu secangkir kopi bisa memberikan kepuasan kepada pelanggannya atau tidak.

Kopi memang tak pernah memilih siapa yang layak menikmatinya karena di hadapan kopi semua penikmatnya sama. Tetapi rasa kopi akan menjadi lebih nikmat jika diracik oleh barista handal. Membuat kopi tidak semudah menuangkan air ke bubuk kopi . Ada ketelitian dan pemahaman serta pengalaman yang tak didapat dalam semalam. Barista harus paham tentang komposisi, rasa dan hal-hal yang menunjang nikmatnya secangkir kopi.

Dalam dunia barista nama Tuti Mochtar sudah melengenda. Saat kedai kopi belum menjadi trend seperti saat ini, Tuti sudah membuat kompetisi barista. Dia yakin profesi ini akan sangat dibutuhkan dimasa mendatang seiring trend ngopi yang berkembang. (Baca: Kemegahan Hagia Sophia Kembali terpancar dengan Salat Jumat Pertama)

Pada 2003, Tuti menggelar Indonesia Barista Competition yang diikuti hanya 24 barista. "Supaya kenal saja dulu apa itu barista, karena belum banyak kedai kopi, Starbucks saja baru buka. Satu kedai kopi ada yang mengirim empat baristanya," kenangnya.

Tak perlu ditanyakan lagi perbandingan dengan saat ini. Kini, jumlah barista yang ikut kompetisi bisa puluhan hingga ratusan. Dekat dengan profesi barista selama 22 tahun, dia melihat barista kini menjadi profesi yang menjanjikan.

Jika dapat meracik kopi yang pas, menurutnya bisa jadi akan ada investor yang melirik untuk mempercayainya menjadi pengelola kedai kopi. "Banyak yang sudah seperti itu sukses membangun kedai kopi sendiri. Makanya barista harus banyak belajar karena kopi terus berkembang. Tehnik meracik kopi juga sering ada yang baru setiap tahunnya. Barista minimal mengetahui kalau bisa mempelajari sampai ahli," jelasnya.

Jenis kopi baru juga selalu ada biasanya dari daerah baru yang selama ini belum ada. Tuti sama halnya dengan para pelaku di industri kopi pasti sering mencoba. Barista pun biasanya sering berkumpul untuk cupping bersama. Cupping merupakan kegiatan menganalisa aroma dan rasa dalam kopi. Jenis kopi baru akan disesuaikan dengan konsumen masing-masing. (Baca juga: Kopi Robusta Pangandaran Makin Dicari, Ini Rahasia Kenikmatannya)

Barista juga harus komunikatif dengan pelanggan. Menurut Tuti barista sebaiknya harus bisa mengedukasi asal muasal kopi yang disajikan ke pelanggan. Sehingga tidak jarang barista akan mengambil langsung kopi dari petani agar tahu cerita kopi yang diraciknya.

Tuti bercerita, untuk mengetahui kenikmatan kopi dari rasa kopi tidak mudah apalagi soal wangi. Wangi kopi saat sedang tahap roasting baginya seolah dapat membiusnya. "Tidak pernah bosan, wangi kopi itu juga bermacam-macam dari setiap daerah ada saja wangi baru yang muncul," ucapnya penuh semangat.

Dua dekade menjalani hari-hari bersentuhan dengan kopi hingga dia megaku tidak sedikit pun bisa dia tinggalkan. Menurut Tuti, pada tahun 2010 dirinya pernah akan hengkang dari dunia kopi. Namun nyatanya hal itu hanya berlangsung dua hari saja. Tuti kembali dan mengejar jenis kopi terbaru lagi.

Tuti menjalani hari-harinya dengan mendedikasikan dirinya pada industri kopi di Tanah Air. Hal ini agar profesi barista lebih berkualitas karena semakin banyak dibutuhkan pasar di masa depan.

Cerita lain tetang kopi juga datang dari pemuda Lampung, bermana Arief Wardana (23). Dia lahir dari keluarga petani di salah satu provinsi penghasil kopi terbaik di Indonesia. (Baca juga: Mohon Tidak Panik, Kondisi Pasar Keuangan Sudah Membaik)

Kopi juga menjadi bagian hidupnya, berkat kopi, hidup keluarganya terbantu memenuhi segala kebutuhan pokok hingga membiayai kuliahnya di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Setelah lulus nanti, Arief tak akan jauh-jauh lagi meninggalkan kampung halamannya. Dia akan kembali ke Liwa, Lampung Barat, dan akan memaksimalkan potensi kopi robusta di sana.

"Saya yakin masih bisa dikembangkan jika diolah dengan benar dan meyakinkan para petani akan hasil kopinya. Karena kebanyakan petani di Lampung cenderung membuka kebun kopi nya bersama lahan sayur-sayuran. Mereka berpikir jauh lebih menguntungkan jika ditanam sayur yang panennya bisa bulanan sekali, sementara kopi tahunan,” jelas mahasiswa semester akhir di jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB.

Padahal lanjut dia, jika kebun kopi ditanam bersama sayur-mayur maka rasa kopi yang dihasilkan akan berkurang.

Setelah lulus meracik dan belajar kopi di sekolah kopi di kampusnya. Dari situ Arief menyadari kopi memiliki citarasa yang beragam dan semakin tertarik untuk mencicipi seluruh kopi dari berbagai daerah di Indonesia.

"Kopi itu punya citarasa asam, floral, fruity, chocolate karena sudah menikmati berbagai macam kopi dari seluruh Indonesia dengan berbagai metode seduh kopi yang bermacam-macam," ungkapnya.

Arief yang saat ini berada di kampung halamannya akibat pandemi ini mulai membantu sang kakek di kebun kopi, perlahan mulai mengubah kebiasaan petani. Impiannya bulat menjadi petani kopi dan akan terus mengawasi bahkan hingga pengolahan pascapanen. (Baca juga: Teh dan Kopi Indonesia Makin Diminati Pasar Asean)

Menurut Arief jika penanaman kopi dilakukan dengan benar dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi. Misalnya untuk robusta per Kg bisa Rp 40.000 dan Arabika Rp100.000. Arief bercerita petani di desanya biasa menjual ke tengkulak seharga Rp18.000 per Kg. Padahal penghasilan utaman para petani hanya dari bertani kopi sehingga banyak dari mereka hidup tidak layak.

"Dijual murah karena proses pengolahan pascapanen seperti petik merah, sortir, grading, cacat fisik kopinya tidak diperhatikan," ujarnya.

Arief pun sekarang giat mengedukasi keluarga juga sesama rekan petani agar memperbaiki proses budidaya kopi supaya hasil kopi berkualitas. Seperti memangkas ranting-ranting yang kurang menghasilkan, menggunakan pupuk organik, menjaga sanitasi lingkungan. Dan yang lebih penting pada proses pengolahan pascapanen seperti memperhatikan proses dry, wash, atau fermentation, kemudian melakukan petik merah, sortasi, grading, penyimpanan green beans dan proses roasting. (Lihat videonya: Usai Memesan Minuman, Seorang Pengunjung Warkop Tiba-tiba Meninggal)

Selain jadi petani, pemuda ini juga ingin membuka kedai kopi di Lampung. Berkat ilmu di sekolah kopi, dia sudah bisa meracik kopi sendiri dengan alat sederhana untuk teman-teman di kampus.

Saat ini, Arief sudah berjualan biji kopi roasted dan bubuk kopi jenis robusta dan arabika dari berbagai daerah di Indonesia seperti Lampung, Sidikalang, Java Preanger, Gn Slamet. Dia mengemas kopi dalam kemasan 100 gram dan 250 gram serta cerita mengenai kopi tersebut dalam setiap kemasannya.

"Saya mencari ragam kopi dari banyak daerah dan biasanya ada cerita dibaliknya. Sehingga konsumen yang membeli tau sejarah darimana kopi berasal," tutupnya. (Ananda Nararya)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1174 seconds (0.1#10.140)