Teknologi Mutakhir Ini Dukung JEC Atasi Kelainan Refraksi di Tanah Air
loading...
A
A
A
JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan terdapat sekitar 253 juta orang di dunia yang mengalami gangguan penglihatan.
Dari jumlah tersebut, seperti dikutip dari laman Kemenkes , 36 juta mengalami kebutaan dan 217 juta mengalami gangguan penglihatan sedang hingga berat. Tentunya, angka tersebut memperlihatkan tingginya kejadian kelainan refraksi.
Kelainan refraksi merupakan gangguan penglihatan, di mana cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan jelas. Hal tersebut membuat bayangan benda terlihat buram atau tidak tajam.
Penyebabnya bisa karena panjang bola mata terlalu panjang atau bahkan terlalu pendek, perubahan bentuk kornea, dan penuaan lensa mata.
Gangguan penglihatan sendiri terdiri atas myopia (rabun jauh), hipermetropi (rabun dekat), astigmatism (silindris) dan presbiopi (rabun dekat usia lanjut).
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan memperkirakan terdapat sekitar 5-6 juta orang yang mengalami gangguan penglihatan termasuk akibat kelainan refraksi.
Dalam upaya menangani permasalahan tersebut, JEC Eye Hospitals and Clinics pun memanfaatkan teknologi ReLEx SMILE. Inovasi teknologi dari Zeiss itu pun telah membantu mengatasi kelainan refraksi terhadap lebih dari 18.000 pasien di Indonesia.
Dengan ReLEx SMILE, Zeiss tercatat telah mengoreksi 7 juta mata pasien di seluruh dunia. Dari jumlah itu, JEC menjadi penyedia penyedia layanan ReLEx SMILE terbanyak secara global.
(Foto: istimewa)
Kontribusi itu pun mengantar JEC memperoleh apresiasi khusus dari Zeiss. Beberapa waktu lalu, telah dilakukan seremoni penyerahan penghargaan di RS Mata JEC di Kedoya, Jakarta.
Presiden Direktur JEC Group, Dr. dr. Johan A Hutauruk, SpM(K), berharap Zeiss terus memberikan dukungan kepada JEC dan Indonesia secara umum agar bisa bersama-sama membantu mengatasi gangguan mata di Indonesia.
"Ke depannya kami optimistis JEC terus berkembang pesat, sejalan dengan inovasi-inovasi Zeiss sehingga masyarakat Indonesia mendapatkan layanan koreksi mata yang selalu terdepan dan tidak ketinggalan dibandingkan dengan layanan serupa di luar negeri," tutur dr. Johan, dalam keterangan tertulisnya, baru-baru ini.
Dalam kesempatan yang sama, Head of Business Unit at Zeiss Medical Technology di Indonesia, Timotius Prawirahalim Lim merasa bangga bisa bekerja sama dengan JEC. Sejak 2016, JEC melalui cabang JEC Kedoya menjadi rumah sakit mata pertama di Indonesia yang menyediakan layanan bedah refraksi menggunakan teknologi ReLEx SMILE VisuMax 500.
"Yang terkini, pada akhir 2022, JEC Kedoya juga menjadi rumah sakit mata pertama di Indonesia yang menghadirkan layanan bedah refraksi dengan teknologi termutakhir ReLEx SMILE Pro," lanjut dia.
Sementara itu, Ketua Katarak dan Bedah Refraktif JEC Group serta Direktur Utama Rumah Sakit Mata JEC Kedoya, Dr. dr. Setiyo Budi Riyanto, SpM(K), menyampaikan terima kasih kepada seluruh jajaran direksi, manajemen dan karyawan JEC.
"Saya mengapresiasi tim Zeiss yang terus berinovasi menyediakan berbagai teknologi sehingga pelayanan bedah refraktif terbaru bisa hadir di Indonesia," pungkasnya.
Dari jumlah tersebut, seperti dikutip dari laman Kemenkes , 36 juta mengalami kebutaan dan 217 juta mengalami gangguan penglihatan sedang hingga berat. Tentunya, angka tersebut memperlihatkan tingginya kejadian kelainan refraksi.
Kelainan refraksi merupakan gangguan penglihatan, di mana cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan jelas. Hal tersebut membuat bayangan benda terlihat buram atau tidak tajam.
Penyebabnya bisa karena panjang bola mata terlalu panjang atau bahkan terlalu pendek, perubahan bentuk kornea, dan penuaan lensa mata.
Gangguan penglihatan sendiri terdiri atas myopia (rabun jauh), hipermetropi (rabun dekat), astigmatism (silindris) dan presbiopi (rabun dekat usia lanjut).
Di Indonesia, Kementerian Kesehatan memperkirakan terdapat sekitar 5-6 juta orang yang mengalami gangguan penglihatan termasuk akibat kelainan refraksi.
Dalam upaya menangani permasalahan tersebut, JEC Eye Hospitals and Clinics pun memanfaatkan teknologi ReLEx SMILE. Inovasi teknologi dari Zeiss itu pun telah membantu mengatasi kelainan refraksi terhadap lebih dari 18.000 pasien di Indonesia.
Dengan ReLEx SMILE, Zeiss tercatat telah mengoreksi 7 juta mata pasien di seluruh dunia. Dari jumlah itu, JEC menjadi penyedia penyedia layanan ReLEx SMILE terbanyak secara global.
(Foto: istimewa)
Kontribusi itu pun mengantar JEC memperoleh apresiasi khusus dari Zeiss. Beberapa waktu lalu, telah dilakukan seremoni penyerahan penghargaan di RS Mata JEC di Kedoya, Jakarta.
Presiden Direktur JEC Group, Dr. dr. Johan A Hutauruk, SpM(K), berharap Zeiss terus memberikan dukungan kepada JEC dan Indonesia secara umum agar bisa bersama-sama membantu mengatasi gangguan mata di Indonesia.
"Ke depannya kami optimistis JEC terus berkembang pesat, sejalan dengan inovasi-inovasi Zeiss sehingga masyarakat Indonesia mendapatkan layanan koreksi mata yang selalu terdepan dan tidak ketinggalan dibandingkan dengan layanan serupa di luar negeri," tutur dr. Johan, dalam keterangan tertulisnya, baru-baru ini.
Dalam kesempatan yang sama, Head of Business Unit at Zeiss Medical Technology di Indonesia, Timotius Prawirahalim Lim merasa bangga bisa bekerja sama dengan JEC. Sejak 2016, JEC melalui cabang JEC Kedoya menjadi rumah sakit mata pertama di Indonesia yang menyediakan layanan bedah refraksi menggunakan teknologi ReLEx SMILE VisuMax 500.
"Yang terkini, pada akhir 2022, JEC Kedoya juga menjadi rumah sakit mata pertama di Indonesia yang menghadirkan layanan bedah refraksi dengan teknologi termutakhir ReLEx SMILE Pro," lanjut dia.
Sementara itu, Ketua Katarak dan Bedah Refraktif JEC Group serta Direktur Utama Rumah Sakit Mata JEC Kedoya, Dr. dr. Setiyo Budi Riyanto, SpM(K), menyampaikan terima kasih kepada seluruh jajaran direksi, manajemen dan karyawan JEC.
"Saya mengapresiasi tim Zeiss yang terus berinovasi menyediakan berbagai teknologi sehingga pelayanan bedah refraktif terbaru bisa hadir di Indonesia," pungkasnya.
(nug)