Berawal dari Cinta Seni dan Wastra, Christian Sukses Rintis Batik Concept
loading...
A
A
A
Sebelum merilis usaha batik tulis, Christian dan partnernya, Juan & Gisella melakukan road trip ke sejumlah kota produsen batik selama kurang lebih satu tahun. Meski latar belakang keluarganya dekat dengan batik, namun Christian ingin mempelajari langsung.
Ia ingin usaha batik miliknya kelak memiliki kualitas terbaik. Dimulai dari Cirebon, Garut, Pekalongan, Solo, hingga beberapa daerah di Jawa Timur.
"Tujuan utamanya murni untuk mempelajari batik, mulai dari proses pengerjaannya hingga distribusi dari hulu ke hilir. Karena setiap daerah ada kelebihannya masing-masing. Contoh kecilnya cuaca dan kualitas air. Itu saja bisa memengaruhi kualitas batik yang diproduksi," ungkapnya.
"Cari pembatiknya itu rada tricky. Waktu itu kami cari yang pengerjaannya rapih dan tastenya sesuai dengan brand kami. Karena kami ingin memproduksi batik memadukan unsur klasik atau tradisional namun tetap terkesan modern. Sehingga dapat dikenakan semua kalangan dan umur," paparnya.
Berbekal pengalaman roadtrip dan riset market selama kurang lebih empat tahun, pada 2015, Christian, Juan dan Gisella resmi merilis brand batik mereka yang bertajuk Batik Concept.
"Modal awalnya nggak banyak sekitar Rp20 juta dan itu joinan juga. Dari modal itu kami pakai untuk trading dulu. Jadi konsepnya menawarkan desain ke customer, kalau dia suka baru kami beli dari pembatik. Kami juga beli putus dari pembatik," katanya.
Perlahan tapi pasti, usaha Christian semakin berkembang pesat. Ia pun memutuskan untuk membuka workshop di ruang tamu rumah salah satu partnernya. Mereka juga mulai mencoba berjualan online melalui platform media sosial seperti instagram.
Kala itu, Batik Concept menjadi salah satu pioneer brand batik tulis yang menerapkan konsep tersebut. Hingga berhasil mendapatkan omzet puluhan juta rupiah per bulan. "Setelah berjualan online, omzet kami meningkat signifikan. Waktu itu kami memanfaatkan momen berkolaborasi dengan sejumlah influencer untuk membentuk pasar sekaligus setting the new trend," jelasnya.
Ia ingin usaha batik miliknya kelak memiliki kualitas terbaik. Dimulai dari Cirebon, Garut, Pekalongan, Solo, hingga beberapa daerah di Jawa Timur.
"Tujuan utamanya murni untuk mempelajari batik, mulai dari proses pengerjaannya hingga distribusi dari hulu ke hilir. Karena setiap daerah ada kelebihannya masing-masing. Contoh kecilnya cuaca dan kualitas air. Itu saja bisa memengaruhi kualitas batik yang diproduksi," ungkapnya.
"Cari pembatiknya itu rada tricky. Waktu itu kami cari yang pengerjaannya rapih dan tastenya sesuai dengan brand kami. Karena kami ingin memproduksi batik memadukan unsur klasik atau tradisional namun tetap terkesan modern. Sehingga dapat dikenakan semua kalangan dan umur," paparnya.
Berbekal pengalaman roadtrip dan riset market selama kurang lebih empat tahun, pada 2015, Christian, Juan dan Gisella resmi merilis brand batik mereka yang bertajuk Batik Concept.
"Modal awalnya nggak banyak sekitar Rp20 juta dan itu joinan juga. Dari modal itu kami pakai untuk trading dulu. Jadi konsepnya menawarkan desain ke customer, kalau dia suka baru kami beli dari pembatik. Kami juga beli putus dari pembatik," katanya.
Perlahan tapi pasti, usaha Christian semakin berkembang pesat. Ia pun memutuskan untuk membuka workshop di ruang tamu rumah salah satu partnernya. Mereka juga mulai mencoba berjualan online melalui platform media sosial seperti instagram.
Kala itu, Batik Concept menjadi salah satu pioneer brand batik tulis yang menerapkan konsep tersebut. Hingga berhasil mendapatkan omzet puluhan juta rupiah per bulan. "Setelah berjualan online, omzet kami meningkat signifikan. Waktu itu kami memanfaatkan momen berkolaborasi dengan sejumlah influencer untuk membentuk pasar sekaligus setting the new trend," jelasnya.