Mengenal Focus Ultrasound Ablation, Metode Pengobatan Mioma Uteri Tanpa Tindakan Operasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Mioma atau fibroid rahim merupakan pertumbuhan otot dan jaringan yang terbentuk di dalam atau pada dinding rahim. Mioma biasanya merupakan tumor jinak yang umum terjadi pada perempuan.
Menurut Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr. Sigit Pradono Diptoadi, Sp.OG, mioma dapat menimbulkan berbagai gejala seperti nyeri, keputihan jangka panjang, sering buang air kecil, sembelit, pembesaran perut, hingga pendarahan vaginal yang berat dan tidak teratur.
"Meskipun demikian, beberapa perempuan juga tidak bergejala sehingga tak menyadari bahwa dirinya mengidap fibroid,” jelas dr. Sigit di Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Berdasarkan penelitian, pada 2019 kasus mioma mencapai 226 juta di seluruh dunia, di mana 9,64 juta di antaranya merupakan kasus baru. Sekitar 20%-25% kasus mioma ditemukan pada perempuan berusia produktif, sementara 30%-40% ditemukan pada perempuan berusia di atas 40 tahun.
Di Indonesia, statistik kasus mioma belum diketahui secara pasti. Namun, sebuah studi di salah satu rumah sakit di Bandung pada 2015 menyatakan bahwa kasus baru mioma berkisar antara 6,43%-12,46%.
Beberapa faktor risiko mioma meliputi usia, menstruasi dini, terlambat menopause, adanya riwayat mioma pada anggota keluarga, obesitas, dan tidak memiliki anak.
“Mereka yang memiliki faktor risiko tentu perlu berhati-hati. Jika sudah terkena harus segera diatasi. Memang, kebanyakan mioma tidak menyebabkan komplikasi serius. Namun bila dibiarkan bisa menimbulkan rasa nyeri, pendarahan hebat yang menyebabkan anemia berat, infertilitas, dan keguguran meskipun jarang," terang dr. Sigit.
"Mioma dengan jenis dan derajat tertentu juga berpotensi meningkatkan risiko pada masa kehamilan, seperti placental abruption, hambatan pertumbuhan janin, dan kelahiran prematur. Dengan demikian tanpa disadari, kasus mioma yang tidak ditangani dengan baik juga akan memberikan beban ekonomi karena masa perawatan akan lebih lama dan butuh tambahan perawatan lain," tambahnya.
Sementara itu, Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr. Relly Y. Primariawan, Sp.OG (K) pada kesempatan yang sama menyebutkan bahwa penanganan mioma dapat dilakukan dengan beberapa macam cara, baik dengan obat-obatan, pembedahan, maupun tindakan non-invasif yaitu FUA.
Focused Ultrasound Ablation/FUA sendiri, kata dr. Relly, sebetulnya sudah diaplikasikan sejak 1942, di mana energi ultrasonografi difokuskan untuk memicu nekrosis (kematian jaringan) pada area target tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya.
"FUA adalah teknologi terapeutik noninvasif yang memusatkan pancaran ultrasonografi ke target area yang sakit, mengakibatkan peningkatan suhu pada titik target hingga 60 hingga 100 derajat celsius untuk menimbulkan kematian jaringan di area target tanpa merusak organ di sekitarnya. FUA dilakukan dengan pencitraan USG langsung secara real-time untuk memantau proses ablasi yang sedang berjalan. Hal ini memungkinkan dokter mengobati penyakit dengan aman dan terukur, tanpa sayatan, tanpa pendarahan, serta mempertahankan struktur dan fungsi organ," beber dr. Relly.
Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr. Indra Adi Susianto, Sp.OG, M.Si Med menambahkan, FUA merupakan sistem terapeutik virtual yang cerdas berbasis penelitian ilmu kedokteran sehingga tentu aman bagi pasien.
“Dapat dikatakan, FUA merupakan terapi revolusioner dalam bidang ilmu kebidanan (ginekologi). Perbedaan FUA dengan operasi, tentu saja bentuk tindakannya. Pada operasi terdapat prosedur kontak fisik (sayatan) sehingga menimbulkan risiko nyeri, pendarahan, dan infeksi. Sementara FUA memungkinkan dokter melakukan ‘operasi’ terkomputasi dengan pancaran gelombang ultrasonografi terfokus. Prosedur pendeteksian dan terapi mioma dilakukan dengan alat canggih untuk memberikan kenyamanan bagi pasien,” jelas dr. Indra.
“Dibandingkan prosedur operasi pada umumnya, teknologi FUA memungkinkan hasil yang lebih unggul bagi pasien. Seperti tidak ada sayatan kulit, tidak ada pendarahan sehingga tak memerlukan transfusi darah, dan umumnya dapat dilakukan hanya dengan rawat inap sehari. Prosedur FUA ini juga bersifat targeted, hanya berdampak pada mioma secara presisi tanpa merusak jaringan sehat sekitarnya,” lanjutnya.
Meskipun FUA tidak dapat menggantikan peran operasi konvensional karena tergantung dari jenis mioma yang diderita pasien, metode tersebut tetap menjadi alternatif yang baik untuk mempertahankan organ reproduksi perempuan agar tetap optimal, terutama bagi perempuan yang masih berencana hamil di kemudian hari.
“FUA sangat bermanfaat meningkatkan kualitas hidup pasien terutama terlihat dari perbaikan gejala yang ada. Teknologi ini juga menjadi harapan bagi perempuan dengan mioma agar dapat mempertahankan organ reproduksi untuk hamil di masa depan," kata dr. Harianto Wijaya, DMAS, Sp.OG-KFER, Spesialis Obstetri dan Ginekologi lainnya.
Alat FUA saat ini sudah terinstal antara lain di RS Abdi Waluyo Jakarta.
Menurut Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr. Sigit Pradono Diptoadi, Sp.OG, mioma dapat menimbulkan berbagai gejala seperti nyeri, keputihan jangka panjang, sering buang air kecil, sembelit, pembesaran perut, hingga pendarahan vaginal yang berat dan tidak teratur.
"Meskipun demikian, beberapa perempuan juga tidak bergejala sehingga tak menyadari bahwa dirinya mengidap fibroid,” jelas dr. Sigit di Jakarta, Selasa (19/9/2023).
Berdasarkan penelitian, pada 2019 kasus mioma mencapai 226 juta di seluruh dunia, di mana 9,64 juta di antaranya merupakan kasus baru. Sekitar 20%-25% kasus mioma ditemukan pada perempuan berusia produktif, sementara 30%-40% ditemukan pada perempuan berusia di atas 40 tahun.
Di Indonesia, statistik kasus mioma belum diketahui secara pasti. Namun, sebuah studi di salah satu rumah sakit di Bandung pada 2015 menyatakan bahwa kasus baru mioma berkisar antara 6,43%-12,46%.
Beberapa faktor risiko mioma meliputi usia, menstruasi dini, terlambat menopause, adanya riwayat mioma pada anggota keluarga, obesitas, dan tidak memiliki anak.
“Mereka yang memiliki faktor risiko tentu perlu berhati-hati. Jika sudah terkena harus segera diatasi. Memang, kebanyakan mioma tidak menyebabkan komplikasi serius. Namun bila dibiarkan bisa menimbulkan rasa nyeri, pendarahan hebat yang menyebabkan anemia berat, infertilitas, dan keguguran meskipun jarang," terang dr. Sigit.
"Mioma dengan jenis dan derajat tertentu juga berpotensi meningkatkan risiko pada masa kehamilan, seperti placental abruption, hambatan pertumbuhan janin, dan kelahiran prematur. Dengan demikian tanpa disadari, kasus mioma yang tidak ditangani dengan baik juga akan memberikan beban ekonomi karena masa perawatan akan lebih lama dan butuh tambahan perawatan lain," tambahnya.
Sementara itu, Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr. Relly Y. Primariawan, Sp.OG (K) pada kesempatan yang sama menyebutkan bahwa penanganan mioma dapat dilakukan dengan beberapa macam cara, baik dengan obat-obatan, pembedahan, maupun tindakan non-invasif yaitu FUA.
Focused Ultrasound Ablation/FUA sendiri, kata dr. Relly, sebetulnya sudah diaplikasikan sejak 1942, di mana energi ultrasonografi difokuskan untuk memicu nekrosis (kematian jaringan) pada area target tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya.
"FUA adalah teknologi terapeutik noninvasif yang memusatkan pancaran ultrasonografi ke target area yang sakit, mengakibatkan peningkatan suhu pada titik target hingga 60 hingga 100 derajat celsius untuk menimbulkan kematian jaringan di area target tanpa merusak organ di sekitarnya. FUA dilakukan dengan pencitraan USG langsung secara real-time untuk memantau proses ablasi yang sedang berjalan. Hal ini memungkinkan dokter mengobati penyakit dengan aman dan terukur, tanpa sayatan, tanpa pendarahan, serta mempertahankan struktur dan fungsi organ," beber dr. Relly.
Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr. Indra Adi Susianto, Sp.OG, M.Si Med menambahkan, FUA merupakan sistem terapeutik virtual yang cerdas berbasis penelitian ilmu kedokteran sehingga tentu aman bagi pasien.
“Dapat dikatakan, FUA merupakan terapi revolusioner dalam bidang ilmu kebidanan (ginekologi). Perbedaan FUA dengan operasi, tentu saja bentuk tindakannya. Pada operasi terdapat prosedur kontak fisik (sayatan) sehingga menimbulkan risiko nyeri, pendarahan, dan infeksi. Sementara FUA memungkinkan dokter melakukan ‘operasi’ terkomputasi dengan pancaran gelombang ultrasonografi terfokus. Prosedur pendeteksian dan terapi mioma dilakukan dengan alat canggih untuk memberikan kenyamanan bagi pasien,” jelas dr. Indra.
“Dibandingkan prosedur operasi pada umumnya, teknologi FUA memungkinkan hasil yang lebih unggul bagi pasien. Seperti tidak ada sayatan kulit, tidak ada pendarahan sehingga tak memerlukan transfusi darah, dan umumnya dapat dilakukan hanya dengan rawat inap sehari. Prosedur FUA ini juga bersifat targeted, hanya berdampak pada mioma secara presisi tanpa merusak jaringan sehat sekitarnya,” lanjutnya.
Meskipun FUA tidak dapat menggantikan peran operasi konvensional karena tergantung dari jenis mioma yang diderita pasien, metode tersebut tetap menjadi alternatif yang baik untuk mempertahankan organ reproduksi perempuan agar tetap optimal, terutama bagi perempuan yang masih berencana hamil di kemudian hari.
“FUA sangat bermanfaat meningkatkan kualitas hidup pasien terutama terlihat dari perbaikan gejala yang ada. Teknologi ini juga menjadi harapan bagi perempuan dengan mioma agar dapat mempertahankan organ reproduksi untuk hamil di masa depan," kata dr. Harianto Wijaya, DMAS, Sp.OG-KFER, Spesialis Obstetri dan Ginekologi lainnya.
Alat FUA saat ini sudah terinstal antara lain di RS Abdi Waluyo Jakarta.
(tsa)