Hari Batik Nasional, Ini Makna Filosofisnya yang Nyaris Pudar
loading...
A
A
A
Belakangan motif parang kerap dikenakan sejumlah pejabat publik, tak terkecuali Bacapres Ganjar Pranowo. Secara rinci, motif parang menyimbolkan bahwa, setiap orang memiliki ketajaman rasa batin di atas rata-rata. Tutur katanya halus, memiliki kepekaan akan perasaan lawan bicaranya. Lebih banyak diam, tapi dalam diamnya orang merasakan getaran wibawanya.
Pengaruhnya besar, namun ia cenderung menyimpannya rapat-rapat, kecuali untuk kepentingan orang banyak. Kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi, memilih bertindak untuk mengatasi masalah secara nyata dibanding sekadar melempar gagasan tanpa mau bertanggung jawab. Itulah garis besar makna filosofis di balik motif parang.
“Intinya, kita semua harus kembali curious. Mungkin dengan momen Hari Batik ini, kita bisa mengingatkan kembali bahwa banyak sekali makna motif-motif batik yang belum terpecahkan," jelas Agnes.
"Di mana seluruhnya, dapat mengajarkan kita tentang nilai-nilai intelektual hingga spiritual," tambahnya.
Hal senada juga disampaikan Co-Founder Batik Concept, Christian Saputra. Sebagai pengusaha batik tulis, Christian menilai bahwa saat ini budaya batik tengah berada dalam tahap kriris bahkan nyaris mati. Bila tidak dilestarikan, lambat laun budaya batik tulis akan tergerus oleh arus modernitas yang begitu deras.
"Kami memang lebih memilih untuk menjual batik tulis karena teknik membatik itulah yang kami mau lestarikan. Jangan sampai terus menjadi dying tradition. Di sisi lain, kami juga ingin mendukung para pengrajin batik rumahan (home industry) agar mereka bisa bertahan," ungkap Christian.
Christian menambahkan, edukasi dan promosi menjadi kunci penting dalam membangkitkan kembali gairah industri batik tulis di Indonesia. Terutama dalam memperluas segemen pasar hingga menyentuh generasi muda.
Melalui edukasi dan promosi, diharapkan dapat menumbuhkan kembali rasa cinta anak muda, dan pada akhirnya mereka akan memahami nilai-nilai atau value dari batik itu sendiri. Hal ini tentunya harus diimbangi dengan beberapa elemen penting seperti menguatkan unsur story telling agar generasi muda lebih tertarik dalam menangkap informasi.
"Kalau anak muda lebih sering ke ekspos ke dunia batik, makin lama bisa mengerti valuenya dan mengerti betapa rumitnya membatik. Itu semua akan bersinergi dalam creating a demand," ujar Christian.
Pengaruhnya besar, namun ia cenderung menyimpannya rapat-rapat, kecuali untuk kepentingan orang banyak. Kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi, memilih bertindak untuk mengatasi masalah secara nyata dibanding sekadar melempar gagasan tanpa mau bertanggung jawab. Itulah garis besar makna filosofis di balik motif parang.
“Intinya, kita semua harus kembali curious. Mungkin dengan momen Hari Batik ini, kita bisa mengingatkan kembali bahwa banyak sekali makna motif-motif batik yang belum terpecahkan," jelas Agnes.
"Di mana seluruhnya, dapat mengajarkan kita tentang nilai-nilai intelektual hingga spiritual," tambahnya.
Baca Juga
Hal senada juga disampaikan Co-Founder Batik Concept, Christian Saputra. Sebagai pengusaha batik tulis, Christian menilai bahwa saat ini budaya batik tengah berada dalam tahap kriris bahkan nyaris mati. Bila tidak dilestarikan, lambat laun budaya batik tulis akan tergerus oleh arus modernitas yang begitu deras.
"Kami memang lebih memilih untuk menjual batik tulis karena teknik membatik itulah yang kami mau lestarikan. Jangan sampai terus menjadi dying tradition. Di sisi lain, kami juga ingin mendukung para pengrajin batik rumahan (home industry) agar mereka bisa bertahan," ungkap Christian.
Christian menambahkan, edukasi dan promosi menjadi kunci penting dalam membangkitkan kembali gairah industri batik tulis di Indonesia. Terutama dalam memperluas segemen pasar hingga menyentuh generasi muda.
Melalui edukasi dan promosi, diharapkan dapat menumbuhkan kembali rasa cinta anak muda, dan pada akhirnya mereka akan memahami nilai-nilai atau value dari batik itu sendiri. Hal ini tentunya harus diimbangi dengan beberapa elemen penting seperti menguatkan unsur story telling agar generasi muda lebih tertarik dalam menangkap informasi.
"Kalau anak muda lebih sering ke ekspos ke dunia batik, makin lama bisa mengerti valuenya dan mengerti betapa rumitnya membatik. Itu semua akan bersinergi dalam creating a demand," ujar Christian.