Apakah Makanan Tinggi Kolesterol Penyebab Utama Penyakit Kardiovaskular? Ini Faktanya

Rabu, 04 Oktober 2023 - 16:55 WIB
loading...
Apakah Makanan Tinggi Kolesterol Penyebab Utama Penyakit Kardiovaskular? Ini Faktanya
Tidak semua makanan yang tinggi kolesterol perlu dihindari. Itu tergantung dari sumber, proses pengolahan, dan kombinasi menunya. Foto Ilustrasi/iStock
A A A
JAKARTA - Kolesterol tinggi masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang dialami jutaan orang. Alhasil, makanan tinggi kolesterol kemudian menjadi momok dan punya predikat buruk di mata masyarakat. Belum lagi dengan simpang siurnya informasi kesehatan baik dari kalangan medis maupun masyarakat awam mengenai kolesterol itu sendiri.

Menurut Ahli Gizi dr. Hans Kristian, kolesterol sebenarnya bukan suatu penyakit. Kolesterol merupakan bahan baku yang menyerupai lemak dan punya banyak manfaat dalam metabolisme tubuh. Bahkan kolesterol diproduksi setidaknya 80% oleh tubuh kita sendiri, yang terbesar adalah di liver dan usus halus.

"Jadi selama ini yang dikatakan penyakit kolesterol itu adalah hasil penumpukan dan penyumbatan dari pembawa kolesterol (LDL), meskipun jenisnya juga bukan hanya satu," terang ahli gizi yang menjadi narasumber aktif di kanal Youtube SB30 Health itu.

Sampai sekarang belum ada studi ilmiah yang menyatakan bahwa makanan tinggi kolesterol yang menyebabkan penyakit kardiovaskular. Bahkan sebaliknya, beberapa studi terbaru salah satunya dari JAMA Internal Medicine tahun 2022 menyatakan, tidak ada hubungan konsisten antara kolesterol yang tinggi dan penyakit kardiovaskular.



Lalu dari mana datangnya predikat buruk makanan tinggi kolesterol itu?

Menurut dr. Hans, ini semua karena kesalahpahaman dan minimnya edukasi kesehatan di kalangan masyarakat awam.

"Kolesterol makanan itu berbeda dengan kolesterol dalam darah," ujar dokter lulusan Universitas Airlangga Surabaya tersebut.

Dokter Hans mengatakan, tidak semua makanan yang tinggi kolesterol perlu dihindari. Itu tergantung dari sumber, proses pengolahan, dan kombinasi menunya.

Nah, berikut ini tips dari dr. Hans untuk menghindari penumpukan LDL (kolesterol jahat) yang berlebihan dalam darah.

1. Kurangi asupan gula dan karbohidrat olahan.

Selama ini banyak orang lebih was-was dengan kolesterol dan lemak makanan. Padahal asupan gula dan karbohidrat olahan (mi, roti, kerupuk, keripik, bolu) yang berlebihan yang meningkatkan LDL, trigliserida, dan indikator penyakit kardiovaskular lain.

Uniknya, gula ini sering tersembunyi dan banyak orang yang tidak menyadari ketika mereka mengonsumsi menu tinggi gula. Bahkan di dalam produk kemasan banyak nama gula yang tidak disebut sebagai gula, misalnya dextrose, maltodextrin, molasses, dan sebagainya.

Belum lagi dengan kebiasaan makan orang Indonesia yang pada umumnya tinggi karbohidrat, karena apa pun karbohidratnya, kecuali serat, akan dipecah dalam tubuh menjadi glukosa (gula)

2. Hindari makanan yang diproses secara berlebihan.

Batas berlebihan di sini perlu dipahami, karena ada perbedaan mendasar antara makanan yang diproses secara wajar, misalnya soto ayam, ikan bakar, ataupun daging rendang, berbeda dengan makanan yang diproses secara berlebihan seperti sosis, nugget, crabstick, dan bakso.

Menurut dr. Hans, makanan yang diproses secara berlebihan mempunyai ciri khas bentuknya sudah jauh berbeda dengan bahan baku asalnya, ditambahkan bahan kimia sintetis, dan memiliki rasa yang sangat umami sampai membuat ketagihan.



Dampak dari makanan tersebut dapat membebani kerja organ liver yang kemudian mengganggu metabolisme kolesterol dalam tubuh dan memicu peradangan, salah satunya di jantung dan pembuluh darah.

3. Perhatikan sumber lemak jenuh.

Kalau selama ini banyak yang mencap lemak jenuh adalah lemak jahat, faktanya tidak semua lemak jenuh itu berbahaya untuk kesehatan. Lemak jenuh yang berasal dari sumber alami seperti daging merah, virgin coconut oil (VCO), bahkan santan kelapa asli sebenarnya tidak berdampak negatif untuk kesehatan selama dikonsumsi sesuai kebutuhan dan proses pengolahannya benar.

Batasan untuk pasien yang sudah memiliki masalah kardiovaskular memang berbeda dengan orang yang sehat secara metabolik. Kalau sudah punya masalah kesehatan lebih baik konsultasikan dulu dengan dokter dan ahli gizi bagaimana pengaturan asupan lemak yang baik, karena jenis lemak itu banyak dan lemak juga merupakan salah satu makronutrisi yang sangat diperlukan oleh tubuh

Alpukat, kacang-kacangan, biji-bijian, atau minyak zaitun bisa menjadi sumber lemak pilihan untuk siapa pun yang memang perlu membatasi asupan lemak jenuh

4. Kurangi atau hindari gorengan.

Sekali pun menggunakan minyak yang bebas kolesterol atau bahan yang digoreng bebas kolesterol, bukan berarti itu semua tidak meningkatkan kolesterol LDL dalam darah.

Karena seperti yang disampaikan dr. Hans, kolesterol makanan itu berbeda dengan kolesterol dalam darah. Salah satu faktor terbesar yang menyebabkan peningkatan LDL adalah peradangan, dan ini kontribusinya sangat besar dari makanan yang digoreng.

Gorengan yang dimaksud di sini adalah deep frying, berbeda dengan metode menumis atau mengoseng (saute/ stir fry) dan sebaiknya hindari minyak yang tinggi omega 6 misalnya minyak jagung, minyak kanola, dan minyak kedelai.

5. Jangan mager.

Tidak harus melakukan olahraga yang berlebihan meskipun olahraga itu sangat penting. Aktivitas fisik non olahraga juga penting untuk diperhatikan terutama bagi orang yang belum mampu atau mau berolahraga.

Mager adalah salah satu penyebab gangguan metabolisme tubuh karena ini juga berdampak pada keseimbangan hormonal. Apalagi dengan pola hidup yang serbainstan, aktivitas fisik juga memegang peranan yang penting dalam menjaga kadar LDL.

Perbanyak langkah kaki atau pilih tangga untuk naik turun adalah beberapa cara mudah yang bisa kita pilih untuk tetap aktif bergerak.

Jadi kalau sudah melakukan semua itu, apa pasti terbebas dari penyakit kardiovaskular?

"Tentu saja ini semua sangat membantu, tapi bukan berarti tidak ada risiko," kata dokter kelahiran Surabaya pada 22 Mei 1990 itu.

Penyakit kardiovaskular juga bisa disebabkan karena faktor lain seperti merokok, konsumsi alkohol, dan genetik (kelainan bawaan), meskipun faktor yang terbesar tetap pola hidup.

Karena itu, saran dr. Hans, sebaiknya masyarakat tetap melakukan pemeriksaan secara berkala, terutama cek darah setiap tahun sekali atau tiap 6 bulan sekali untuk yang lebih berisiko.
(tsa)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1471 seconds (0.1#10.140)