Apakah Stres Bisa Menyebabkan Stroke? Begini Penjelasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Stroke merupakan penyakit serius yang harus ditangani dengan segera. Stroke dapat menyebabkan kerusakan otak yang berlangsung lama, cacat jangka panjang, bahkan kematian.
Stroke terjadi ketika aliran darah ke bagian otak terhenti karena penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah. Gejala stroke dapat meliputi kelumpuhan, mati rasa, kesulitan berbicara, penglihatan kabur hingga timbulnya rasa sakit pada kepala.
Beberapa faktor penyebab penyakit stroke antara lain tekanan darah tinggi, diabetes, dan penyakit jantung. Namun, ada juga yang percaya jika stroke terjadi karena stres yang berlebihan.
Penyebab stres pun sangat beragam dan satu yang paling umum terjadi karena pekerjaan. Stres bisa memicu seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak sehat dan dapat memengaruhi keadaan tubuhnya.
Lantas, apakah stroke bisa terjadi karena stres? Berikut ulasannya.
Stres bisa bersifat positif atau negatif, tergantung pada cara seseorang menghadapi dan menyelesaikan masalahnya. Stres bisa menjadi penyebab stroke karena bisa memengaruhi fungsi kardiovaskular, yaitu sistem yang mengatur jantung dan pembuluh darah.
Stres juga dapat meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, dan kadar hormon dalam tubuh. Hal ini bisa menyebabkan penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak, sehingga memicu stroke iskemik.
Selain itu, stres juga bisa meningkatkan risiko stroke hemoragik, yaitu jenis stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Stres bisa merusak dinding pembuluh darah yang lemah atau rapuh, sehingga menyebabkan perdarahan di dalam atau di sekitar otak.
Stres juga bisa memicu perilaku tidak sehat yang bisa meningkatkan risiko stroke, seperti merokok, minum alkohol berlebihan dan kurang tidur. Perilaku-perilaku ini bisa menyebabkan gangguan kesehatan lain yang berkaitan dengan stroke, seperti kolesterol tinggi, diabetes, obesitas, dan penyakit jantung.
Beberapa penelitian telah membuktikan hubungan antara stres dan stroke. Sebuah penelitian dari University of Michigan menemukan bahwa pria yang secara psikologis reaktif terhadap stres (diukur dari tekanan darah tinggi) lebih rentan menderita stroke sebanyak 72 persen.
Dilansir dari laman EurekAlert, penelitian lain dari China mengamati enam studi dengan 138.782 partisipan dan menemukan bahwa stres bisa meningkatkan risiko stroke sampai 22 persen. Terutama jenis stroke akibat penyumbatan pembuluh darah.
Gangguan mental juga bisa menjadi salah satu bentuk stres yang bisa menyebabkan stroke. Gangguan mental adalah kondisi psikologis yang mempengaruhi suasana hati, pikiran, dan perilaku seseorang.
Oleh karena itu, penting untuk mengelola stres dengan baik agar tidak menjadi penyebab stroke. Salah satunya dengan cara mencari dukungan sosial dari keluarga, teman, atau profesional kesehatan mental.
Stroke terjadi ketika aliran darah ke bagian otak terhenti karena penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah. Gejala stroke dapat meliputi kelumpuhan, mati rasa, kesulitan berbicara, penglihatan kabur hingga timbulnya rasa sakit pada kepala.
Beberapa faktor penyebab penyakit stroke antara lain tekanan darah tinggi, diabetes, dan penyakit jantung. Namun, ada juga yang percaya jika stroke terjadi karena stres yang berlebihan.
Penyebab stres pun sangat beragam dan satu yang paling umum terjadi karena pekerjaan. Stres bisa memicu seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak sehat dan dapat memengaruhi keadaan tubuhnya.
Lantas, apakah stroke bisa terjadi karena stres? Berikut ulasannya.
Hubungan Antara Stres dengan Risiko Stroke
Stres bisa bersifat positif atau negatif, tergantung pada cara seseorang menghadapi dan menyelesaikan masalahnya. Stres bisa menjadi penyebab stroke karena bisa memengaruhi fungsi kardiovaskular, yaitu sistem yang mengatur jantung dan pembuluh darah.
Stres juga dapat meningkatkan tekanan darah, denyut jantung, dan kadar hormon dalam tubuh. Hal ini bisa menyebabkan penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak, sehingga memicu stroke iskemik.
Selain itu, stres juga bisa meningkatkan risiko stroke hemoragik, yaitu jenis stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di otak. Stres bisa merusak dinding pembuluh darah yang lemah atau rapuh, sehingga menyebabkan perdarahan di dalam atau di sekitar otak.
Stres juga bisa memicu perilaku tidak sehat yang bisa meningkatkan risiko stroke, seperti merokok, minum alkohol berlebihan dan kurang tidur. Perilaku-perilaku ini bisa menyebabkan gangguan kesehatan lain yang berkaitan dengan stroke, seperti kolesterol tinggi, diabetes, obesitas, dan penyakit jantung.
Beberapa penelitian telah membuktikan hubungan antara stres dan stroke. Sebuah penelitian dari University of Michigan menemukan bahwa pria yang secara psikologis reaktif terhadap stres (diukur dari tekanan darah tinggi) lebih rentan menderita stroke sebanyak 72 persen.
Dilansir dari laman EurekAlert, penelitian lain dari China mengamati enam studi dengan 138.782 partisipan dan menemukan bahwa stres bisa meningkatkan risiko stroke sampai 22 persen. Terutama jenis stroke akibat penyumbatan pembuluh darah.
Gangguan mental juga bisa menjadi salah satu bentuk stres yang bisa menyebabkan stroke. Gangguan mental adalah kondisi psikologis yang mempengaruhi suasana hati, pikiran, dan perilaku seseorang.
Oleh karena itu, penting untuk mengelola stres dengan baik agar tidak menjadi penyebab stroke. Salah satunya dengan cara mencari dukungan sosial dari keluarga, teman, atau profesional kesehatan mental.
(okt)