Efektifitas Pengobatan Plasma Darah untuk Pasien Covid 19, Masih Belum Jelas

Kamis, 30 April 2020 - 14:49 WIB
loading...
Efektifitas Pengobatan...
pengobatan plasma darah untuk pasien covid 19
A A A
JAKARTA - Dalam beberapa hari ini ada ajakan dari Tim Peneliti Plasma Konvalesen RSCM/FKUI yang viral di medsos. Ajakan itu berupa harapan agar mereka yang telah sembuh dari virus covid 19 untuk dapat menyumbangkan plasma darahnya. Plasma darah ini nantinya akan akan diberikan untuk penderita Covid 19 dengan gejala berat. Tim Peneliti juga mensyaratkan pendonor plasma ini adalah laki-laki berusia di atas 18 tahun. Pernah terbukti positif pada pemeriksaan swab covid 19 dan dinyatakan sembuh melalui dua kali pemeriksaan swab negatif.

Asisten peneliti Plasma Konvalesen RSCM, dr.William, saat dihubungi Sindonews membenarkan soal ajakan yang viral tersebut. “Iya betul itu ajakan memang dari kami tim peneliti,”ujarnya kepada Sindonews. Para ahli yang ada dalam Tim Peneliti Plasma Konvalesen ini diantaranya dr. Robert Sinto Sp PD-KPTI, dr. Elida Marpaung, M Biomed (Unit Pelayanan Transfusi Darah RSCM), Dr. dr. Cosphiadi Irawan Sp PD-KHOM, Dr.dr. Lugyanti Sukrisman Sp PD-KHOM, Dr. dr. Andri MT Lubis Sp OT (K) (Bagian Penelitian RSCM) dan Siti Rizny F Saldi, Apt, MSc (CEEBM).

Menurut penjelasan dari salah satu tim peneliti dr. Cosphiadi Irawan, plasma darah yang didonorkan itu nantinya akan diberikan kepada penderita covid-19 dengan gejala berat. Pasien covid 19 yang termasuk dalam kategori berat seperti yang sudah harus menggunakan ventilator.

Prosedur untuk mengambil plasma darah dari penderita covid 19 yang telah dinyatakan sembuh itu, sama saja saat donor darah. Pendonor harus memenuhi syarat untuk melakukan pendonoran sebagaimana diatur Palang Merah Indonesia (PMI). Jadi bebas infeksi penyakit menular Bebas Hepatitis A, Hepatitis B, Hepatitis C, HIV, dan lain sebagainya, menjadi syarat wajib bagi pendonor. Syarat lainnya, plasma darah yang diambil memiliki antibodi. Setelah lolos dari syarat-syarat yang diwajibkan plasma darah yang bisa diambil dari pendonor hanya sebanyak 400cc.

Untuk mekanisme pemberian darah, juga tidak banyak berbeda dengan metode donor darah umumnya. Perbedaanya dari 400cc plasma darah yang terkumpul tidak langsung diberikan semua ke pasien covid 19. Plasma darah hanya diberikan untuk satu orang pasein saja, diberikan dua kali dalam satu hari yang sama. Diberikan 200cc terlebih dahulu lalu sisanya, 2 jam kemudian 200cc lagi di hari yang sama.

Menurut Chospiandi, para pendonor yang merupakan pasien sudah dinyatakan sembuh dari covid 19 itu memiliki waktu kurang lebih hingga 90 hari untuk mendonorkan plasma darahnya. Pasalnya setelah itu plasma darah yang mengandung antibdodi atau immunoglobulin G (IgG) tersebut menjadi lemah. Mereka dapat mendonorkan kembali plasma darahnya setelah dua sampai tiga pekan pendonoran pertama dilakukan.

Metode pengobatan penyakit dengan menggunakan terapi plasma darah konvalesen bukan barang baru. Terapi ini sudah dilakukan lebih dari 100 tahun yang lalu. Dari catatan di bidang kedokteran diketahui, plasma darah konvalesen telah digunakan sebagai pengobatan sejak tahun 1890-an. Saat itu darah korban penyakit difteri yang sembuh diberikan kepada pasien difteri. Di abad ke-20, tepatnya pada tahun 1918, plasma darah diketahui menjadi pengobatan yang efektif saat pandemi Flu Spanyol saat itu. Di abad ini, terapi ini juga digunakan untuk mengelola puluhan penyakit, seperti campak dan cacar air. Di era millennium terapi plasma darah pernah dilakukan terhadap pasien yang terjangkit virus Ebola, SARS, MERS-CoV, dan H1N1.

Masih Harus Diuji

Khusus untuk pasien covid 19, Amerika Serikat menjadi negara pertama yang menguji coba terapi plasma darah akhir Maret 2020 lalu. Saat itu para dokter dan peneliti di bawah koordinasi Food and Drug Administration (FDA) memantau dengan cermat bagaimana plasma bekerja di dalam tubuh untuk menyembuhkan pasien covid 19. Sejumlah negara China, Iran, India, dan Inggris pun lalu mengikuti jejak Amerika mulai menguji coba terapi ini. Saat ini, otoritas kesehatan di China telah mendaftarkan pengobatan dengan menggunakan plasma darah dalam pedoman pengobatan terbarunya untuk pasein yang berada dalam kondisi kritis.

Mereka yang telah terinfeksi virus corona dapat mulai membentuk antibodinya sendiri dalam hitungan hari. Antibodi ini dibuat khusus oleh sistem kekebalan tubuh untuk melawan virus corona baru dan dianggap sebagai komponen penting untuk masa pemulihan. Plasma darah diberikan dari mantan pasien covid-19 yang telah menjalani masa perawatan sekitar 21 hingga 28 hari.Sejumlah ahli kesehatan mengatakan bahwa antibodi ini dapat bekerja dengan cara menetralkan virus.

Saat obat atau vaksin penangakal covid 19 belum ditemukan. Pengobatan dengan plasma darah ini memang jadi kabar baik di tengah pandemi corona. Elliott Bennett Guerrero, peneliti plasma darah dari Stony Brook Medicine Amerika Serikat, mengatakan, terapi plasma darah ini bisa dilakukan sampai dunia kedokteran sudah berhasil menemukan vaksin yang terbukti aman, dan efektif, dan dapat diproduksi dalam jumlah banyak. Guerrero menambahkan, darah dari seseorang yang sembuh usai terinfeksi virus corona kaya dengan antibodi yang diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh. Tak hanya itu, plasma darah konvalesen dapat meningkatkan kemampuan tubuh yang luar biasa untuk mengembangkan antibodi dan kekebalan terhadap patogen.

Meski demikian, ia juga mengakui bahwa masih dibutuhkan pengujian efektivitas terapi plasma darah ini. Pengujian itu hingga kini masih terus berlangsung dan belum diketahui pasti hasilnya. Beberapa syarat mengenai pasien yang layak mendapatkan terapi serta dosis penggunaan juga belum ditentukan secara resmi. Selain itu, harus diketahui juga ada juga risiko dalam transfusi plasma darah. Misalnya, efek samping yang serius seperti cedera paru-paru dan reaksi alergi.

Menurut Direktur medis di Pusat Medis Universitas Nebraska Scott Koepsell , virus Ebola berbeda dengan Covid-19. Pada pasien Ebola, tranfusi plasma darah telah terbukti dapat membantu mencegah perdarahan yang berbahaya yang disebabkan oleh virus ini. Meski terapi plasma darah bisa menjadi opsi, Koepsell mengatakan obat yang terstandarisasi khusus untuk penyakit Covid-19 masih jadi pilihan utama dan harus tersedia dalam waktu cepat.

Dalam pernyataan resminya Badan Kesehatan Dunia, WHO mengatakan, badan pengawas kesehatan di setiap negara perlu mengevaluasi penerapkan terapi plasma darah konvalesen .WHO mengimbau standar untuk pembuatan produk plasma harus memperhatikan keselamatan donor dan penerimanya.

WHO pun meminta dalam menepakan terapi ini harus juga memperhatikan inkompatibilitas ABO. Inkompatibilitas ABO merupakan kondisi yang muncul karena pasien menerima darah yang berbeda dengan golongan darahnya. Hal itu dapat memicu reaksi sistem kekebalan tubuh yang dapat menimbulkan beragam gejala, diantaranya penyakit kuning, pusing, dan sesak napas.
(eko)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2088 seconds (0.1#10.140)