Mengenal Fastemi, Program Pertolongan Pertama pada Pasien Serangan Jantung
loading...
A
A
A
JAKARTA - ST-elevation myocardial infarction (STEMI) adalah salah satu jenis serangan jantung yang paling berbahaya. Kondisi ini dapat menyebabkan komplikasi serius pada pengidapnya hingga berisiko kematian tinggi.
Dokter spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah, dr. Isman Firdaus, Sp.JP(K), FIHA, FESC, FSCAI menjelaskan, serangan jantung tipe Stemi terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah arteri koroner secara total sehingga otot jantung tidak mendapatkan suplai oksigen. Stemi merupakan jenis sindrom koroner akut yang memiliki risiko komplikasi serius dan kematian.
Menurut dr Isman, pertolongan serangan jantung STEMI selama ini hanya bisa dilakukan di provinsi dan kota besar dengan membuka pembuluh darah yang tersumbat total.
“Prosesnya, pasien dengan keluhan nyeri dada dan angina akan melakukan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), kemudian ketika hasil diagnosa positif serangan jantung STEMI langsung ditangani dengan catheterization laboratory (cath lab),” terang dr. Isman.
Dokter Isman menambahkan, penanganan cath lab untuk dilakukan kateterisasi jantung yang bertujuan membuka sumbatan pembuluh darah jantung. Cara ini hanya dapat dilakukan di ibu kota provinsi atau kota besar di rumah sakit rujukan provinsi atau rumah sakit swasta.
“Adanya inisiatif program Fastemi ditujukan sebagai upaya pertolongan pertama pasien yang mengalami serangan jantung tipe STEMI di daerah terpencil, daerah-daerah yang jauh dari kota besar. Kalau di kota besar ada cath lab untuk penanganan serangan jantung,” kata dr. Isman.
“Bagi daerah yang tidak punya cath lab dan dokter jantung, pasien dengan serangan jantung tersebut bisa ditolong dengan tata laksana Fastemi, yakni menggunakan obat-obatan penghancur bekuan darah. Program ini termasuk terobosan untuk pasien serangan jantung STEMI,” lanjut dia.
Artinya, penatalaksanaan pertolongan pertama serangan jantung tipe STEMI tidak dengan cath lab atau kateterisasi maupun pemasangan ring, melainkan dengan pemberian obat-obatan penghancur bekuan darah yang disebut fibrinolitik atau trombolitik.
“Obat-obatan fibrinolitik akan disiapkan di puskesmas atau rumah sakit yang tidak ada fasilitas cath lab sehingga apabila ada pasien serangan jantung STEMI bisa langsung disuntik. Obat ini hanya disuntik, salah satu jenis yang dipilih, yaitu tenecteplase yang sekali suntik saja,” tutur dr. Isman.
Lebih lanjut dr. Isman mengatakan, rencananya obat ini akan disalurkan ke puskesmas-puskesmas seluruh Indonesia.
“Kendati demikian, mengingat ini adalah pilot project pertama, maka hanya puskesmas-puskesmas terpilih dari masing-masing kabupaten/kota dulu yang dipilih untuk uji coba. Tidak langsung semuanya uji coba karena menunggu kesiapan obat-obatan,” pungkas dr. Isman.
Dokter spesialis penyakit jantung dan pembuluh darah, dr. Isman Firdaus, Sp.JP(K), FIHA, FESC, FSCAI menjelaskan, serangan jantung tipe Stemi terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah arteri koroner secara total sehingga otot jantung tidak mendapatkan suplai oksigen. Stemi merupakan jenis sindrom koroner akut yang memiliki risiko komplikasi serius dan kematian.
Menurut dr Isman, pertolongan serangan jantung STEMI selama ini hanya bisa dilakukan di provinsi dan kota besar dengan membuka pembuluh darah yang tersumbat total.
“Prosesnya, pasien dengan keluhan nyeri dada dan angina akan melakukan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), kemudian ketika hasil diagnosa positif serangan jantung STEMI langsung ditangani dengan catheterization laboratory (cath lab),” terang dr. Isman.
Dokter Isman menambahkan, penanganan cath lab untuk dilakukan kateterisasi jantung yang bertujuan membuka sumbatan pembuluh darah jantung. Cara ini hanya dapat dilakukan di ibu kota provinsi atau kota besar di rumah sakit rujukan provinsi atau rumah sakit swasta.
“Adanya inisiatif program Fastemi ditujukan sebagai upaya pertolongan pertama pasien yang mengalami serangan jantung tipe STEMI di daerah terpencil, daerah-daerah yang jauh dari kota besar. Kalau di kota besar ada cath lab untuk penanganan serangan jantung,” kata dr. Isman.
“Bagi daerah yang tidak punya cath lab dan dokter jantung, pasien dengan serangan jantung tersebut bisa ditolong dengan tata laksana Fastemi, yakni menggunakan obat-obatan penghancur bekuan darah. Program ini termasuk terobosan untuk pasien serangan jantung STEMI,” lanjut dia.
Artinya, penatalaksanaan pertolongan pertama serangan jantung tipe STEMI tidak dengan cath lab atau kateterisasi maupun pemasangan ring, melainkan dengan pemberian obat-obatan penghancur bekuan darah yang disebut fibrinolitik atau trombolitik.
“Obat-obatan fibrinolitik akan disiapkan di puskesmas atau rumah sakit yang tidak ada fasilitas cath lab sehingga apabila ada pasien serangan jantung STEMI bisa langsung disuntik. Obat ini hanya disuntik, salah satu jenis yang dipilih, yaitu tenecteplase yang sekali suntik saja,” tutur dr. Isman.
Lebih lanjut dr. Isman mengatakan, rencananya obat ini akan disalurkan ke puskesmas-puskesmas seluruh Indonesia.
“Kendati demikian, mengingat ini adalah pilot project pertama, maka hanya puskesmas-puskesmas terpilih dari masing-masing kabupaten/kota dulu yang dipilih untuk uji coba. Tidak langsung semuanya uji coba karena menunggu kesiapan obat-obatan,” pungkas dr. Isman.
(tsa)