Road to Awarding Night Fesbul 2023, Sineas Ambon Apresiasi Film Pendek Mereka Diputar di Bioskop

Jum'at, 08 Desember 2023 - 07:58 WIB
loading...
Road to Awarding Night...
Festival Film Bulanan (Fesbul) mengadakan Road to Awarding Night di Ambon. Acara ini diisi dengan pemutaran 20 Film Terpilih Fesbul 2023. Foto/Istimewa
A A A
AMBON - Guna mendukung pertumbuhan dan membuka akses, jaringan, serta distribusi bagi karya-karya anak bangsa ke pasar film nasional maupun internasional, Festival Film Bulanan (Fesbul) mengadakan Road to Awarding Night. Acara ini diisi dengan pemutaran 20 Film Terpilih Fesbul 2023 yang merupakan nominee pada Malam Anugerah, di 10 titik Bioskop XXI di seluruh Indonesia yang dilaksanakan pada 24-30 November 2023.

Melalui Road to Awarding Night, Festival Film Bulanan ingin mengajak seluruh sineas di daerah agar menjadikan film pendek sebagai gerakan untuk menghidupkan ekosistem ekonomi kreatif di wilayah masing-masing. Salah satunya dengan aktivasi pemutaran film pendek di bioskop nasional.

Dua Film Terpilih Fesbul Lokus 9, yaitu T’ahuri: Bunyi Pertama yang Keluar dari Bumi’ karya Kele Project dan ‘Rumah Adat Latakua’ karya Iwi Marahena diputar di XXI Ambon City Center pada 28 November 2023.

Sutradara ‘Tahuri: Bunyi Pertama yang Keluar dari Bumi’ Fredy Likumahua mengaku bangga, karena akhirnya salah satu tradisi adat yang dipakai para petuah bisa diangkat ke dalam film dan dikenal orang banyak bahwa Maluku mempunyai alat musik tahuri dari kulit kerang.

Fredy mengatakan, alasan utama ‘Tahuri’ diangkat menjadi film dokumenter karena keberadaannya menjadi alasan Kota Ambon dinobatkan sebagai Ambon City of Music oleh UNESCO.

“Alasan Ambon City of Music itu karena Tahuri ini. Kita juga mau kasih tahu kalau musik identitas orang Ambon, itu perangkat adat. Hingga sekarang, ini masih kurang diekspos,” kata pria yang kerap disapa Edi.

Sementara itu, sutradara ‘Rumah Adat Latakua’, Iwi Marahena menyampaikan, film tersebut diangkat juga berdasarkan keresahannnya sebagai anak Negeri Tamilouw, Maluku Tengah.

Iwi menjelaskan, pembangunan Rumah Adat Latakua hanya 40 tahun sekali dilakukan. Dari hal itu, maka menarik untuk diangkat menjadi film karena berkaitan dengan isu-isu sosial.

“Saya ingin sebagai anak negeri, ada hal yang bisa saya lakukan dan bermanfaat. Saya tidak mau budaya di negeri saya diangkat oleh orang lain,” kata Iwi.

Iwi juga mengungkapkan rasa syukurnya terhadap pemutaran film ini.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1527 seconds (0.1#10.140)