Mengenal Anemia Defisiensi Zat Besi pada si Kecil, Atasi dengan MPASI

Jum'at, 08 Desember 2023 - 23:00 WIB
loading...
Mengenal Anemia Defisiensi...
Salah satu penyakit yang rentan dialami balita adalah anemia defisiensi besi. Foto/ eatright.
A A A
JAKARTA - Salah satu penyakit yang rentan dialami balita adalah anemia defisiensi besi (ADB), yakni rendahnya kadar hemoglobin akibat kekurangan zat besi dalam tubuh.

Anemia defisiensi besi pada balita tidak terjadi secara tiba-tiba, namun didahului oleh dua tahapan sebelumnya, yaitu deplesi besi (berkurangnya cadangan zat besi, namun kadar hemoglobin masih normal) dan defisiensi besi, di mana kadar hemoglobin sudah menurun.



“Bayi yang mengalami deplesi besi dan tidak ditangani dengan baik akan mengalami defisiensi besi. Jika kondisi defisiensi besi tidak juga di tangani segera, maka bayi akan mengalami ADB,” ujar Dokter Spesialis Anak dan Ahli Nutrisi DR dr Lanny Christine Gultom, SpA(K).

Dokter Lanny menjelaskan anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti suplai zat besi yang rendah (prematuritas, pemberian MPASI yang terlambat, diet vegetarian, gangguan menelan), peningkatan kebutuhan besi (usia bayi, berat badan lahir rendah, pertumbuhan cepat pada masa pubertas (pubertal growth spurt)), penurunan penyerapan besi di saluran cerna (penyakit inflammatory bowel diseases, infeksi helicobacter pylori), dan perdarahan (menstruasi yang sering dan berlebih, alergi susu sapi).

Di Indonesia sendiri kasus AMD sudah banyak terjadi. Pada Penelitian Ringoringo, ditemuian kasus AMD di Kalimantan Selatan sebesar 47,4%.

Insidens ADB pada penelitian ini cenderung lebih tinggi pada bayi yang lahir dari ibu dengan anemia dibandingkan ibu tanpa anemia.

Dokter Lanny mengatakan untuk mengatasi hal itu, tentunya perlu asupan zat besi yang cukup untuk bayi. Pada saat di dalam kandungan, bayi mendapatkan asupan zat besi dari ibunya yang dapat memenuhi kebutuhan zat besi bayi sampai 4 – 6 bulan pertama setelah kelahirannya.

“Bayi yang lahir cukup bulan dan mendapat ASI eksklusif tidak memerlukan suplementasi zat besi. Ketika bayi mencapai usia 4 – 6 bulan, cadangan zat besi mulai habis. Kebutuhan zat besi pada bayi berusia 6 – 11 bulan yaitu 11 mg/hari dimana 97% dari kebutuhan ini harus dipenuhi dari MPASI,” jelas dokter yang menjabat sebagai Staf SMF Kesehatan Anak di RSUP Fatmawati itu.

Dokter Lanny menambahkan para ibu bisa memberikan MPASI rumahan atau MPASI fortifikasi komersial. Kelebihan MPASI rumahan adalah rasa yang beraneka-ragam dan biaya yang murah. Namun MPASI rumahan memiliki risiko lebih tinggi kontaminasi mikroba selama penyiapan, penyimpanan, dan proses pemberian makan, serta kejadian tersedak jika tekstur makan yang diberikan tidak sesuai usia apabila dibandingkan MPASI fortifikasi kemasan.



Di Indonesia, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) mengawasi dengan ketat produk MPASI komersial termasuk MPASI fortifikasi.

Kandungan nutrisi dalam MPASI fortifikasi tak hanya harus mengikuti peraturan BPOM RI namun juga harus sesuai dengan Codex Alimentarius yang diinisiasi oleh FAO/WHO (Food and Agriculture Organization of the United Nations/World Health Organization), serta diperkaya dengan zat gizi tertentu (besi, yodium, seng, vitamin D, dsb) untuk memastikan asupan zat gizi yang adekuat sehingga anak dapat bertumbuh- kembang secara optimal.

“Oleh karena itu, orangtua dapat menggunakan MPASI rumahan dan MPASI fortifikasi untuk mencegah ADB pada bayi. MPASI fortifikasi kemasan dapat menjadi alternatif untuk digunakan secara tunggal atau kombinasi dengan MPASI rumahan agar memastikan asupan zat gizi makro dan mikro yang adekuat pada bayi,” kata dr Lanny.
(tdy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1660 seconds (0.1#10.140)