Marsekal Hadi yang Saya Kenal

Minggu, 18 Februari 2018 - 14:39 WIB
Marsekal Hadi yang Saya Kenal
Marsekal Hadi yang Saya Kenal
A A A
MENGUNGKAP kisah masa lalu dari rentang waktu yang panjang tidaklah mudah, apalagi menuangkannya dalam sebuah kisah dan barisan kata-kata, lalu merangkainya menjadi sebuah cerita. Namun, berkat pertemanan sejak SMA hingga saat ini, berikut kisah teman-teman lama dan kenangan orang tua serta saudara yang terangkum hangat, hadirlah buku ini. Kisah Anak Sersan Menjadi Panglima.

19 September 1986 merupakan hari pembeda dari semua hari yang pernah dilalui oleh Hadi Tjahjanto. Hari itu, si anak sersan dilantik menjadi Letnan Dua TNI AU di Istana Merdeka. Namun, kondisi suka cita ini berbanding terbalik dengan situasi yang dihadapi keluarga Hadi di Malang, yang kala itu hidupnya masih sangat sulit, bahkan boleh dikatakan payah. Bahkan, orang tua Hadi terpaksa menggadaikan barang-barang berharga demi menghadiri pelantikan sang anak.

"Mau bagaimana lagi, ekonomi keluarga memang belum stabil. Untungnya, walau tidak banyak, saya waktu itu sudah memiliki penghasilan. Karena itu, saya serahkan semua uang yang saya miliki kepada orang tua. Kekurangannya, biar cari sendiri," sebagaimana dituturkan Hadi Tjahjanto di halaman 56 bab 2 buku ini.

Marsekal Hadi semula menolak kisah hidupnya untuk dibukukan. Namun sebagai teman dan sahabat, saya menilai kisah hidup seorang anak sersan menjadi panglima menarik diketahui oleh generasi zaman sekarang, untuk kemudian dijadikan pembelajaran dan semangat berjuang pantang menyerah.

Tentu saja, buku ini tidak dapat mengisahkan segalanya sosok humanis seorang Hadi Tjahjanto. Jauh daripada sempurna. Namun, dari kesungguhan hati, penulis mencoba merangkum semua yang ada. Waktu dan narasumber yang terbatas tidaklah menjadi penghalang akan hadirnya buku ini. Mencoba menghadirkan sisi lain dari seorang sahabat, saudara, bahkan seorang masyarakat awam yang tidak pernah memberanikan dirinya berandai-andai menjadi panglima.

Buku yang terdiri atas enam bab ini mencoba merangkum sisi lain Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Berawal dari kisah keluarga Sersan Mayor TNI AU Bambang Sudarto dan Nur Saaídah, seorang perempuan asli Singosari, yang menuturkan kehidupan keluarga dengan lima anak, di mana mereka tinggal, melahirkan anak-anaknya, hingga salah satu anaknya, Hadi, lulus menjadi seorang penerbang.

Saksi bisu rumah sederhana yang berada di Perumahan Pagas Blok C180, Malang, telah menghadirkan seorang panglima TNI untuk negara tercinta ini. Potret kehidupan Hadi bersama teman-temannya hadir di bab selanjutnya. Apa yang dilakukan Hadi agar tetap bersekolah dan membantu ayahnya yang hanya seorang teknisi pesawat dan bergaji pas-pasan menjadi kisah yang sangat luar biasa.

Tak ada yang menyangka bahwa Sang Panglima dulunya pernah menjadi seorang caddy hingga pembuat kue donat. Meski getir, tidak sampai menjadi ratap tangis yang memilukan. Semuanya dijalani dengan tulus ikhlas dan menjadi cambuk untuk maju ke depan. Memasuki masa remaja, Hadi mulai merancang cita-cita yang memang sejak kanak-kanak ingin menjadi penerbang.

Dalam proses mendisiplinkan diri dan mempersiapkan tes jasmani masuk Akabri (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), Hadi jatuh hati pada pandangan pertama dengan seorang gadis yang masih duduk di SMP. Gadis itu tidak lain Nanik Istumawati, seorang anak Polisi Serma Soedjai Wiryoatmodjo dan ibu Arbaiyah Yunus.

Nanik kelak menjadi istri Hadi Tjahjanto. Karena cinta mereka tumbuh saat usia dini, tak heran jika Hadi menghadapi larangan dari orang tua Nanik. Kisah romantis penuh perjuangan seorang laki-laki yang bersungguh-sungguh ingin merawat cinta dan hati sang wanita pujaan, dihadirkan secara epik di dalam buku ini.

Bahkan, pada awal menikah Hadi dan istri harus terpisah karena tuntutan tugas. Karier militer dan penugasan Hadi juga diceritakan dalam buku ini. Lulus penerbang hingga puncaknya sekolah ke Prancis selalu diremehkan, dipandang sebelah mata. Bahkan, gosip dari para istri perwira menyebar, bahwa Hadi memang penerbang yang gagal.

Namun, Tuhan berkata lain. Meski selalu dipinggirkan dan tidak pernah mendapat kesempatan memegang peran strategis, setahap demi setahap perjalanan karier Hadi mulai bersinar. Nanik Istumawati suatu hari bermimpi melihat bintang bersinar cemerlang di arah barat dan anak-anaknya berlarian ke barat.

Ternyata, mimpi itu menjadi pertanda titik balik karier suaminya yang mulai menggapai bintang hingga bintangnya bersinar. Ya, di balik sukses seorang laki-laki tidak lepas dari kekuatan dan ketabahan seorang istri, hingga mencapai tampuk tertinggi di militer, sebagai Panglima TNI.

Buku Anak Sersan Jadi Panglima setebal 172 halaman ini diterbitkan oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, cetakan pertama 2018. Buku syarat motivasi dan semangat pantang menyerah dari seorang keluarga sederhana, anak tentara yang serba-kekurangan. Disertai kekuatan doa seorang ibu yang selalu memberi semangat tiada henti-hentinya, sebagai kunci sukses seorang Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

"Segala kekurangan ekonomi merupakan ujian. Jika ingin sukses menjadi orang besar, harus lulus ujian kekurangan ekonomi dengan tabah," demikian nasihat sang ibu yang selalu melekat di hati Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.

Eddy Suprapto
Jurnalis
(amm)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8038 seconds (0.1#10.140)