Siti Atikoh Akan Hadirkan Kader Pendamping Keluarga untuk Cegah KDRT
loading...
A
A
A
LAMPUNG - Siti Atikoh Supriyanti merasa prihatin dengan maraknya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi di tengah masyarakat. Karena itu, Atikoh pun berkomitmen untuk melakukan pencegahan.
Salah satunya kasus KDRT di Lampung yang masih terbilang cukup tinggi. Atikoh sendiri memang selama ini fokus pada kasus kekerasan baik pada anak, perempuan hingga lansia yang menurutnya ini menjadi tugas bersama.
Hal itu disampaikan istri calon Presiden nomor urut tiga, Ganjar Pranowo itu setelah menghadiri silaturahmi politik di area depan kantor DPC PDI Perjuangan Kota Metro, Jalan RA Kartini, Karangrejo, Lampung, Rabu (10/1/2024).
“Kalau saya secara pribadi memang sangat concern dalam isu-isu yang terkait dengan kelompok rentan. Termasuk kelompok perempuan, anak, kemudian lansia dan salah satunya adalah kelompok yang termarjinalkan,” kata Atikoh.
“Dan upaya kita adalah bagaimana kita bisa melakukan pencegahan terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga maupun bullying secara umum. Tentu ini menjadi PR kita, jadi harapannya ada di kemudian hari di seluruh Indonesia itu ada kader pendamping keluarga," sambungnya.
Dalam kesempatan tersebut, Atikoh juga mengungkapkan, bahwa upaya pencegahan KDRT maupun bullying secara umum adalah menjadi tugas seluruh elemen masyarakat.
Dia lantas berencana akan menghadirkan kader pendamping keluarga di setiap daerah. Ini bertujuan sebagai perwakilan untuk menampung laporan dan aduan para korban KDRT.
“Jadi harapannya ada di kemudian hari di seluruh Indonesia itu ada kader pendamping keluarga. Jadi ketika ada kasus, ada yang menjadi rujukan bagi mereka untuk melaporkan, ada pendampingan untuk melaporkan ke misalnya dilaporkan ke pihak yang berwajib juga mereka tau,” jelasnya.
“Karena biasanya terutama masyarakat-masyarakat yang tradisional mereka tidak tahu mau melapornya kemana,” tambahnya.
Berbeda dengan kasus KDRT yang tergolong cukup serius, menurutnya sudah harus masuk ke ranah hukum. Meski begitu, dia menilai para korban harus terus mendapatkan pendampingan selama masa pemulihan.
“Kan kalau untuk kasus-kasus yang besar tentu harus masuk ranahnya dari penegak hukum. Kemudian bagaimana itu didampingi selama masa pemulihan untuk psikologinya,” ungkapnya.
“Karena untuk korban-korban ini tidak hanya mereka itu efeknya secara fisik ya tapi psikisnya justru sangat luar biasa dan ini tentu diperlukan kerjasama dari seluruh elemen masyarakat,” pungkasnya.
Salah satunya kasus KDRT di Lampung yang masih terbilang cukup tinggi. Atikoh sendiri memang selama ini fokus pada kasus kekerasan baik pada anak, perempuan hingga lansia yang menurutnya ini menjadi tugas bersama.
Hal itu disampaikan istri calon Presiden nomor urut tiga, Ganjar Pranowo itu setelah menghadiri silaturahmi politik di area depan kantor DPC PDI Perjuangan Kota Metro, Jalan RA Kartini, Karangrejo, Lampung, Rabu (10/1/2024).
“Kalau saya secara pribadi memang sangat concern dalam isu-isu yang terkait dengan kelompok rentan. Termasuk kelompok perempuan, anak, kemudian lansia dan salah satunya adalah kelompok yang termarjinalkan,” kata Atikoh.
“Dan upaya kita adalah bagaimana kita bisa melakukan pencegahan terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga maupun bullying secara umum. Tentu ini menjadi PR kita, jadi harapannya ada di kemudian hari di seluruh Indonesia itu ada kader pendamping keluarga," sambungnya.
Dalam kesempatan tersebut, Atikoh juga mengungkapkan, bahwa upaya pencegahan KDRT maupun bullying secara umum adalah menjadi tugas seluruh elemen masyarakat.
Dia lantas berencana akan menghadirkan kader pendamping keluarga di setiap daerah. Ini bertujuan sebagai perwakilan untuk menampung laporan dan aduan para korban KDRT.
“Jadi harapannya ada di kemudian hari di seluruh Indonesia itu ada kader pendamping keluarga. Jadi ketika ada kasus, ada yang menjadi rujukan bagi mereka untuk melaporkan, ada pendampingan untuk melaporkan ke misalnya dilaporkan ke pihak yang berwajib juga mereka tau,” jelasnya.
“Karena biasanya terutama masyarakat-masyarakat yang tradisional mereka tidak tahu mau melapornya kemana,” tambahnya.
Berbeda dengan kasus KDRT yang tergolong cukup serius, menurutnya sudah harus masuk ke ranah hukum. Meski begitu, dia menilai para korban harus terus mendapatkan pendampingan selama masa pemulihan.
“Kan kalau untuk kasus-kasus yang besar tentu harus masuk ranahnya dari penegak hukum. Kemudian bagaimana itu didampingi selama masa pemulihan untuk psikologinya,” ungkapnya.
“Karena untuk korban-korban ini tidak hanya mereka itu efeknya secara fisik ya tapi psikisnya justru sangat luar biasa dan ini tentu diperlukan kerjasama dari seluruh elemen masyarakat,” pungkasnya.
(dra)