Menjawab Tantangan Masa Depan Kebudayaan Indonesia

Minggu, 31 Maret 2024 - 01:30 WIB
loading...
Menjawab Tantangan Masa Depan Kebudayaan Indonesia
Kebudayaan memegang peran sentral dalam membentuk identitas sebuah bangsa. Di Indonesia, keberagaman budaya menjadi kekayaan, namun tantangan terus dihadapi. Foto/istimewa
A A A
JAKARTA - Kebudayaan memegang peran sentral dalam membentuk identitas sebuah bangsa. Di Indonesia, keberagaman budaya menjadi kekayaan yang tak ternilai, namun tantangan besar terus dihadapi dalam mengelola dan mengembangkan ekosistem kebudayaan.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Republik Indonesia Nadiem Makarim dalam diskusi Kultur Wawas bersama Hilmar Farid bertajuk Menjawab Tantangan Masa Depan Kebudayaan Indonesia, menjelaskan tantangan utama yang dihadapi dalam menumbuhkan kebudayaan di Indonesia adalah konsepsi bahwa kebudayaan bukanlah prioritas nasional yang mendesak.

Meskipun narasi bahwa pentingnya kebudayaan sudah banyak digaungkan, tetapi langkah nyata untuk mendukungnya masih minim. “Namun, tantangan yang lebih kompleks muncul dalam dua spektrum yang berbeda," kata Nadiem.

"Pertama, ada pandangan bahwa kebudayaan harus dikomersialisasikan untuk dapat berkembang. Kedua, muncul juga yang meyakini bahwa seni harus murni demi meningkatkan peradaban. Namun, debat mengenai hal ini harus diatasi karena keduanya sama-sama penting,” sambungnya.



Untuk itu menurutnya pentingnya memiliki institusi independen yang mampu mengelola dan mengorkestrasikan ekosistem kebudayaan dengan baik menjadi sorotan utama dalam mewujudkan visi kebudayaan yang kokoh.

“Adanya institusi independen baik dalam bentuk badan atau kementerian yang memiliki kewenangan dan anggaran yang memadai menjadi kunci dalam mengelola kebudayaan sebagai peningkatan peradaban dan memberikan dampak yang signifikan bagi Indonesia ke depan. Hal ini mampu mempercepat proses birokrasi dan pembuatan keputusan sehingga laju pertumbuhan kebudayaan di Indonesia dapat lebih cepat,” jelas Nadiem.

“Namun, sebelum institusi tersebut didirikan, reformasi undang-undang, keuangan, dan sumber daya manusia (SDM) harus dilakukan agar mampu mendorong profesionalisme dalam pengelolaan kebudayaan,” lanjutnya.

Seni dan budaya tidak bisa bertahan dalam jangka panjang tanpa dampak ekonomi yang positif bagi pelaku dan komunitasnya. Namun, tujuan seni dan budaya juga tidak semata-mata untuk mencari keuntungan finansial semata, tetapi juga memiliki nilai-nilai tak terukur yang penting bagi perkembangan suatu bangsa. Oleh karena itu, perlu ada peran pemerintah dan juga filantropis yang memberikan subsidi agar lebih tepat sasaran.



Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia Hilmar Farid menilai, kebudayaan perlu mendapat perhatian khusus di luar bayang-bayang pendidikan yang dominan. Peraturan birokrasi perlu disempurnakan agar institusi kebudayaan dapat beroperasi secara independen dan responsif terhadap perubahan dengan lebih cepat.

“Contoh nyata perubahan yang menuju arah ini adalah pendirian Badan Layanan Umum (BLU) yang mengelola museum, yang akan diluncurkan pada bulan Mei mendatang. Langkah ini menunjukkan upaya dalam melibatkan talenta profesional di luar agar ekosistem kebudayaan dapat tumbuh dan berkembang. Sebelumnya, kita juga memiliki Badan Kreativitas Ekonomi (Bekraf) yang dapat fokus untuk mengelola sektor pariwisata sehingga dapat lebih maju dan berkembang,” ujar Hilmar.

Dengan memperkuat institusi independen dalam mengelola kebudayaan, Indonesia dapat membangun visi ke depan yang kuat dan berkelanjutan. Ini adalah langkah yang sangat penting dalam melestarikan dan mengembangkan warisan budaya yang berharga bagi generasi mendatang.
(dra)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2429 seconds (0.1#10.140)