Perlu Diajarkan ke Anak Sejak Dini, Edukasi Seks Bukan Hal Tabu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Edukasi soal seks sering kali dianggap tabu. Padahal, di era digital seperti sekarang pajanan pornografi amat deras dan rentan membuat anak terpapar dini. Kapan edukasi seks tepat diberikan kepada anak?
Di zaman digital sekarang anak-anak rentan terpapar konten pornografi lantaran kemudahan mengakses internet. Game online, misalnya, dengan karakter yang berbadan seksi dan pakaian terbuka, amat mungkin merangsang nafsu seksual anak dan menjadi permulaan anak mengenal pornografi.
Hal ini dibenarkan oleh dr Eva Harmoniati SpA (K). “Orang tua harus hati-hati juga karena suka muncul iklan konten dewasa di game online tersebut. Makanya seharusnya orang tua menyetting khusus sebagai filter sehingga game yang dimainkan anak, aman,” bebernya dalam Instagram Live IDAI.
Ia melanjutkan, pornografi amat berbahaya. Jika anak menonton suatu tayangan yang belum ia pahami tapi menimbulkan rasa senang, maka otak akan mengeluarkan hormon dopamin. Pada kesempatan berikut, dia akan mencari lagi hal yang bisa membuatnya merasa senang. Dampaknya, anak bisa kecanduan yang sama seperti kecanduan narkoba. (Baca: Apakah Hiperseksual Termasuk Masalah Kesehatan Mental?)
Karena itulah, harus dilakukan pencegahan agar anak tidak terpapar konten pornografi sejak dini. Misalnya jika anak sudah bisa mengakses internet atau sudah diberikan gadget sendiri, maka orang tua harus kasih aturan. Salah satunya dengan menasehati untuk tidak mengklik sembarangan iklan atau tayangan yang beredar selama mengakses internet.
“Atau buat aturan, boleh mengakses internet tapi hanya di ruang keluarga, jadi orang tua bisa mengawasi selama anak main internet. Beri aturan juga mengenai kapan dan di mana anak boleh mengaksesnya,” sebut dr Eva.
Jangan lupa kasih penjelasan kepada anak kenapa dia tidak boleh melihat tayangan atau konten yang bukan untuk usianya. Beri tahu anak bahwa tayangan seperti itu tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya. “Dengan begitu, anak mendapatkan edukasi seks dari orang tua, bukan dari sumber lain yang tidak tepat,” kata dr Eva.
Menurutnya, anak boleh mengakses internet rata-rata di usia 13 tahun ke atas untuk tayangan yang ada konten pornografinya namun masih bisa dikatakan wajar. Ini untuk remaja yang sudah memiliki bekal edukasi seks. Berbekal edukasi ini, anak sudah paham tentang fungsi organ seksual mereka, bagaimana menggunakan dan bertanggung jawab atas organ seksual mereka.
Alangkah baiknya kalau orang tua bisa mendampingi anak yang akan mengakses media sosial sehingga anak tidak terpapar konten yang belum seharusnya mereka lihat. Dikatakan dr Eva, edukasi seks sendiri bagi anak bisa dimulai sejak usia 12 bulan. Di usia 2-3 tahun, anak sudah mulai diajari cara membedakan jenis kelamin perempuan atau laki-laki. (Baca juga: Kapal Perang Paling Berbahaya Rusia Admiral Nakhirov Siap Dimunculkan Lagi)
Di usia ini mereka umumnya masih dibantu untuk buang air kecil atau besar. Nah, orang tua bisa sekalian mengenalkan bahwa ini namanya vagina atau penis, dan tidak boleh dipegang atau dilihat orang lain. Ini menandakan kamu laki-laki atau perempuan.
Di zaman digital sekarang anak-anak rentan terpapar konten pornografi lantaran kemudahan mengakses internet. Game online, misalnya, dengan karakter yang berbadan seksi dan pakaian terbuka, amat mungkin merangsang nafsu seksual anak dan menjadi permulaan anak mengenal pornografi.
Hal ini dibenarkan oleh dr Eva Harmoniati SpA (K). “Orang tua harus hati-hati juga karena suka muncul iklan konten dewasa di game online tersebut. Makanya seharusnya orang tua menyetting khusus sebagai filter sehingga game yang dimainkan anak, aman,” bebernya dalam Instagram Live IDAI.
Ia melanjutkan, pornografi amat berbahaya. Jika anak menonton suatu tayangan yang belum ia pahami tapi menimbulkan rasa senang, maka otak akan mengeluarkan hormon dopamin. Pada kesempatan berikut, dia akan mencari lagi hal yang bisa membuatnya merasa senang. Dampaknya, anak bisa kecanduan yang sama seperti kecanduan narkoba. (Baca: Apakah Hiperseksual Termasuk Masalah Kesehatan Mental?)
Karena itulah, harus dilakukan pencegahan agar anak tidak terpapar konten pornografi sejak dini. Misalnya jika anak sudah bisa mengakses internet atau sudah diberikan gadget sendiri, maka orang tua harus kasih aturan. Salah satunya dengan menasehati untuk tidak mengklik sembarangan iklan atau tayangan yang beredar selama mengakses internet.
“Atau buat aturan, boleh mengakses internet tapi hanya di ruang keluarga, jadi orang tua bisa mengawasi selama anak main internet. Beri aturan juga mengenai kapan dan di mana anak boleh mengaksesnya,” sebut dr Eva.
Jangan lupa kasih penjelasan kepada anak kenapa dia tidak boleh melihat tayangan atau konten yang bukan untuk usianya. Beri tahu anak bahwa tayangan seperti itu tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya. “Dengan begitu, anak mendapatkan edukasi seks dari orang tua, bukan dari sumber lain yang tidak tepat,” kata dr Eva.
Menurutnya, anak boleh mengakses internet rata-rata di usia 13 tahun ke atas untuk tayangan yang ada konten pornografinya namun masih bisa dikatakan wajar. Ini untuk remaja yang sudah memiliki bekal edukasi seks. Berbekal edukasi ini, anak sudah paham tentang fungsi organ seksual mereka, bagaimana menggunakan dan bertanggung jawab atas organ seksual mereka.
Alangkah baiknya kalau orang tua bisa mendampingi anak yang akan mengakses media sosial sehingga anak tidak terpapar konten yang belum seharusnya mereka lihat. Dikatakan dr Eva, edukasi seks sendiri bagi anak bisa dimulai sejak usia 12 bulan. Di usia 2-3 tahun, anak sudah mulai diajari cara membedakan jenis kelamin perempuan atau laki-laki. (Baca juga: Kapal Perang Paling Berbahaya Rusia Admiral Nakhirov Siap Dimunculkan Lagi)
Di usia ini mereka umumnya masih dibantu untuk buang air kecil atau besar. Nah, orang tua bisa sekalian mengenalkan bahwa ini namanya vagina atau penis, dan tidak boleh dipegang atau dilihat orang lain. Ini menandakan kamu laki-laki atau perempuan.