Jadi Penyakit Silent Killer, Kasus Hepatitis di Indonesia Urutan ke-4 Dunia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menjelang Hari Hepatitis Sedunia 2024 pada 28 Juli, terungkap kasus hepatitis di Indonesia masih cukup tinggi.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, saat ini, Indonesia menempati urutan ke-4 kasus hepatitis tertinggi di dunia. Lantas, apa yang menyebabkan kasus hepatitis di Indonesia cukup tinggi?
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan RI, dr. Imran Pambudi mengatakan, salah satu penyebab utama mengapa kasus hepatitis di Indonesia masih tinggi, yakni karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap skrining alias pemeriksaan dini.
“Jadi memang Indonesia ini menjadi negara yang nomor 4 ya. Tadi itu sudah saya sampaikan bahwa range-nya besar sekali ya. Ada yang tidak ada gejala, gejala ringan, sampai yang gejala berat,” ujar dr.Imran dalam temu media yang digelar secara daring, Jumat (26/7/2024).
“Hitungan tadi nomor 4 itu adalah termasuk, di antaranya adalah yang tidak bergejala tadi dan diperhitungkan berdasarkan survei SKI tadi sehingga jika ditanya apa yang menyebabkan kasus hepatitis di Indonesia tinggi. Pertama adalah karena skrining kita itu kurang,” tuturnya lagi.
Padahal, kata dr.Imran, melakukan deteksi dini penting untuk mengetahui berbagai jenis penyakit kronis tanpa gejala, salah satunya hepatitis. Apalagi, beberapa penderita hepatitis tidak menunjukkan gejala apa pun.
Sementara, skrining atau deteksi kesehatan dini di Indonesia masih fokus di beberapa kalangan tertentu, seperti ibu hamil hingga tenaga kesehatan.
“Skrining yang sekarang kita lakukan itu fokusnya hanya ke ibu hamil. Kemudian tenaga kesehatan. Itu aja tadi saya sampaikan nakes kita sudah faslitasi, ternyata baru sekitar 50-60 persen yang mau di skrining,” ucapnya.
“Jadi inilah yang saya kira perilaku masyarakat kita yang tidak melakukan skrining, kita harapkan dilakukan medical check up tiap tahun itu masih harus ditingkatkan,” kata dia lagi.
Secara global, diperkirakan 354 juta orang hidup dengan hepatitis B dan C kronis dan hampir 1,1 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat komplikasi terkait hepatitis seperti sirosis hati dan kanker.
Ratusan juta penderita hepatitis masih belum menyadari status penyakitnya, itulah sebabnya selama beberapa dekade penyakit ini disebut sebagai ‘silent killer’ atau ‘pembunuh diam-diam’.
Lihat Juga: Gelar Seminar Internasional, Poltekkes Kemenkes Jakarta II Kerjas Sama dengan Universitas Luar Negeri
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, saat ini, Indonesia menempati urutan ke-4 kasus hepatitis tertinggi di dunia. Lantas, apa yang menyebabkan kasus hepatitis di Indonesia cukup tinggi?
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Kementerian Kesehatan RI, dr. Imran Pambudi mengatakan, salah satu penyebab utama mengapa kasus hepatitis di Indonesia masih tinggi, yakni karena kurangnya kesadaran masyarakat terhadap skrining alias pemeriksaan dini.
“Jadi memang Indonesia ini menjadi negara yang nomor 4 ya. Tadi itu sudah saya sampaikan bahwa range-nya besar sekali ya. Ada yang tidak ada gejala, gejala ringan, sampai yang gejala berat,” ujar dr.Imran dalam temu media yang digelar secara daring, Jumat (26/7/2024).
“Hitungan tadi nomor 4 itu adalah termasuk, di antaranya adalah yang tidak bergejala tadi dan diperhitungkan berdasarkan survei SKI tadi sehingga jika ditanya apa yang menyebabkan kasus hepatitis di Indonesia tinggi. Pertama adalah karena skrining kita itu kurang,” tuturnya lagi.
Padahal, kata dr.Imran, melakukan deteksi dini penting untuk mengetahui berbagai jenis penyakit kronis tanpa gejala, salah satunya hepatitis. Apalagi, beberapa penderita hepatitis tidak menunjukkan gejala apa pun.
Sementara, skrining atau deteksi kesehatan dini di Indonesia masih fokus di beberapa kalangan tertentu, seperti ibu hamil hingga tenaga kesehatan.
“Skrining yang sekarang kita lakukan itu fokusnya hanya ke ibu hamil. Kemudian tenaga kesehatan. Itu aja tadi saya sampaikan nakes kita sudah faslitasi, ternyata baru sekitar 50-60 persen yang mau di skrining,” ucapnya.
“Jadi inilah yang saya kira perilaku masyarakat kita yang tidak melakukan skrining, kita harapkan dilakukan medical check up tiap tahun itu masih harus ditingkatkan,” kata dia lagi.
Secara global, diperkirakan 354 juta orang hidup dengan hepatitis B dan C kronis dan hampir 1,1 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat komplikasi terkait hepatitis seperti sirosis hati dan kanker.
Ratusan juta penderita hepatitis masih belum menyadari status penyakitnya, itulah sebabnya selama beberapa dekade penyakit ini disebut sebagai ‘silent killer’ atau ‘pembunuh diam-diam’.
Lihat Juga: Gelar Seminar Internasional, Poltekkes Kemenkes Jakarta II Kerjas Sama dengan Universitas Luar Negeri
(tdy)