3 Tantangan yang Dialami Tim FIK UI saat Lakukan Pengabdian Masyakat ke Suku Badui
loading...
A
A
A
LEBAK - Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang didanai oleh Direktorat Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat UI. Kegiatan ini merupakan implementasi salah satu tridarma perguruan tinggi yang wajib dilakukan oleh setiap dosen.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini diikuti oleh tim dari Departemen Keperawatan Anak dan Keperawatan Maternitas FIK UI, yang dilaksanakan di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten.
Ketua tim pengabdian masyarakat Dessie Wanda, S.Kp., MN., Ph.D mengatakan, kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan literasi kesehatan yang peka budaya.
Saat pengabdian masyarakat dimulai dengan mengeksplorasi perilaku kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan anak, tim pengmas menemukan tiga permasalahan yakni pernikahan remaja, pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI), dan rendahnya cakupan imunisasi.
Umumnya di Suku Badui para remaja sudah menikah di usia 14 sampai dengan 17 tahun untuk perempuan. Risiko pernikahan remaja di antaranya kemungkinan terjadi berat badan lahir rendah (BBLR) pada bayi dan faktor risiko tinggi kelahiran prematur.
Aturan adat yang telah ada dipertahankan secara turun-temurun, salah satunya dengan menikahkan anak sesegera mungkin.
Pemberian MPASI yang telah berjalan di masyarakat Suku Badui seperti pemberian makan saat anak berusia 1 bulan. Sebagian ibu balita mengatakan jika pemberian pisang pada anak tidak terjadi apa pun.
“Saya berikan pisang saat sore karena nangis terus Bu,” ungkap salah seorang ibu balita saat diskusi setelah pelaksanaan posyandu.
Kebiasaan ibu balita di Suku Badui untuk membuat menu MPASI seperti mengenalkan bubur instan, melumatkan biskuit, dan mencampur biskuit dengan pisang untuk anaknya.
Sedangkan rendahnya cakupan imunisasi berakibat meningkatkan risiko kesehatan. Penduduk Suku Badui, khususnya ibu yang memiliki balita, khawatir anaknya menjadi sakit atau demam setelah dilakukan imunisasi. Pemberian imunisasi dilakukan oleh bidan dengan menyusur dan menyisir balita ke rumah mereka.
Kedatangan tim dalam pendampingan kesehatan anak kali ini bertepatan dengan pekan pemberian vaksinasi polio dan vitamin A. Rendahnya literasi mengakibatkan pemahaman dalam menerima informasi kurang.
Tim pengmas FIK UI menemukan tantangan dalam berbahasa dengan penduduk setempat. Bahasa yang digunakan oleh penduduk Suku Badui yakni Sunda Banten yang berbeda dengan bahasa Sunda yang biasa digunakan anggota tim pengmas. Komunikasi dan media edukasi lebih baik disesuaikan dengan bahasa setempat.
Penduduk setempat juga memiliki kendala dalam mencari informasi kesehatan secara mandiri, baik kendala akses maupun literasi.
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini diikuti oleh tim dari Departemen Keperawatan Anak dan Keperawatan Maternitas FIK UI, yang dilaksanakan di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten.
Ketua tim pengabdian masyarakat Dessie Wanda, S.Kp., MN., Ph.D mengatakan, kegiatan pengabdian masyarakat ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan literasi kesehatan yang peka budaya.
Saat pengabdian masyarakat dimulai dengan mengeksplorasi perilaku kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan anak, tim pengmas menemukan tiga permasalahan yakni pernikahan remaja, pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI), dan rendahnya cakupan imunisasi.
Umumnya di Suku Badui para remaja sudah menikah di usia 14 sampai dengan 17 tahun untuk perempuan. Risiko pernikahan remaja di antaranya kemungkinan terjadi berat badan lahir rendah (BBLR) pada bayi dan faktor risiko tinggi kelahiran prematur.
Aturan adat yang telah ada dipertahankan secara turun-temurun, salah satunya dengan menikahkan anak sesegera mungkin.
Pemberian MPASI yang telah berjalan di masyarakat Suku Badui seperti pemberian makan saat anak berusia 1 bulan. Sebagian ibu balita mengatakan jika pemberian pisang pada anak tidak terjadi apa pun.
“Saya berikan pisang saat sore karena nangis terus Bu,” ungkap salah seorang ibu balita saat diskusi setelah pelaksanaan posyandu.
Kebiasaan ibu balita di Suku Badui untuk membuat menu MPASI seperti mengenalkan bubur instan, melumatkan biskuit, dan mencampur biskuit dengan pisang untuk anaknya.
Sedangkan rendahnya cakupan imunisasi berakibat meningkatkan risiko kesehatan. Penduduk Suku Badui, khususnya ibu yang memiliki balita, khawatir anaknya menjadi sakit atau demam setelah dilakukan imunisasi. Pemberian imunisasi dilakukan oleh bidan dengan menyusur dan menyisir balita ke rumah mereka.
Kedatangan tim dalam pendampingan kesehatan anak kali ini bertepatan dengan pekan pemberian vaksinasi polio dan vitamin A. Rendahnya literasi mengakibatkan pemahaman dalam menerima informasi kurang.
Tim pengmas FIK UI menemukan tantangan dalam berbahasa dengan penduduk setempat. Bahasa yang digunakan oleh penduduk Suku Badui yakni Sunda Banten yang berbeda dengan bahasa Sunda yang biasa digunakan anggota tim pengmas. Komunikasi dan media edukasi lebih baik disesuaikan dengan bahasa setempat.
Penduduk setempat juga memiliki kendala dalam mencari informasi kesehatan secara mandiri, baik kendala akses maupun literasi.
(tsa)