Pemalakan terhadap dr. Aulia Risma hingga Rp40 Juta per Bulan Berlangsung 2 Tahun sejak Awal Pendidikan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus dugaan bunuh diri karena aksi perundungan terhadap dr. Aulia Risma Lestari, peserta PPDS Undip di RSUP Kariadi Semarang, menguak fakta baru.
Semasa pendidikan, dr. Aulia ternyata kerap ‘dipalak’ Rp20 juta hingga Rp40 juta per bulan, di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program tersebut. Bahkan, berdasarkan kesaksian, 'pemalakan' ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau sekitar bulan Juli hingga November 2022. Artinya, sudah berlangsung selama kurang lebih dua tahun.
“Permintaan uang ini berkisar antara Rp20 juta–Rp40 juta per bulan,” ungkap Jubir Kemenkes RI dr. Mohammad Syahril melalui keterangan tertulis, Minggu (1/9/2024).
“Berdasarkan kesaksian, permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau di sekitar Juli hingga November 2022,” lanjutnya.
Namun, dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi itu tak hanya berlaku untuk dr. Aulia, melainkan juga teman-teman seangkatannya. Karena itulah, dr. Aulia lantas ditunjuk menjadi bendahara untuk menerima pungutan dari teman seangkatannya, dan menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan non-akademik.
“Almarhumah ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya dan juga menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan non-akademik,” tutur dr. Syahril.
“Antara lain membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji OB, dan berbagai kebutuhan senior lainnya,” lanjutnya.
Dokter Aulia dan keluarganya lantas mulai terbebani dengan pungutan ini. Faktor itulah yang diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran. Pasalnya, dr. Aulia tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan dengan nilai sebesar itu.
“Bukti dan kesaksian akan adanya permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk dapat diproses lebih lanjut,” ungkap dr. Syahril.
Sejauh ini, proses investigasi terkait dugaan bullying masih terus diproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian.
Semasa pendidikan, dr. Aulia ternyata kerap ‘dipalak’ Rp20 juta hingga Rp40 juta per bulan, di luar biaya pendidikan resmi yang dilakukan oleh oknum-oknum dalam program tersebut. Bahkan, berdasarkan kesaksian, 'pemalakan' ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau sekitar bulan Juli hingga November 2022. Artinya, sudah berlangsung selama kurang lebih dua tahun.
“Permintaan uang ini berkisar antara Rp20 juta–Rp40 juta per bulan,” ungkap Jubir Kemenkes RI dr. Mohammad Syahril melalui keterangan tertulis, Minggu (1/9/2024).
Baca Juga
“Berdasarkan kesaksian, permintaan ini berlangsung sejak almarhumah masih di semester 1 pendidikan atau di sekitar Juli hingga November 2022,” lanjutnya.
Namun, dugaan permintaan uang di luar biaya pendidikan resmi itu tak hanya berlaku untuk dr. Aulia, melainkan juga teman-teman seangkatannya. Karena itulah, dr. Aulia lantas ditunjuk menjadi bendahara untuk menerima pungutan dari teman seangkatannya, dan menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan non-akademik.
“Almarhumah ditunjuk sebagai bendahara angkatan yang bertugas menerima pungutan dari teman seangkatannya dan juga menyalurkan uang tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan non-akademik,” tutur dr. Syahril.
“Antara lain membiayai penulis lepas untuk membuat naskah akademik senior, menggaji OB, dan berbagai kebutuhan senior lainnya,” lanjutnya.
Baca Juga
Dokter Aulia dan keluarganya lantas mulai terbebani dengan pungutan ini. Faktor itulah yang diduga menjadi pemicu awal almarhumah mengalami tekanan dalam pembelajaran. Pasalnya, dr. Aulia tidak menduga akan adanya pungutan-pungutan dengan nilai sebesar itu.
“Bukti dan kesaksian akan adanya permintaan uang di luar biaya pendidikan ini sudah diserahkan ke pihak kepolisian untuk dapat diproses lebih lanjut,” ungkap dr. Syahril.
Sejauh ini, proses investigasi terkait dugaan bullying masih terus diproses oleh Kemenkes bersama pihak kepolisian.
(tsa)