Benarkah Kandungan Maltodextrin dalam Susu Formula Sebabkan Diabetes dan Gagal Ginjal pada Anak?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus diabetes dan gagal ginjal pada anak makin marak di masyarakat. Bahkan beredar informasi di media sosial bahwa salah satu penyebabnya adalah kandungan maltodextrin, sejenis gula, di susu formula sebagai biang kerok dari penyakit tersebut.
Doktor dalam bidang ilmu gizi Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Rosyanne Kushardina S.Gz Msi. menyoroti isu terkait maltodekstrin yang belakangan ini ramai di media sosial, yang disebut penyebab gagal ginjal dan diabetes pada anak. Ia mengatakan hal itu tidak benar.
“Tidak tepat maltodekstrin dikaitkan dengan peningkatan kandungan gula pada susu, dan menyebabkan gagal ginjal pada anak,” tegasnya dalam diskusi kesehatan bersama Ngobras baru-baru ini.
Justru, Rosyanne menjelaskan, maltodextrin adalah salah satu bahan makanan tambahan (BTP) yang aman, terbuat dari bahan alami, dan tidak hanya terdapat dalam susu formula. BPOM telah mengatur soal bahan tambahan pangan melalui BPOM No. 11 Tahun 2019.
“Sesuai namanya, BTP memang ditambahkan secara sengaja ke produk makanan/minuman untuk tujuan teknologi pada pembuatan maupun pengolahan pangan untuk menghasilkan komponen tertentu atau memengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung,” tutur Rosyanne
Terdapat 27 golongan BTP, di antaranya pemanis, pengawet, pengental, penguat rasa, peningkat volume, dan perisa.
“Maltodekstrin biasa ditambahkan ke produk pangan sebagai pengawet, penguat rasa, filler (meningkatkan volume), untuk meningkatkan tekstur, dan ada juga yang digunakan sebagai perisa,” sebut Rosyanne.
Maltodekstrin juga kerap digunakan sebagai pengganti laktosa pada produk susu, untuk mereka yang intoleransi terhadap laktosa. Secara alami, maltodektrin tidak ada dalam bahan pangan, tetapi zat ini dibuat dari bahan alami.
“Yaitu pati dari sumber karbohidrat seperti umbi-umbian, serealia, dan jagung. Dilakukan proses hidrolisis terhadap zat pati dari sumbr karbohidrat tersebut, lalu terbentuklah maltodekstrin,” jelas Rosyanne.
Maltodekstrin sebenarnya hampir tidak memiliki rasa manis. Derajat kemanisan bisa diukur dengan dextrose equivalent (D), yang dibagi menjadi rendah (<20), sedang (21 – 55), dan tinggi (>55). Maltodekstrin memiliki nilai DE 3 – 19. Maltodekstrin bisa digunakan untuk bermacam tujuan tergantung nilai DE-nya.
“Maltodekstrin dengan DE10 bisa digunakan untuk produk-produk instan seperti saus instan dan produk diet. Maltodekstrin dengan D15 biasa digunakan pada minuman isotonik, dan DE19 digunakan untuk bubuk cokelat, produk susu, dan dessert,” papar Rosyanne.
Ia menambahan, juga tidak ada korelasinya antara kandungan maltodektrin dengan jumlah gula dalam produk pangan.
“Susu yang mengandung maltodekstrin tidak berarti memiliki kandungan gula lebih tinggi. Ini bisa kita cek pada label di kemasan,” tandasnya.
Maltodekstrin sebenarnya banyak terdapat pada produk pangan. Tidak hanya ada di susu, melainkan juga pada sereal. Selain itu, maltodekstrin tidak cuma ada di produk yang manis, tapi juga ada di produk yang asin/gurih seperti kaldu ayam dan kaldu jamur, karena dia berperan sebagai filler.
Dijelaskan bahwa maltodekstrin telah dinyatakan aman oleh FDA dan Codex. Oleh FDA, maltodekstrin dikategorikan sebagai GRAS (Generally Recognized as Safe).
Penelitian terkini menemukan, maltodekstrin resistan bisa difermentasi di usus besar menjadi SCFA (short chain fatty acid), yang bermanfaat bagi kesehatan mikrobiota usus. Maltodekstrin resistan juga membantu menjaga profil tekanan darah dan lipid serta meningkatkan rasa kenyang dan mengurangi asupan makanan.
Doktor dalam bidang ilmu gizi Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta Dr. Rosyanne Kushardina S.Gz Msi. menyoroti isu terkait maltodekstrin yang belakangan ini ramai di media sosial, yang disebut penyebab gagal ginjal dan diabetes pada anak. Ia mengatakan hal itu tidak benar.
“Tidak tepat maltodekstrin dikaitkan dengan peningkatan kandungan gula pada susu, dan menyebabkan gagal ginjal pada anak,” tegasnya dalam diskusi kesehatan bersama Ngobras baru-baru ini.
Justru, Rosyanne menjelaskan, maltodextrin adalah salah satu bahan makanan tambahan (BTP) yang aman, terbuat dari bahan alami, dan tidak hanya terdapat dalam susu formula. BPOM telah mengatur soal bahan tambahan pangan melalui BPOM No. 11 Tahun 2019.
“Sesuai namanya, BTP memang ditambahkan secara sengaja ke produk makanan/minuman untuk tujuan teknologi pada pembuatan maupun pengolahan pangan untuk menghasilkan komponen tertentu atau memengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung,” tutur Rosyanne
Terdapat 27 golongan BTP, di antaranya pemanis, pengawet, pengental, penguat rasa, peningkat volume, dan perisa.
“Maltodekstrin biasa ditambahkan ke produk pangan sebagai pengawet, penguat rasa, filler (meningkatkan volume), untuk meningkatkan tekstur, dan ada juga yang digunakan sebagai perisa,” sebut Rosyanne.
Maltodekstrin juga kerap digunakan sebagai pengganti laktosa pada produk susu, untuk mereka yang intoleransi terhadap laktosa. Secara alami, maltodektrin tidak ada dalam bahan pangan, tetapi zat ini dibuat dari bahan alami.
“Yaitu pati dari sumber karbohidrat seperti umbi-umbian, serealia, dan jagung. Dilakukan proses hidrolisis terhadap zat pati dari sumbr karbohidrat tersebut, lalu terbentuklah maltodekstrin,” jelas Rosyanne.
Maltodekstrin sebenarnya hampir tidak memiliki rasa manis. Derajat kemanisan bisa diukur dengan dextrose equivalent (D), yang dibagi menjadi rendah (<20), sedang (21 – 55), dan tinggi (>55). Maltodekstrin memiliki nilai DE 3 – 19. Maltodekstrin bisa digunakan untuk bermacam tujuan tergantung nilai DE-nya.
“Maltodekstrin dengan DE10 bisa digunakan untuk produk-produk instan seperti saus instan dan produk diet. Maltodekstrin dengan D15 biasa digunakan pada minuman isotonik, dan DE19 digunakan untuk bubuk cokelat, produk susu, dan dessert,” papar Rosyanne.
Ia menambahan, juga tidak ada korelasinya antara kandungan maltodektrin dengan jumlah gula dalam produk pangan.
“Susu yang mengandung maltodekstrin tidak berarti memiliki kandungan gula lebih tinggi. Ini bisa kita cek pada label di kemasan,” tandasnya.
Maltodekstrin sebenarnya banyak terdapat pada produk pangan. Tidak hanya ada di susu, melainkan juga pada sereal. Selain itu, maltodekstrin tidak cuma ada di produk yang manis, tapi juga ada di produk yang asin/gurih seperti kaldu ayam dan kaldu jamur, karena dia berperan sebagai filler.
Dijelaskan bahwa maltodekstrin telah dinyatakan aman oleh FDA dan Codex. Oleh FDA, maltodekstrin dikategorikan sebagai GRAS (Generally Recognized as Safe).
Penelitian terkini menemukan, maltodekstrin resistan bisa difermentasi di usus besar menjadi SCFA (short chain fatty acid), yang bermanfaat bagi kesehatan mikrobiota usus. Maltodekstrin resistan juga membantu menjaga profil tekanan darah dan lipid serta meningkatkan rasa kenyang dan mengurangi asupan makanan.
(tsa)