Cara Mengatasi Sindrom Baby Blues
loading...
A
A
A
JAKARTA - ASI memang yang paling baik, namun menyusui tidaklah semudah yang dibayangkan. Sejumlah ibu mengalami tantangan dalam menyusui, terbukti dari survey yang dilakukan oleh Teman Bumil pada lebih dari 2.000 ibu di seluruh Indonesia. Sekitar 71,4% ibu mengaku menghadapi tantangan menyusui yang tidak mereka perkirakan sebelumnya.
Perjuangan menyusui terasa sulit bukan karena menghadapi sang Bayi, tetapi akibat tekanan dari orang-orang sekitar yang memengaruhi mental mereka. Faktor terbesar yang membuat mereka kesulitan menyusui, diakui oleh 52,3% responden, adalah tekanan mental. Hal ini berbentuk kekhawatiran ASI kurang, tekanan dari orang sekitar, serta tidak percaya diri. (Baca: Bunda, Kenali Penyebab dan Cara Mengatasi Baby Blues)
Tidak jarang, hal inilah yang bisa memicu sindrom baby blues hingga postpartum depression (PPD) bila tidak ditangani dengan baik. Dalam Jurnal Nursing for Women's Health 2011, dijelaskan bahwa tekanan psikologis untuk menyusui secara eksklusif, bisa berkontribusi pada gejala depresi pascapartum pada ibu baru yang tidak dapat mencapai niat menyusui mereka.
Dalam studi tersebut, ditemukan bahwa ibu dengan pengalaman menyusui yang negatif, lebih mungkin mengalami gejala depresi. Dikatakan psikolog keluarga Cecilia H.E Sinaga dari President Special Needs Center, perasaan negatif seperti marah atau sedih yang dirasakan oleh ibu baru, bisa dipicu oleh beberapa faktor.
“Perasaan gagal, tidak sempurna, bahkan marah kepada diri sendiri, sangat wajar dirasakan oleh wanita yang berada di masa transisi menjadi ibu,” ujarnya dari siaran pers yang diterima.
Hal itu, lanjutnya, bisa datang dari ekspektasi kita sebagai wanita ketika melihat media sosial, atau mudahnya mengakses informasi. Terkadang kita lupa, bahwa di balik usaha keras kita, tetap Tuhan yang menentukan. Menerima kenyataan adalah langkah pertama yang penting untuk dilakukan oleh ibu mana pun, terutama ketika kondisi yang dihadapi tidak berjalan seperti yang diharapkan. (Baca juga: Rusia Masih Optimis Rencana Pembelian Sukhoi Indonesia akan Berlanjut)
Selain itu, minimnya dukungan emosional dari lingkungan terdekat juga ikut memengaruhi. Inilah mengapa diperlukan kehadiran nyata seorang suami, serta lingkungan keluarga yang positif agar pengalaman menyusui menjadi menyenangkan.
“Baby blues dan PPD sangat berbahaya. Karena saat anak lahir, dunia anak adalah ibunya. Secara otomatis anak akan terus bergantung pada ibunya 24 jam sehari. Itulah kenapa, ibu yang mengalami gangguan mental, sebaiknya segera mencari bantuan, baik dari pihak keluarga maupun tenaga profesional,” sarannya.
Ibu bisa saja memperlakukan anaknya dengan kurang baik, seperti memarahi, mengabaikan, juga bisa menolak untuk menyusui. Bahkan dalam kondisi yang ekstrem, beberapa ibu terpikir untuk menyakiti anaknya. Di sinilah peran suami dan lingkungan keluarga, sangat memengaruhi pembentukan masa menyusui yang positif, senada dengan respons dalam survei sebanyak 98,7%. (Lihat videonya: 5 Orang di Tangerang Tewas Usai Tenggak Miras Oplosan)
Menurut mereka, pikiran yang rileks adalah elemen utama yang paling memengaruhi produksi ASI, dibandingkan asupan makanan dan kecukupan asupan cairan. “Berikan afirmasi pada diri sendiri bahwa kita adalah ibu yang baik. Ingat, ibu yang baik tidak diukur dari berapa lama menyusui atau banyak ASI-nya. Tetapi, dilihat dari bagaimana kita bisa memberikan kasih sayang secara tulus, bisa memberikan energi yang positif dan bahagia kepada anak kita dan memberikan pengasuhan,” tandas Cecilia. (Sri Noviarni)
Perjuangan menyusui terasa sulit bukan karena menghadapi sang Bayi, tetapi akibat tekanan dari orang-orang sekitar yang memengaruhi mental mereka. Faktor terbesar yang membuat mereka kesulitan menyusui, diakui oleh 52,3% responden, adalah tekanan mental. Hal ini berbentuk kekhawatiran ASI kurang, tekanan dari orang sekitar, serta tidak percaya diri. (Baca: Bunda, Kenali Penyebab dan Cara Mengatasi Baby Blues)
Tidak jarang, hal inilah yang bisa memicu sindrom baby blues hingga postpartum depression (PPD) bila tidak ditangani dengan baik. Dalam Jurnal Nursing for Women's Health 2011, dijelaskan bahwa tekanan psikologis untuk menyusui secara eksklusif, bisa berkontribusi pada gejala depresi pascapartum pada ibu baru yang tidak dapat mencapai niat menyusui mereka.
Dalam studi tersebut, ditemukan bahwa ibu dengan pengalaman menyusui yang negatif, lebih mungkin mengalami gejala depresi. Dikatakan psikolog keluarga Cecilia H.E Sinaga dari President Special Needs Center, perasaan negatif seperti marah atau sedih yang dirasakan oleh ibu baru, bisa dipicu oleh beberapa faktor.
“Perasaan gagal, tidak sempurna, bahkan marah kepada diri sendiri, sangat wajar dirasakan oleh wanita yang berada di masa transisi menjadi ibu,” ujarnya dari siaran pers yang diterima.
Hal itu, lanjutnya, bisa datang dari ekspektasi kita sebagai wanita ketika melihat media sosial, atau mudahnya mengakses informasi. Terkadang kita lupa, bahwa di balik usaha keras kita, tetap Tuhan yang menentukan. Menerima kenyataan adalah langkah pertama yang penting untuk dilakukan oleh ibu mana pun, terutama ketika kondisi yang dihadapi tidak berjalan seperti yang diharapkan. (Baca juga: Rusia Masih Optimis Rencana Pembelian Sukhoi Indonesia akan Berlanjut)
Selain itu, minimnya dukungan emosional dari lingkungan terdekat juga ikut memengaruhi. Inilah mengapa diperlukan kehadiran nyata seorang suami, serta lingkungan keluarga yang positif agar pengalaman menyusui menjadi menyenangkan.
“Baby blues dan PPD sangat berbahaya. Karena saat anak lahir, dunia anak adalah ibunya. Secara otomatis anak akan terus bergantung pada ibunya 24 jam sehari. Itulah kenapa, ibu yang mengalami gangguan mental, sebaiknya segera mencari bantuan, baik dari pihak keluarga maupun tenaga profesional,” sarannya.
Ibu bisa saja memperlakukan anaknya dengan kurang baik, seperti memarahi, mengabaikan, juga bisa menolak untuk menyusui. Bahkan dalam kondisi yang ekstrem, beberapa ibu terpikir untuk menyakiti anaknya. Di sinilah peran suami dan lingkungan keluarga, sangat memengaruhi pembentukan masa menyusui yang positif, senada dengan respons dalam survei sebanyak 98,7%. (Lihat videonya: 5 Orang di Tangerang Tewas Usai Tenggak Miras Oplosan)
Menurut mereka, pikiran yang rileks adalah elemen utama yang paling memengaruhi produksi ASI, dibandingkan asupan makanan dan kecukupan asupan cairan. “Berikan afirmasi pada diri sendiri bahwa kita adalah ibu yang baik. Ingat, ibu yang baik tidak diukur dari berapa lama menyusui atau banyak ASI-nya. Tetapi, dilihat dari bagaimana kita bisa memberikan kasih sayang secara tulus, bisa memberikan energi yang positif dan bahagia kepada anak kita dan memberikan pengasuhan,” tandas Cecilia. (Sri Noviarni)
(ysw)